1

1363 Kata
  Sepertinya hatiku sudah mulai lelah, kenapa hanya aku saja yang merasakan perjuangan ini. Kenapa hanya aku saja yang memiliki perasaan kepadanya. Aku sudah berusa untuk bertahan diantara ketidakpastian darinya. Aku tahu dan sadar diri jika cinta memang tak mudah dipaksakan, cinta memang bukan sesuatu yang mudah untuk dirasakan. Namun sampai kapan aku harus menunggu sementara hatinya sampai detik ini entah ia sematkan untuk siapa.    ➰   TIGA tahun sudah kami saling mengenal satu sama lain. Kami bertemu dan berkenalan dalam sebuah acara kantor, kebetulan malam itu aku datang bersama dengan sahabatku Alona. Alona orangnya sangat welcome hingga tidak heran jika ia memiliki banyak sahabat dan teman. Tidak seperti aku karena memang temanku bisa dihitung dengan hitungan jari.   "Ki kenalkan ini sahabatku Al," Alona memperkenalkan sahabat laki-lakinya padaku.  Sepontantan tangankupun terulur kearah laki-laki itu, sembari memperkenalkan namaku.  "Yuki.." ucapku dibarengi dengan senyum malu-maluku.  Perlu diketahui, aku bukan wanita yang mudah bergaul dengan lawan jenis. Semua itu terjadi karena kekangan orangtuaku dimasa lalu. Dahulu kala mereka menbatasiku dalam bergaul dengan teman-teman sepernainan, akibatnya aku cendrung bermain sendiri, aku lebih suka menghabiskan waktu didalam kamar meski hanya sekedar bermain ala anak-anak, menulis cerita ataupun melakukan aktifitas lain.  Kembaki ke ceritaku dan Al. Tanpa aku sangka pada malam harinya dia menghubungiku terlebih dahulu via pesan BBM. Sebelumnya memang kita sempat bertukar pin BBM. Singkat cerita terjadilah kedekatan diantara kita sampai detik ini.  "Hai, ngelamun terus." Ucap Alona membangunkanku dari alam hayalan.  Aku sontak kaget ketika mendengar suaranya yang nggak kalah beda dengan toa "Dasar Jelangkung, ngapain lo disini ?" Tanyaku ketus.  "Sabar Bu, ayo kita makan. Udah jam makan siang nih, oya Al juga udah nunggu lho di caffe depan."  "Apa gue nggak salah denger ... lo ajak Al?" tanyaku yang memang sedikit syok kenapa tiba-tiba ada manusia itu disana.  "Bukan gue yang ngajak, tapi Al yang ngajak kita makan siang bareng." Kilahnya. Dia memang seperti itu, tidak mau aku salahkan.  "Udahlah ayo buruan ... kasian tuh kang masnya udah nungguin dari tadi." Dengan paksaan ala Alona dia berhasil membuatku bangkit.  Sedikit malas akupun mengekor di belang Alona, menyusuri ruangan demi ruangan untuk keluar dari kantor ini menuju Caffe yang ada di seberang jalan depan gedung kantor kami. Caffe di depan sana memang sangat ramai dan menjadi tempat favorit bagi para penghuni gedung-gedung di sekitar caffe tersebut. Maka tak anyal jika caffe itu akan selalu ramai pengunjung disetiap jamnya.  "Hi Al ... " Sapa Alona pada Al yang sudah duduk dengan manis di depan meja pesanannya.  Al berdiri meyapa kami, "Hi... duduk-dudu." Tawarnya  "Kalian mau pesan apa ?," tawarnya lagi setelah kami bertiga duduk.  "Yang mahalan dikit nggak apa-apakan Al mumpung ada yang telaktir ?" ungkap Alona nggak tahu malu, perkataan Alona sontak membuat Al tertawa lirih.  "Boleh ... boleh ... santai aja. Kamu mau makan apa, Ki ?." Dia menawariku degan sedikit canggung.  "Mmmmmm sop ayam aja deh sama lemon tea."  Sambil menunggu makanan kami datang, Alona dan Al si double A ini terus mengoceh ria membahas masa-masa kuliah mereka dulu yang kelihatannya sangat mengasikkan. Sementara aku hanya meladeni saja dengan sekali anggukan atau ber oh ria ketika ada bahasan mereka yang mampu aku cerna.  "Duh Al, gue jadi nggak enak nih cerita-cerita masa lalu lo di depan gebetan lo yang satu ini." Cletuk Alona, dia menatap mataku dengan pandangan menggoda. Aku membalas dengan memicingkan mata. Ehh tapi tunggu dulu, apa tadi dia bilag "salah satu gebetan lo?" Berarti Al punya gebetan lain selain aku. Bodo amat lah.  "Haaaaaa nggak masalah. Biar saja dia tahu, toh hanya sekedar masa lalu saja." Jawab Al dengan tawa renyahnya. Mungkin dia kira lelucon kali ya.  "Etssss makanan kita udah datang tuh. Kita pending dulu deh sesi reuniannya." Lanjut Al saat pelayan caffe datang mengantarkan makanan pesanan kami.  Kami bertigapun makan dengan keheningan kecuali suara sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring masing-masing. Sesekali aku dan Al saling mencuri pandang seolah kita sedang saling melempar pertanyaan. Jujur saja dari beherapa minggu ini, hari ini adalah hari pertama kali bertemu dan untuk pertama kalinya pula kami saling menyapa lagi. Hampir dua minggu dia menghilang tanpa kabar dan ini bukan pertama kalinya, ya ... dia selalu seperti ini. Satu minggu dekat kemudian satu minggu menghilang. Begitu seterusnya hingga aku jengah.  "Al, Ki aku pamit duluan ya. Perutku nggak beres nih..." kata Aloma memecah keheningan ditengah makan siang yang belum terselesaikan.  "Gue ikut lho aja ya. Apa yang bisa gue bantu ?." Aku menawarkan diri untuk membantu Alona yang memang sepertinya sakit beneran karena mukanya meringis kesakitan.  "Nggak apa-apa. Kayaknya udah bulannya deh. Lo temenin aja tuh calon suami lo. Lepas kangen, udah lamakan kalian nggak ketemu." Cerocosnya,  Oh Tuhan ini anak sepertinya butuh obat. Disaat sedang meringis kesakitan bisa-bisanya dia menggoda aku dan Al dengan cletukannya yang keluar tanpa disaring itu. Ingin rasanya aku pukul otaknya yang sedikit gesrek jika didepanku saat ini nggak ada Al.  "Ya udah deh sana, Yuki biar sama gue. Tapi lo yakin nggak apa-apa ?" Al meyakinkan.  "Santai brooo cewek mah udah biasa." Ungkapnya.  "Hati-hati Na.." ucapku.  Kini hanya ada aku dan Al Berdua dalam satu meja, keadaan ini membuatku tak nyaman. Sepertinya diapun begitu, terbukti sejak lima menit dari kepergian sahabat gesrekku, tak ada satupun dari kami yang mengeluarkan sapaan.  "Udah selesai ?." Tanyanya padaku .. ya pada siapa lagi kalau bukan aku.  Akupun langsung menatap kearah Al "Udah, mau balik kantor sekarang ?." tanyaku.  "Nggak ... aku mau kita di sini dulu, ada yang mau aku katakan." Jelasnya.  "Apa ?." Tanyaku  "Tentang kita..." jawabnya.  "Memang ada apa dengan kita ...?" aku balas bertanya padanya.  "Maaf.... " ungkapnya lirih namun masih dapat aku dengar.  "Untuk?. " Aku bertanya meski sesungguhnya aku tahu.  "Nggak ada kabar satu minggu ini. " balasnya dengan raut wajah penuh dengan penyesalan.  "Untuk apa minta maaf. Diantara kita nggak ada apa-apa, mau ada kabar atau tidak sepertinya bukan masalah yang besar juga kan?. " balasku diakhiri dengan tanya yang menohok, tapi jika ia merasa.  "Apa kamu anggap aku hanya teman saja setelah sekian lama kita saling mengenal?. " Kini dia yang balik bertanya padaku dengan tatapan yang tajam.  "Lalu bagaimana dengan kamu?. Aku harus anggap kamu apa ?, sementara diantara kita juga nggak ada kejelasan apa-apa. Sudahlah Al, jangan bahas ini. Maaf aku harus balik ke kantor. Jam makan siangku sudah habis."  Tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung saja beranjak pergi dari hadapannya meninggalkan dia yang terus mematung diam. Entahlah apa yang sedang ia fikir, semoga saja aku tak salah menjawab pertanyaannya barusan.  ? Al pov  Aku rasa dia sudah lelah dengan sikapku yang terus saja menggantungnya. Aku melihat semua itu dari sorot matanya yang layu. Aku juga tak tahu harus berbuat apa. Aku merasa nyaman berada disisinya, namun nyaman saja bagiku tidaklah cukup. Aku tahu dia merindukanku satu minggu ini. Dia menunggu kabar dariku juga. Namun aku terus mengabaikannya bukan tanpa alasan, aku hanya tak ingin lebih menyakiti hatinya.  "Na, gimana?. Gue benar-benar bingung. "  Setelah insiden di caffe, aku di tinggal oleh Yuki, aku lembali ke kantor dan menelpon sahabatku yang juga sahabat Yuki siapa lagi kalau bukan Alona. Namanya lucu ya ? Mungkin karena dia anak tunggal dan orangtuanya tahu dia bakalan ngejomblo mulu jadi di kasih nama Alone... hehehe  "Dasar Al... !!!! Kenapa lo tanya gue. Lo tuh bikin kesel. Nyesel gue kenalin lo sama Yuki. Selama tiga tahun ini cuma tarik ulur... Tarik ulur doang. " bukannya kasih solusi dia malah marahin aku, kesel nggak tuh punya sahabat kaya Alona.  Aku menghela nafas panjang mencari jawaban yang tepat sekalipun nanti kena semprot lagi sama Alon yang merasa tak terima sahabat karib aku PHP in.  "Pleaseee Alon. Gue butuh bantuan lo, kayaknya tadi dia marah besar sama gue. " rengekku yang tak lagi memperdulikan jabatanku.  "Entahlah Al. Aku menyerah, aku udah cape nasehatin kamu." Jika sudah ganti panggilan dari aku ke kamu pasti dia udah kesel sama aku. Ahirnya aku pasrah, Alona saja sudah menutup teleponnya secara sepihak.  "Araggggggggg" Erangku karena frustasi dengan hubungan ini.  Sungguh aku tak kuasa lagi dengan keadaan ini. Aku ingin semua ini cepat berlalu, ada titik terang diantara hubungan kami berdua. Namun sepertinya waktu belum juga mempertemukan kita.  Salah aku dimana Tuhan kenapa hubungan tanpa setatus ini sangat rumit.   ❤❤❤ 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN