HmD 11 - Reina

1836 Kata
HmD 11 - Reina "Kakak!" Reina tersenyum lebar, dia berlutut sembari merentangkan tangannya saat seorang bocah berusia lima tahun berlari kearahnya. "Hey, bocil!" Dia terkekeh pelan setelah tubuh anak Itu masuk kedalam rengkuhannya. Rasya namanya, adik tiri beda ayah itu begitu senang melihat kedatangannya, sudah sangat lama Rei tidak berkunjung ke rumah ini. Dan lihat saja, seberapa cepat adiknya itu tumbuh, dulu saat terakhir kali dirinya datang, Rasya masih sebatas pinggang Rei, dan sekarang, tinggi adiknya itu sudah sebatas d**a. Sungguh perkembangan anak sekarang sangat luar biasa. "Kenapa kakak baru dateng?" Tanya anak berusia lima tahun itu dengan bibir mengerucut kesal sembari melepas pelukannya, dia kesal karena kakaknya baru sekarang datang padahal sudah sudah berkali-kali Rasya meminta kakaknya untuk datang, tapi baru sekarang Rei datang. "Kakak sibuk sekolah, bocil. Mana sempet nengokin elu!" Dengan gemas Rei mencubit hidung mancung milik Rasya, yang bertubuh putih dan menuruni gen dari sang mamah. Sungguh luar biasa tampan adiknya itu. "Sibuk banget ya sampek adik sendiri di lupain?" "Ya gitu deh, lagian lu nggak begitu penting juga kan." "Ia kakak!" "Nggak usah bawel, nih gue bawain roti bakar pesenam elu!" "Eh, nyogok nih ceritanya?" "Iye lah, lu kan paling demen di sogok gini!" "Yee, nggak papa deh, lumayan di beliin roti bakar ini." Rei terkekeh pelan lalu mengacak rambut Rasya dengan gemas, anak itu memang selalu saja berhasil membuat dirinya gemas. Sayang, ada batasan yang membuat Rei tak bisa selalu berkunjung ke tempat ini. Bukan tidak ingin, tapi entah kenapa Daddy selalu melarang dirinya untuk berkunjung, padahal niat Rei baik. Hanya ingin bersilaturahmi dengan sang mamah dan adik kecilnya ini. "Mama mana, cil?" "Ada di dalem, lagi sama ayah kayaknya." "Terus kamu main di taman sendirian?" Tanya Rei tak percaya, bukannya bahaya membiarkan seorang anak bermain tanpa pengawasan di luar rumah, bahkan usia Rasya masih sangat kecil. Bagaimana kalau di kulit, atau main terlalu jauh hingga ke jalan raya. Bukannya itu bahaya, lalu kenapa sang mamah tidak memberi pengawasan untuk adik kecilnya ini? "Rasya enggak main kok, cuma kasih makan marmut Rasya aja tadi, eh kakak dateng, ya udah sekalian aja." "Dih pinter banget sih ngelesnya." Bukan ngeles ya kak, tapi kenyataannya emang begitu." "Iya deh iya, masuk yuk, kakak mau ketemu mamah." "Yuk deh." Rasya berbalik lalu melangkah masuk. Sedangkan Rei hanya berdiri dan berdiam sejenak, dia menoleh kearah Galuh. Mengulurkan tangannya yang di sambut oleh Galuh dengan senyum merekah. Pria itu sedari tadi hanya memperhatikan interaksi kedua adik kakak itu. Jelas terlihat jika Rei sangat menginginkan seorang adik untuk dirinya. Hanya saja Daddy masih saja betah seroang diri tanpa berpikir untuk menikah. "Mamah, kak Rei datang!" Dua sepasang suami istri yang tengah menonton acara tv itu menoleh, lalu menatap anaknya yang tengah berlari kearah mereka dengan teriakan riang. "Sya, jangan lari-lari, udah berapa kali mamah bilang. Nanti jatuh lagi." Bukan jera, Rasya malah nyengir dengan menunjukkan gigi ompong di bagian depan, anak itu memang selalu berlarian ke sana ke mari hingga sering jatuh. "Kak Rei datang tuh mah, nyari mamah." Ucap riang dari Rasya membuat Yolanda, mantan istri Deon itu berdiri. Lalu menatap sang anak pertamanya yang sudah tumbuh menjadi gadis cantik jelita, wanita berumur 35 tahu. Itu tersenyum lalu melangkah mendekat dan menarik Rei masuk kedalam rengkuhannya. "Mamah...." Gumang Rei dalam pelukannya, tangan yang sedari tadi bertautan dengan tangan Galuh ia lepaskan guna membalas pelukan dari Yolan. Sungguh dia sangat merindukan mamah, andai saja mereka masih bersama dan kedua orang tua mereka tidak bercerai mungkin Rei akan menjadi anak yang sangat bahagia. Sayang pernikahan yang terjalin karena sebuah kesalahan mereka dulu membuat mereka tidak bisa melanjutkan hubungan mereka. Terlebih, ego keduanya masih meledak-ledak, dan saat itu Deon masih belum memiliki pendapatan seperti sekarang, maka tidak heran jika nenek dari Yolanda memaksa Deon untuk menceraikan putrinya. Dan membuat hidup Rei hancur. Dia harus tumbuh bersama bi Tasya tanpa kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya. Dan kini, Rei pun masih sangat sulit untuk mendapatkan kasih sayang dari sang mamah, walau mamah mengizinkan dirinya datang tiap kali dia rindu. Tetap saja, Rei tidak ingin merusak keharmonisan kelurga ini dengan kedatangannya. Dia tau, walau sang ayah menerimanya, tapi tetap saja, ada jarang yang membentang di antara mereka berdua. "Kamu kenapa baru datang?" Pertanyaan yang sama seperti yang Rasya tanyakan tadi, apakah dengan ini kehadiran dirinya memang selalu di harapkan oleh mereka? "Lagi sibuk sekolah mah, bentar lagi semester akhir, banyak kegiatan yang harus Rei kerjain." Yolan tersenyum lembut, dia mengurai pelukan Rei, menatap sepasang mata indah milik putri kecilnya yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang sungguh luar biasa. Lalu dia menyempatkan diri melirik kearah Galuh, tak lupa memberi senyum ramah seperti biasanya. Rei selalu saja datang bersama pria itu, dan entah kenapa Yolan merasa jika Galuh benar-benar mencintai putrinya. "Sama Galuh lagi?" Rei merasa malu saat Yolan menanyakan soal Galuh, seolah-olah Rei hanya memiliki Galuh untuk mengantar dirinya kemanapun Rei mau. Dan seperti itulah kenyataannya. Galuh membalas senyum Yolan. Tak ayal dia melangkah mendekat. Lalu menyalami tangan Yolan ramah. "Duduk dulu, Luh." Galuh mengangguk saat Yolan mempersilahkan dirinya untuk duduk. Seperti biasa Galuh akan mengambil sofa yang hanya muat untuk dua orang. tempat favoritnya karena sebentar lagi Rei akan menyusul dan duduk tepat di sebelahnya. Itu lah kenapa Galuh sangat suka tempat itu. Seolah memberi keleluasaan untuk dirinya lebih dekat dengan kekasihnya. Galuh suka tempat di mana dirinya bisa selalu dekat dengan Rei. "Besok lagi kalo mau dateng jangan sore gini, nggak baik." Ujar Yolan saat Rei sudah ikut duduk di sebelah Galuh, mamah ikut duduk di hadapan keduanya dengan senyum merekah. Dia senang saat sang putri datang mengunjungi kediamannya. Karena hanya dengan ini dia bisa bertemu dengan Rei. Dia tidak mungkin mengunjungi kediaman Deon. Tentu saja karena sungkan dan menjaga perasaan suaminya sekarang. "Bener tuh, kalo dateng jangan sore kenapa, biar bisa main saya Rasya!" Bocah berusia lima tahun itu datang dengan membawa dua potong roti bakar di tangannya, bibirnya sudah sibuk mengunyah, lalu meminta duduk di sebelah mamahnya. Rei terkekeh pelan melihat tingkah menggemaskan adiknya itu. "Lagi kangen, mah. Kepikiran aja gitu. Terus berhubung Galuh free aku ajak kesini deh." "Izin sama Daddy nggak tadi?" Rei mengangguk. Walau hanya diizinkan untuk berkunjung tanpa boleh menginap tak mengapa, itu sudah cukup mengobati rindu dalam dirinya "Udah, tapi nggak boleh nginep. Besok masih ada jadwal les." "Ya udah nggak papa, lagian sebentar lagi ujian kan?" "Heem. Bakal sibuk banget." "Belajar ya rajin, udah mau ujian, bikin Daddy sama mamah bangga, Rei pasti bisa, jangan aneh-aneh dulu, fokus sama sekolah, motorannya libur dulu untuk sementara." Baiklah, mungkin mamah cemas dengan kelakuan Rei yang kadang seenaknya sendiri. Padahal dia perempuan tapi memiliki hobi yang tak jauh-jauh dari motor. Sudah ada berapa motor di rumahnya, dan semua itu kepunyaan Rei. Sungguh gadis yang luar biasa. Dan lagi, karena kecintaannya dengan motor dia malah bertemu dengan Galuh, pria yang hingga saat ini membuat dirinya nyaman. Rei meringis kecil, setidaknya dia akan mendapat banyak wejangan malam ini, apalagi sudah sangat lama dirinya yak berkunjung. Sepertinya telinganya akan terasa panas dengan wejangan yang dia dapat. "Minta ajari Galuh kalo nggak ngerti, mamah yakin Galuh pasti bakal ajarin kamu, apalagi Galuh kan pinter." Diajarin apanya, bukan belajar malah melakukan hal yang lain-lain mah, batin Rei dalam hati. Tentu saja dia tidak berani mengatakan hal itu secara gamblang, bisa berbahaya. "Galuh juga, tolong ingetin Rei kalau misal dia aneh-aneh ya, marahin aja kalo bandel, soalnya Daddy Rei aja nggak kental kalo ngadepin Rei yang keras kepala itu." Bukan cuma Rei tenyata yang mendapat wejangan seperti itu. Galuh pun terkena imbasnya, hanya saja, Galuh terlihat sangat menikmati mendapat sebuah kepercayaan dari mamah. Mungkin dengan ini surat izin sudah dia kantongi dari Yolanda. Tinggal bagaimana dia mendapat restu dan izin dari Deon. Dan tentu saja yang satu itu adalah tantangan tersendiri untuk dirinya. "Jangan sungkan kalo mau datang, mamah sama ayah pasti bakal nyambut kedatangan kalian. Jangan satu bulan sekali baru datang, nggak kasian sama.mamah yang kangen sama kamu Rei?" "Iya mah, nanti setelah ujian Rei bakal sering dateng kok." Mereka tersenyum kecil. Obrolan semakin berlanjut, banyak hal yang mereka perbincangkan. Rei maupun Galuh merasa betah di tempat ini, hanya saja waktu yang memaksa mereka untuk undur diri. Walau agak tak rela Yolanda harus mengizinkan mereka pulang karena hari sudah mulai malam. Keduanya kembali pulang, bersamaan dengan udara yang semakin dingin. Sialnya, Rei lupa membawa jaket sewaktu berangkat tadi, dan sekarang dia kedinginan. Dipeluknya erat pinggang Galuh dengan gigi gemeletup kedinginan. Menyadari hal itu. Galuh menepikan motornya, dia menoleh sebentar dengan tatapan cemas. "Dingin ya?" Rei hanya mengangguk pelan, ingatkan dia untuk selalu membawa jaket dalam kondisi apapun besok. Karena udara dingin selalu enggan bersahabat dengan dirinya. Galuh tersenyum kecil, laku perlahan dia membuka jaket Levis miliknya dan memberikan pada Rei. "Pake ini, nanti kita mampir di penjual sekuteng ya, kita beli buat angetin badan." Rei mengangguk dengan rona merah tercetak jelas di wajahnya, perhatian kecil seperti inilah yang Rei suka dari Galuh. Dia selalu saja memikirkan Rei dari pada dirinya sendiri. Perlahan, Galuh mulai menjalankan kembali motornya, padat jalanan kota dan terang gemerlap cahaya malam membuat keindahan terpancar dengan sendirinya. Rei suka suasana ini, ramai dan indah, dia suka keramaian. Apalagi saat dirinya selalu saja kesepian. Pelukan di pinggang Galuh semakin erat, Rei menyandarkan kepalanya pada punggung Galuh, menyembunyikan terpaan angin yang kian terasa. Entah kenapa Rei merasa tubuh besar Galus selalu saja mampu melindungi dirinya. Selayaknya pria yang selalu memberi kenyamanan pada kekasihnya, Galuh selalu saja menunjukkan peran itu untuk Rei. Mereka terdiam, hanyut dalam pikirannya masing-masing, hingga Rei membuka suara saat Galuh mengurangi kecepatan laju motornya. "Gal?" "Hem...." "Makasih ya?" "Buat?" "Udah mau nemenin aku, kamu tuh terbaik banget tau nggak, selalu tau apa yang aku butuhin, dan selalu tau apa yang bikin aku nyaman." Rei mendongak, menatap langit hitam di atas kepalanya. Lalu menopang dagunya di atas pundak Galuh. "Makasih banget udah selalu ada buat aku." Galih terkekeh pelan. Gue jadi aku. Itu berarti Rei dalam mode kalem dan ingin di manja, atau malah dalam mode melankolis, ya setidaknya Rei nggak akan mewek hanya karena hal ini. "Cie, aku kamu." "Jangan mulai deh." Rei menyembunyikan wajahnya, wajahnya terasa panas, dia merasa malu tapi juga bahagia. Keluarganya boleh saja berantakan, ibu dan ayahnya bercerai, dia juga tidak memiliki nenek ataupun kakek yang kata banyak teman sebayanya adalah pengganti orang tua. Namun begitu Rei tidak ingin mengeluh, ada sosok lain yang mengganti peranan itu di dalam hidupnya. Galuh sebagai kakak maupun kekasih yang akan selalu ada untuk dirinya. Lalu Deon, Daddy yang akan menjaga dirinya bahkan nyawa sebagai taruhannya. Bi Tasya, sebagai tempat dirinya mengeluh, sosok yang juga mencurahkan banyak cinta untuk dirinya. Rei bahagia, tentu saja. Pria itu hanya terkekeh sejenak, sebelah tangannya dia lepaskan dari stang motor dan dia gerakkan untuk mengusap tangan Rei. Di genggamnya tangan Rei dalam dekapan erat, gadis yang sudah membuat dirinya jatuh, dia tidak akan pernah meninggalkan Rei, apapun yang terjadi, bahkan jika Daddy Rei melarang hubungan mereka, Galuh akan memperjuangkannya. Tidak ada orang tua yang akan melarang kebahagiaan sang anak. Mereka pasti akan lulus, Galuh percaya akan hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN