Chapter 5 | Bertemu

1137 Kata
*** Setelah mendapat kabar dari Indonesia kalau ternyata Khesya, istrinya Daren sudah melahirkan, membuat Aldy dan kedua orang tuanya langsung terbang meninggalkan New York menuju Indonesia. Dan hari ini, tepatnya tadi siang mereka sampai di Indonesia dengan selamat. Dari bandara, kedua orang tua Aldy langsung menuju rumah sakit, bahkan mereka tidak sempat pulang ke kediaman mereka lebih dulu. Yah, meskipun New York adalah tempat tinggal mereka, namun Aldy juga memiliki sebuah rumah cukup besar di Indonesia. Sebab setahun sekali, dia dan kedua orang tuanya pasti berkunjung ke Indonesia untuk merayakan hari-hari besar seperti lebaran bersama keluarganya. Mau bagaimanapun, Indonesia adalah tanah kelahiran ibunya, Elsa. Saat Ardy dan Elsa menuju rumah sakit, Aldy, pria itu mengatakan pada sang Bunda jika dia akan berkunjung ke kantor sahabatnya terlebih dahulu, sebab ada yang perlu dia bahas dengan pria itu mengenai urusan pekerjaan mereka. Dan saat ini, jarum jam sudah menunjukkan pukul 03.00 PM, namun Aldy masih berada di kantor sahabatnya. Entah sudah berapa kali sang Bunda menghubungi dirinya sehingga tak ayal membuatnya memutuskan untuk segera menuju rumah sakit. "Kau langsung menuju kesana setelah ini?" tanya seorang pria pada Aldy. Pria yang tidak lain adalah Falcon Ferdinand. "Yeah, Bunda menghubungiku terus menerus." jawab Aldy. Falcon mengangguk pelan, paham bagaimana hebohnya sang Aunty, Elsa. "Baiklah. Kalau begitu, biar nanti Diego yang mengantar berkas ini padamu. Atau biar nanti dia serahkan pada Gerry." ujar Falcon. "Hem, okay. Sepertinya itu lebih baik." timpal Aldy. Setelah itu Aldy bangkit dari atas sofa didalam ruang kerja Falcon. Begitupun dengan Falcon yang juga ikut bangkit. Keduannya melangkah menuju pintu dan Falcon mengantar sahabatnya sampai lobby. Dddrrrtttt… Bunda is calling… Pas saat keluar dari dalam lift, tiba-tiba ponsel Aldy berdering. Tanpa menghentikan langkah kakinya, Aldy merogoh saku celana dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Aldy membawa benda pipih itu kedepan wajah dan melihat nama kontak sang Bunda di sana. Dia melirik ke arah Falcon dan pria itu malah terkekeh. "Aku seperti anak hilang, dicari terus." gumam Aldy pada Falcon sehingga membuat pria itu tertawa pelan. "Aunty Elsa hanya khawatir, karena putranya belum beristri." timpal Falcon. "Dari pada kau, di tinggal kabur." celetuk Aldy seraya mengedihkan sebelah bahu. "Wanitaku hanya menenangkan diri, dude." balas Falcon. Aldy mengangguk pelan. "Yeah, apapun alasannya, tetap saja kau dicampakan. Habis diperkosa lalu ditinggalkan. Kau pria menyedihkan." ejek Aldy terdengar menyebalkan. Bugh! Kesal, akhirnya Falcon meninju lengan atasnya. Tanpa mereka sadari, candaan mereka barusan sontak menarik perhatian para karyawan disana. "Hati-hati." ujar Falcon pada Aldy saat pria itu masuk kedalam mobilnya. "Hem, thanks." balas Aldy kemudian menutup pintu mobil. Falcon mundur dan kendaraan itu mulai melesat meninggalkan gedung milikinya. Sementara di dalam mobil, Aldy kembali memperhatikan ponselnya seraya memasang earphone di telinganya dan lekas menghubungi sang Bunda. "Halo, Bun…" sapa Aldy setelah panggilan terhubung. "Kemana sih, sayang?! Ini sudah jam berapa, Al?!" pekik Elsa diseberang telepon. Sepertinya kali ini sang Bunda benar-benar marah, pikir Aldy. "Sekarang setengah empat, Bun." jawabnya. "Aldy Pratama…!" suara sang Bunda kembali melengking. "Astaga." Aldy meringis saat mendengar pekikan sang Bunda. "Yeah, okay, okay, Bunda. Sekarang aku lagi dijalan dan sekitar lima belas atau dua puluh menit lagi aku sampai." lanjutnya. "Kalau kamu sampai telat, Bunda coret nama kamu dari kartu keluarga kita! Kamu dengar?!" Lagi, Aldy kembali meringis. "Yeah, aku dengar. Jangan dicoret, Bun, aku akan segera sampai." ujarnya. "Bunda tunggu!" "Okay, Bunda." "Jangan lama-lama!" "Baik, Bunda." "Sayang. Bunda serius..!" "Dan aku tidak bercanda, Princess Elsa. Aku sedang dijalan, Bun. Biar aku fokus menyetir." "Iya sudah. Jangan kebut-kebut." "Iya, Bunda." Tuut! Tuut! Tuut! Panggilan berakhir, Aldy melepas earphone di telinganya dan meletakkannya di tempat khusus disana. "Kenapa semua wanita ini harus heboh? Berteriak, membentak? Seolah-olah kami para pria tuli semua." gumamnya pelan kemudian mulai fokus pada jalan di depannya. . . Dua puluh menit kemudian,. Rumah sakit,. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua puluh menit dijalan, akhirnya Aldy sampai dirumah sakit. Dia memarkirkan mobilnya, kemudian melepas sabuk pengaman dan meraih ponselnya di atas jok disampingnya. Aldy membuka pintu mobil kemudian turun dan kembali menutup rapat. Setelah mengunci otomatis kendaraannya tersebut, Aldy mulai membuka langkah lebar berjalan masuk kedalam rumah sakit tersebut. 'Sesuai janji, aku sampai tepat waktu dan Nyonya Elsa tidak akan bisa mencoret namaku dari kartu keluarga.' gumamnya dalam hati seraya terkekeh pelan. Aldy mengangkat tangan kirinya kemudian melihat jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya itu. Karena terlalu fokus memperhatikan arlojinya tersebut, membuat Aldy tidak fokus dengan jalan di depannya. Brugh! "Aawwhh" ringis seorang wanita. "Oh shittt!" umpat Aldy, pelan. Aldy menatap pada hampers bayi menggelinding diatas tanah. Juga mendengar ringisan seorang wanita yang baru saja ia tabrak. Lebih tepatnya, wanita itu lah yang menabrak dirinya atau mungkin saja keduanya sama-sama bersalah sebab tidak memperhatikan jalan di depan mereka. Dan wanita yang barusan Aldy tabrak adalah Melsa Ayudia. Melsa menatap nanar hamper bayi yang hendak dia berikan pada istri Bos-nya tergeletak begitu saja di atas tanah. Dengan perasaan kesal yang teramat sangat, Melsa mengangkat pandangan, menatap sosok yang barusan menabraknya. Tidak jauh berbeda dengan Aldy, pria itu melepas kaca mata hitam yang bertengger di pangkal hidung mancungnya kemudian menatap lamat wajah cantik di depannya. Deg! 'Dia…?' gumam Aldy dalam hati saat mulai mengenali wajah Melsa. Namun sepertinya tidak dengan Melsa, wanita itu jelas tidak mengenalinya sama sekali. "Apa kau tidak punya mata! Tidak bisakah kau berjalan dengan benar!? Bukan sambil tertidur seperti ini!?" pekik Melsa, kesal. Wajahnya merah padam dengan dadanya yang tampak naik turun akibat nafas yang memburu. Aldy tergelak saat mendengar ucapan sarkas Melsa padanya. Aldy menggerakkan kakinya dan maju selangkah sehingga dia berdiri di hadapan Melsa dengan posisi hampir tak berjarak. "Apa hobimu hanya bisa menyalahkan orang lain? Tanpa menyadari jika dirimu lah yang berjalan sambil tertidur, huh!?" timpal Aldy dengan nada sinisnya. Melsa menengadahkan wajah, menatap berani wajah tampan itu dengan kedua mata memicing. "Sudah salah, membuatku hampir terjatuh, bahkan hampers yang aku beli mahal-mahal rusak gara-gara ulahmu, tapi kau tidak mau mengakui kesalahanmu?!" pekik Melsa semakin dibuat kesal. "Aku benar 'kan? Kau yang jalan sambil tertidur. Tempat tidur itu dirumah, bukan di jalan seperti ini, apalagi sambil kau berjalan." timpal Aldy. "Aku tidak tidur! Apa jangan-jangan kau yang mabuk makanya kau tidak melihatku disini dan menabrak tubuhku yang ramping ini dengan tubuhmu yang sebesar kingkong?!" ejek Melsa seraya berkacak pinggang. Lantas, mendengar perumpamaan Melsa barusan membuat Aldy sontak membelalak kedua mata lebar-lebar. Bahkan kedua rahang tegas yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus itu mulai mengeras sempurna. "Coba, ulangi sekali lagi. Kau bilang tubuhku sebesar apa?" tanya Aldy datar dan serak. "Kingkong!" jawab Melsa semakin berani. "Kingkong, huh?!" geram Aldy kemudian mundur selangkah dan merendahkan tubuhnya meraih hampers itu dan kembali menegakan tubuh atletisnya. Aldy meraih pergelangan tangan Melsa dan mulai menarik, membawa wanita itu masuk kedalam rumah sakit. "Aaakkhhh! Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!" pekik Melsa seraya memukul lengan Aldy dengan sebelah tangannya yang terbebas. "Menghukummu, tentu saja!" desis Aldy menatap tajam. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN