*** Tin! Tin! Tin! Abrar menekan kuat klakson mobilnya beberapa kali. Ia menunggu dengan tidak sabaran pintu gerbang yang menjulang tinggi itu terbuka lebar untuknya. Namun selang beberapa saat kemudian, pintu itu bergeser, dan Abrar kembali melajukan mobilnya melesat masuk. Sedangkan Emma, dengan penampilannya yang sangat amat berantakan, sesekali ia melirik takut pada suaminya sembari mengeratkan pegangan lemahnya pada selimut yang membungkus tubuh polosnya. Menit berlalu, Abrar menghentikan laju mobilnya. Ia melirik tajam pada beberapa bodyguard yang sedang berdiri sigap disana. Sebelum Abrar turun, ia menarik sebuah senjata api miliknya di samping jok yang sedang diduduki nya itu dan menyelipkannya di balik punggung. Hal itu tak luput dari pengamatan Emma. Bahkan wanita itu mem