Fhelicia terbangun di pagi hari. Begitu menoleh ke arah tempat tidur, ia melihat sang ibu yang masih terlelap.
Gadis itu segera menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke kampus. Meski beberapa hari belakangan tampak sibuk merawat ibunya, Fhelicia tidak melupakan kewajibannya sebagai mahasiswi.
Bagaimanapun Fhelicia memiliki mimpi yang besar untuk menjadi orang sukses dan membahagiakan Amanda. Membuat ibunya itu bangga dengan segala pencapaiannya.
Mungkin, Amanda memang mengatakannya pada Fheli karena tidak ingin lebih membebani putri semata wayangnya itu. Akan tetapi, sebagai satu-satunya putri yang juga bertindak sebagai tulang punggung, Fheli tahu kalau sang Ibu menaruh harapan yang besar untuk kehidupan Fhelicia kedepannya.
Hanya membutuhkan waku sekitar lima belas menit sampai akhirnya Fhelicia selesai bersiap. Saat hendak meraih tas, Fhelicia mendapati Amanda yang terbangun dan pelan-pelan menegakkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Kamu mau ke mana sudah rapi pagi-pagi begini, Fheli?" tanya Amanda ketika melihat putrinya sudah tampak rapi dan cantik.
Fhelicia tersenyum. Berjalan mendekat, wanita itu memberikan pelukan selamat pagi sembari menjawab pertanyaan sang ibu. “Biasa, Ma. Fheli ada kelas pagi ini. Mama Fheli tinggal sebentar nggak apa-apa, kan?"
Amanda mengangguk. Karena kondisinya sudah jauh lebih baik, jadi tidak masalah sama sekali kalau ia ditinggal sendiri di ruangan. Lagi pula, ada banyak perawat yang bisa membantu kalau dirinya butuh pertolongan.
"Mama nggak apa-apa, sayang. Kamu kuliah aja yang bener. Kondisi Mama juga udah benar-benar fit. Dan omong-omong, kamu udah tanya dokter juga kapan Mama bisa keluar?"
Fhelicia mengangguk. Kemarin, setelah dokter melakukan visit, ia memang sempat bertanya perkara yang satu ini.
"Mama nggak perlu khawatir, besok pagi Mama udah boleh keluar dari rumah sakit dan bisa menjalani perawatan jalan di rumah."
"Dan kita bakal menempati apartemen yang dipinjamkan Rayden?" tanya Amanda.
Dengan pasih wanita itu menyebut nama pria yang kini menjadi pacar sang putri. Amanda tentu tidak asing dengan nama Rayden. Di kamar Fhelicia, ada banyak sekali foto pria yang berprofesi sebagai aktor itu.
"Selama enam bulan ke depan, kita berdua bakal tinggal di sana. Mama nggak keberatan, kan? Lagi pula, kita bakal lebih nyaman tinggal di sana."
Amanda mengangguk. Mau bagaimana lagi. Putrinya itu sudah membuat perjanjian dengan sang aktor. Tidak ada yang bisa ia lakukan saat ini selain mendukung asalkan hal tersebut tidak melanggar norma atau membahayakan keselamatan sang putri.
"Mama nggak masalah, asal nggak membahayakan atau merugikan kamu secara pribadi. Apa pun itu yang sudah jadi keputusan kamu, Mama akan dukung."
Gadis cantik yang sedang mengikat rambutnya itu menganggukkan kepalanya. Kembali menghambur pelukan sembari mengucap syukur dan terima kasih karena pada akhirnya sang ibu mau mengerti atas keputusan yang sudah ia ambil. “Makasi, Ma. Fheli janji, semua akan baik-baik aja. Fheli juga bakal jaga diri."
"Sama-sama."
"Kalau gitu, Fheli izin berangkat kuliah dulu. Kalau nanti Mama butuh sesuatu, panggil aja perawat yang biasa bantu."
“Iya, sayang. Kamu hati-hati ya di jalan,” pesan Amanda pada putrinya sebelum Fheli melangkah pergi menuju keluar ruangan.
Perjalanan yang Fhelicia tempuh untuk menuju kampusnya sekitar tiga puluh menit. Saat itu ia sampai tepat waktu dan bertemu dengan Adhelia di persimpangan koridor.
“Selamat pagi pacar Rayden,” sapa Adhelia menggoda.
Fhelicia memberikan tatapan mengancam. Suara sahabatnya itu tampak sengaja dinyaringkan sehingga menarik perhatian beberapa orang. “Diam! Adhelia. Omongan kamu barusan udah narik perhatian orang."
"Ya nggak apa-apa. Toh saat ini status kamu emang pacar Rayden," seloroh Adhelia sambil melanjutkan langkah menyusuri koridor.
"Cuma pacar kontrak, Dhel. Nggak lebih. Jadi stop panggil aku pacar Rayden.”
"I don’t care. Mau pacar pura-pura kek, pacar kontrak kek. Intinya kan pacar,” ujar Adhel keras kepala. "Tapi semua orang di seluruh penjuru Indonesia taunya kamu pacar beneran Fhelicia Sharon. Jadi, terima nasib aja," tambah Adhelia dengan wajah sumringah. Seakan-akan ia bangga saat ini memiliki sahabat yang menjadi kekasih seorang aktor terkenal dan juga sedang naik daun.
“Tetap aja aku nggak bisa sembarangan. Kamu harus ingat juga kalau aku dibayar untuk itu,” sahut Fheli lagi, mengingatkan pada Adhel kalau hubungan ini tentang saling menguntungkan.
Rayden untung karena skandal yang akan merusak karirnya terselamatkan dan Fhelicia untung karena dia berhasil menyelamatkan ibunya karena bayaran dari Rayden.
Adhel tertawa lepas saat berhasil menjahili Fhelicia, “Lagi pula siapa lagi coba yang bisa jadi pacar Rayden dan dibayar? Siapa yang nggak mau, kalau kontrak kamu abis, semoga aja manager Rayden tertarik buat ngajak aku kerja sama.”
“Mana mau Rayden sama kamu,” kata Fheli meledek.
“Mau lah!” kata Adhel tidak terima. “Daripada si Aura kasih KW itu, jelas lebih baik aku.”
Mendengar sebutan Adhelia untuk kekasih Rayden membuat Fhelicia tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Bagaimana tidak, Valeria itu seorang model yang menurut Fhelicia memiliki ciri khas wajah yang meski sudah tidak lagi muda, tidak membuat kecantikannya memudar.
“Padahal dia cantik lho,” kata Fheli.
Adhelia mengangguk setuju. “Iya cantik, sih. Aku yakin dia pakai formalin. Makanya kecantikan Valeria sampai detik ini nggak memudar. Tapi sayang banget. Udah tua nggak punya attitude. Heran juga kenapa Rayden suka sama dia. Sampai-sampai rela bayar kamu mahal untuk menutupi skandalnya sama Valeria.”
Fhelicia mengangkat bahunya cuek. Sebenarnya ada perasaan tidak rela juga ketika tahu sang idola malah menjalin hubungan dengan wanita yang lebih pantas menjadi sosok ibu ketimbang pasangan. Tapi, mau bagaimana pun kehidupan pribadi Rayden, Fheli sadar kalau ia tidak boleh ikut campur terlalu jauh.
“Aku gak tau dan gak mau tau juga.”
Kalau dipikir-pikir, Fheli tidak heran kenapa Rayden sangat tergila-gila pada Valeria. Perempuan itu sangat cantik, tubuhnya begitu indah, caranya berpakaian begitu anggun... laki-laki mana yang bisa menolak pesonanya?
“Kalau aku jadi kamu, aku bakalan usahain segala cara buat bikin Rayden baper terus memperpanjang kontrak kalian jadi seumur hidup,” celetuk Adhelia membayangkan ketika dia bangun tidur dan melihat Rayden ada di sampingnya, dan menjadi pacarnya sungguhanz
Fhelicia jadi ikut membayangkan, tersenyum kecil ketika dia ikut hanyut dalam perkataan Adhelia.
“Nah!” sentak Adhel, tersenyum hingga matanya menyipit. “Kamu pasti membayangkan hal yang sama kaya aku kan?!”
Tentu saja Fheli tidak mengaku. “Apaan, sih."
"Alah ngaku aja, Fheli."
"Udah, nggak perlu dibahas. Mending kita buruan masuk kelas."
***
Meskipun sebenarnya sangat malas, sesuai intruksi Nicholas, saat break syuting mau tidak mau Rayden untuk kali kedua menjemput Fheli di kampusnya.
Tentu saja kehadiran Rayden yang notabene seorang aktor terkenal menjadi sorotan semua orang, bagaimana ketampanan laki-laki itu mengundang setiap mata menatapnya tanpa berkedip.
Melihat Rayden secara langsung membuat mereka menyadari Rayden bukan hanya tampan tetapi sangat tampan. Bisik-bisikan terdengar samar-samar mengagumi laki-laki itu, tentunya hal tersebut bukan masalah besar bagi Rayden yang memang terbiasa menjadi pusat perhatian.
“Ganteng banget sih astaga,” gumam seorang mahasiswi yang tengah bergerombol di koridor kampus.
“Dia pasti mau jemput pacarnya itu,” sahut yang lainnya.
“Pacarnya kuliah di sini?” tanya salah satu mahasiswi yang masih belum tahu mengenai Rayden dan Fhelicia yang sedang ramai dibicarakan.
“Beruntung banget ya yang jadi pacarnya Rayden,” tambah mahasiswi lainnya.
"Iya, pacarnya anak fakultas ekonomi angkatan 2020. Kapan hari kan sempat heboh-heboh juga waktu si Rayden tiba-tiba jemput. Sampai masuk berita online juga, kan?"
Rayden yang menyandar di kap mobil, segera menegakkan tubuhnya saat melihat sosok yang dia tunggu kehadirannya. Kacamata yang bertengger di hidung mancung laki-laki itu, diturunkan olehnya.
Tangan Rayden terangkat, melambai ke arah Fhelicia yang berjalan berdampingan dengan Adhelia yang ikut terpukau melihat Rayden. Meski kemarin Adhel sudah melihat Rayden dari jarak yang lebih dekat dari pada ini, tapi tetap saja pesona seorang Rayden tidak bisa diindahkan begitu saja.
“Hai!” sapa Rayden, tersenyum manis ke arah Fhelicia.
Mau tidak mau, Fheli mengikuti drama yang Rayden buat karena untuk inilah Fheli dibayar mahal.
“Hai,” sapa gadis itu lembut, menunjukan ekspresi malu-malu.
Dalam hati, Rayden memuji kepiawaian Fhelicia dalam menjalankan perannya sebagai kekasih seorang aktor. Gadis itu tidak sedikit pun canggung. Terlihat sekali begitu natural.
“Hai, Rayden,” sapa Adhelia. “Kemarin kita belum sempat kenalan, kenalin aku Adhelia.”
Rayden menatap tangan Adhelia yang teulur ke arahnya, laki-laki itu menyambutnya segara. Hal itu sontak membuat Adhelia rasanya ingin pingsan, dia tidak akan mencuci tangannya untuk beberapa hari kedepan.
“Rayden,” ujar laki-laki itu menyebutkan namanya.
Adhelia terkekeh kecil. “Siapa coba yang nggak tau nama kamu di sini.”
Rayden hanya tersenyum tipis menanggapi goyonan Adhelia, laki-laki itu kembali menatap Fheli. “Karena ada break syuting, aku putuskan untuk sengaja jemput. Kamu mau pulang sekarang, Sayang?”
Fhelicia sempat terbengong beberapa saat setelah mendengar ucapan manis yang Rayden katakan. Ia bahkan hampir sesak napas ketika idolanya itu tiba-tiba saja mengacak surainya. Rambut Fheli yang diacak, tetapi hatinya yang berantakan.
“Sayang,” panggil Rayden karena tidak kunjung mendapatkan jawaban. “Mau pulang sekarang?”
Fhelicia tersadar dari keterpakuannya dan segera menganggukan kepalanya. Ternyata berada di dekat Rayden bukan hanya melatih mentalnya karena begitu banyak yang mengaggumi Rayden, tetapi juga melatih kerja jantung Fheli karena ketika Rayden menatapnya terlebih menyentuhnya seperti tadi membuat d**a Fheli berdebar kencang.
“Iyaa,” jawab Fheli, gadis itu kemudian menatap sahabatnya karena sebelumnya Fheli ingin pulang bersama Adhelia. “Dhel, aku nggak apa-apa kalau pulang duluan bareng Rayden?”
Adhelia segera mengangguk. “Fheli, kamu kaya sama siapa aja. Ya boleh dong. Kan dia pacar kamu."
Rayden menatap Adhelia, lalu melihat ke arah Fhelicia. “Atau jamu mau nebeng bareng aku sama Fheli?” tanya laki-laki itu menawarkan.
Segera, Adhel menggeleng. “Aku sudah pesan taxi online jadi nggak bisa ikut kalian.”
Laki-laki yang mengenakan kaos hitam lengan pendek yang dipadukan dengan celana pendek selutut itu menganggukan kepalanya, tidak memaksa Adhelia yang ingin pergi.
Beberapa detik kemudian taxi online yang dipesan oleh Adhelia datang. Segera saja perempuan itu berpamitan kepada Fhelicia dan Rayden. Menyisikan dua sejoli yang terikat kontrak itu berdua.
Begitu bayangan Adhel hilang, Rayden melanjut kegiatannya. Pria itu bantu membukakan pintu mobilnya untuk Fhelicia. “Silakan masuk Tuan putri.”
Perlakuan manis yang Rayden lakukan itu tidak lepas dari pandangan orang-orang yang memang sejak awal kedatangan laki-laki itu, sudah melihat Rayden secara terang-terangan. Ditambah para paparazzi yang mungkin masih mengikuti Rayden dari jejauhan.
“Kamu mau aku anter ke mana?” tanya Rayden ketika mereka sudah ada di perjalanan.
Fheli menatap Rayden dari samping, sebenarnya gadis itu masih tidak menyangka kalau sekarang dia bekerja menjadi pasangan kontrak seorang aktor yang sedikik banyak membuat kehidupan Fhelicia juga ikut disoroti.
“Ke rumah sakit bisa?” tanya Fhelicia karena semenjak ibunya sakit, hanya Fhelicia lah yang merawat ibunya.
“Kamu sakit?” Rayden menyentuh kening Fheli dengan punggung tangannya untuk memastikan suhu tubuh perempuan itu.
Gelengan kecil dari Fheli sudah menjelaskan kalau perempuan itu sedang tidak sakit. “Kamu lupa? Kan waktu di apartemen tempo hari, aku udah jelasin kalau Mama aku lagi di rawat di rumah sakit karena baru selesai operasi."
"Oh, aku baru ingat. Jadi, uang dari Nicholas, kamu pakai buat biaya operasi Mamamu?"
Fhelicia mengangguk.
"Secara nggak langsung, kalian berdua udah selamatkan nyawa Mamaku."
"Ya udah, kalau gitu, sebagai pacar kontrak, nggak ada salahnya aku sekalian jenguk Mamamu."
Fhelicia langsung menoleh. Sebenarnya agak aneh sekaligus canggung karena sikap Rayden hari ini tidak se-menyebalkan seperti kemarin-kemarin.
"Serius mau jenguk Mamaku?"
Rayden mengangguk yakin.
"Serius lah."
Tidak ingin berdebat dengan Rayden, Fhelicia memilih diam saja. Dia hanya menunjukan arah menuju rumah sakit tempat ibunya di rawat.
Begitu sampai dan sebelum benar-benar turun, Rayden mengambil topi dan masker di dashboard mobilnya. Jika di kampus tadi ia sengaja show off. Sekarang, malah bersikap seolah ingin menyembunyikan identitasnya.
Fhelicia yang menyadari hal itu tidak sedikit protes atau bertanya. Memilih diam saja. Dan ketika meyakini Rayden sudah siap, ia pun gegas turun dari mobil. Kemudian melangkah memasuki area rumah sakit, hingga akhirnya sampai di kamar tempat Amanda selama ini menjalani perawatan.
"Ma," panggil Fhelicia saat masuk ke ruangan.
Saat ini, Fhelicia dan Rayden dapat melihat bagaimana Amanda yang tengah bersiap menyantap makan siangnya.
Di luar dugaan Fhelicia, tanpa diperintah sedikit pun, Rayden ternyata malah melangkah mendekat lalu mengajak sang ibu bersamaan.
"Selamat siang, Tante," sapa pria itu dengan ramah. "Saya Rayden, pacar Fhelicia."
"Pacar kontrak?" ralat Amanda dengan nada dingin.
Rayden terdiam sejenak, lalu tak lama menatap ke arah Fheli. Rupanya pacar kontraknya itu sudah menceritakan perihal apa yang kini tengah terjadi antara dirinya dan Fhelicia.
"Bisa dibilang begitu," sahut Rayden dengan canggung. "Tapi, tante jangan khawatir. Saya nggak bakal berbuat macam-macam atau merugikan Fhelicia sedikit pun. Kesepakatan di antara kami berdua di landasi oleh hukum. Kalau terjadi hal-hal yang merugikan atau tidak mengenakkan, Fhelicia bisa tuntut saya sesuai dengan ketentuan hukum."
Amanda menatap Rayden sejenak. Menelisik penampilan pria itu yang memang terlihat rapi dan tidak dipungkiri memang tampan. Pantas saja sang putri selama ini sampai mengidolakn dan begitu tergila-gila dengan pria berwajah blasteran tersebut.
“Saya tau kamu membayar putri saya, tetapi tolong diingat, jangan pernah merendahkan dia ataupun menghancurkan kehidupannya karena dia satu-satunya harta yang saya punya," pesan Amanda.
Rayden mengangguk sopan. Pria itu menyanggupi apa yang Amanda katakan. "Tante jangan khawatir. Saya nggak akan berbuat sesuatu yang merugikan Fhelicia. Lagi pula, saya hanya membutuhkan bantuan Fhelicia selama enam bulan. Selama itu juga, saya janji akan memperlakukan dia dengan baik."
Kali ini Amanda yang mengangguk. Berusaha untuk percaya dengan apa yang Rayden janjikan kepadanya. Bagaimana pun juga, secara tidak langsung nyawanya tertolong karena bantuan pria di depannya ini.