Bab 25 - Mencoba Menjadi Dia

3103 Kata
Halo, Fellas. Kembali lagi dengan cerita bertema remaja dan misteri dariku. Berharap kalian menyukainya. Akan sangat menyenangkan jika kalian dapat menyukai dan memberikan komentar membangun pada ceritaku yang berjudul "Ten Reasons Why She's Gone." ini. Atas kekurangan yang akan kalian temukan dalam cerita ini, penulis memohon maaf. Terima kasih. *** Chapter sebelumnya.. Hati Vanya teriris. Preman-preman itu pasti menghukum Musa karena dirinya kabur dan melarikan diri tanpa sepengatahuan siapapun. Perlahan, air mata terjun bebas melewati kedua pipi gadis itu. Ia menangis melihat Musa yang menderita karena keputusannya. "Maafin aku, Musa," gumamnya. Yang tentu tak akan pernah sampai ke telinga lelaki muda itu. Baron dan dua anak buahnya lantas melanjutkan perjalanan, sembari sesekali mendorong Musa untuk bergerak lebih cepat. Mereka semua pasti sedang mencari Vanya yang dianggap kabur. Dan setelah mereka berempat pergi, barulah Vanya dapat sedikit bernapas lega. Ia segera menyeka air mata di pipinya yang tirus agar Wina maupun Edwin tak curiga. "Gue nggak bisa kaya gini, gue nggak akan biarin Musa menderita lagi." Vanya kemudian memikirkan sesuatu. "Gue harus ngelakuin sesuatu. Gue bakal cari cewek yang namanya Valerie itu dan gue bakal minta tolong sama dia buat nyelamatin Musa. Bodo amat kalau dia mau penjarain gue atau enggak. Yang penting, gue harus tolong Musa sama teman-teman yang lain. Gue nggak akan ngebiarin Baron berlaku nggak adil lagi sama anak-anak itu." Dan hari itu, Vanya pun memutuskan untuk membulatkan tekadnya. Untuk bisa menemukan keberadaan Valerie yang asli dan meminta imbalan bantuan kepada Wina dan Edwin jika berhasil menemukannya. "Musa, bertahan ya. Gue bakal datang dan nolongin lo secepatnya. Gue janji gue bakal datang dan nyelamatin kita semua dari pria busuk bernama Baron itu," kata Vanya bermonolog dengan dirinya sendiri. *** Halaman utama yang akhirnya terbuka membuat kedua mata Vanya membulat seketika. Ia bahkan sampai menutup mulutnya karena hampir berteriak. Vanya benar-benar terkejut. "Gi-gimana dia tahu gue bakal ada di sini dan tanggal lahir gue?" Vanya melihat secarik kertas yang dia simpan di dekat laptop dan berbicara, "Sebenarnya lo itu siapa sih, Valerie?" Seolah-olah kertas itu adalah Valerie. Vanya mencoba menarik napas dalam-dalam, menstabilkan tubuhnya yang mungkin saja akan mendapatkan serangan jantung jika saja usianya jauh lebih tua. Ia kemudian mulai mengutak-atik layar. Namun tak ada apa-apa di sana, selain sebuah folder bertuliskan, Untuk Vanya. Yang hanya membuat gadis itu semakin kebingungan. Ia pun menggelengkan kepalanya perlahan dan mengumpat, "Anjing! Dia bahkan tahu nama gue." *** "Pertama, aku adalah pacar Valerie. Aku akan memperlakukan dia kaya pacar di sekolah, seperti biasa. Kedua, kamu masih sahabatnya dan kita berdua nggak pernah ketahuan selingkuh di belakang dia. Oke?" "Oke. Lalu?" "Kita terus pepet dia, sampai kita dapat apa yang kita mau." "Segitu aja?" Andreas tersenyum lebar dan mencubit pipi kanan Rain dengan gemas. "Gampang, 'kan, Sayang? Udah aku bilang, kita berdua itu memang cocok." Rain membalas senyuman itu malu-malu. Pujian kecil dari Andreas memang selalu berdampak besar untuk perasaan gadis itu. "Yaudah, kita ke kantin dulu, yuk. Kamu pasti lapar 'kan tadi bel istirahat langsung ke sini." "Yaudah, yuk," balas Rain. Dan setelah mereka berdua pergi meninggalkan bangku tersebut, barulah Ardito keluar dari persembunyiannya. Ia yang sejak tadi duduk di balik pohon dengan menggigit tusuk gigi di sudut bibirnya itu pun menatap punggung Rain serta Andreas yang menjauh. Dan setelah mendengarkan semua rencana busuk itu, Ardito hanya bisa menggelengkan kepalanya tak habis pikir terhadap kedua manusia yang kini telah menghilang di balik keramaian murid-murid lain tersebut. "Mereka sama sekali nggak tahu malu." *** Vanya menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan satu dorongan panjang. Gadis itu menatap layar laptop di hadapannya tak percaya dan menggeleng tak habis pikir pada akhirnya. "Kenapa dia bisa tahu gue bakal ada di sini, dia tahu tanggal lahir gue, eh enggak enggak, tanggal lahir kita sama dan.... Dia tahu nama gue! Kebetulan macam apa ini, anjir?!" Gadis itu memijit pelipisnya yang mendadak terasa pening. Semua hal yang terjadi di depan matanya terasa tak masuk akal. Seolah-olah hilangnya Valerie dan kehidupan yang terpaksa ia jalani sudah diatur sedemikian rupa adanya. Semua kenyataan ini tampak sangat janggal baginya. "Gue harus cari tahu, jangan-jangan ... Valerie juga nyimpan barang-barang atau petunjuk lain di sini." Mata Vanya berpendar ke sekeliling ruangan, sebelum kemudian akhirnya beranjak dari kursi di depan meja belajar. "Coba gue liat di sini." Vanya mulai memeriksa lemari baju, melihat ke segala sisi di tempat sang pemilik kamar menyimpan baju dan gaun-gaun mahalnya. Kemudian mata hitam kecokelatan miliknya berpindah ke sudut yang lain, barangkali ada petunjuk yang dapat membantunya menemukan Valerie lebih cepat. Meski semua usahanya akhirnya tidak membuahkan apa-apa. Percuma. Sebuah ketukan di pintu, membuat tubuh Vanya menjadi waspada. "Non? Boleh saya masuk, Non?" Itu Bi Inah. Dengan segera Vanya membereskan barang-barang yang sebelumnya tampak berantakan karena digeledah olehnya. Ia juga menutup kembali laptop di meja belajarnya agar tak meninggalkan jejak apapun. Sebelum kemudian melangkah menuju pintu kamar dan membukakannya untuk Bi Inah. Vanya mencoba tersenyum di hadapan wanita paruh baya yang berdiri di sana. "Iya, Bi? Ada apa?" Bi Inah balas tersenyum. "Itu Non, makanan sudah siap. Bibi teh disuruh sama Ibu, buat panggil Non Valerie. Mau makan bareng-bareng katanya." "Ooh gitu. Yaudah Bi," kata Vanya pada akhirnya. Ia kemudian keluar dari kamarnya dan menutup pintu. Berjalan bersama Bi Inah menuju meja makan di lantai dasar rumah itu. Bi Inah tak banyak berbasa-basi hari ini, karena wanita itu masih teringat dengan keanehan yang ada pada Valerie di depannya tersebut. "Silakan, Non," ucap Bi Inah begitu mereka sampai. Wina yang baru selesai menyiapkan makanan di atas meja makanpun segera menyambut Vanya. Ia tersenyum lembut dan berkata, "Valerie ayo kita makan bareng." Wanita itu duduk lebih dahulu, sebelum kemudian disusul oleh Vanya. "Hari ini Bi Inah masak banyak dan enak-enak semua masakannya." "Ah, Ibu, bisa aja," timpal Bi Inah malu-malu. "Yaudah saya ke belakang dulu ya, Bu. Mau sapu-sapu di taman." "Oke, Bi." Wina memberikan nasi dan beberapa lauk di piring milik Vanya. "Ayo dimakan dulu, kamu pasti capek karena harus ikuti banyak pemeriksaan kesehatan tadi." "I-iya, Ma." Keduanya pun mulai menikmati makanan yang tersedia di atas meja. Hingga akhirnya, sebuah pikiran terbesit di kepala Vanya. Ia menyudahi kegiatan makannya dan berdeham pelan. Sebelum kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada Wina, "Ma, ada sesuatu yang mau aku tanyain." Wina menoleh dan buru-buru menelan makanan dimulutnya. "Tanya apa, Sayang?" "Uhm, Valerie itu ... orangnya kaya gimana sih, Ma?" *** INFO TIME. Anak usia PAUD atau TK pasti akan membutuhkan teman bermain. Sebab, dengan memiliki teman atau sahabat bisa menjadi pondasi penting di dalam kehidupannya. Namun, penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki masalah dalam berinteraksi dengan teman sebayanya akan mengalami guncangan emosi lebih besar, dibanding anak yang punya banyak teman. Ketika dewasa, anak tersebut bisa mengalami guncangan emosi yang tidak dapat diatasi hingga seringkali menyebabkan anak berbuat hal-hal negatif. Anak susah bersosialisasi itu biasanya anak pemalu. Jadi, jangan sampai anak Anda jadi anak pemalu. Sebisa mungkin ajarkan anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Tapi, bagaimana jika anak Anda sulit diajak bersosialisasi? Anak Anda pemalu? Maka, simak baik-baik 10 cara mengajarkan anak bersosialisasi sejak usia dini yang dirangkum dari laman Sahabat Keluarga Kemendikbud RI ini: 1. Biarkan anak berekspresi Ketika masih kecil, cobalah untuk memberi kesempatan pada anak untuk berkumpul bersama dengan teman-temannya. Misalnya mengikuti kegiatan olahraga, atau kegiatan-kegiatan lain yang dapat mendorong bakat mereka. Anak akan sangat menikmati apabila mereka dapat menunjukkan bakat serta minatnya. Salah satu penyebab kurangnya rasa percaya diri pada anak, adalah karena anak tidak memiliki ruang untuk berekspresi. 2. Jadilah role model Sebagai orangtua, Anda harus bisa memberi contoh yang baik pada anak. Jadilah role model yang baik bagi anak-anak Anda. Sebab, anak biasanya akan mencontoh perilaku dan sikap orangtuanya. Dengan melihat bagaimana orangtuanya menyapa, berbicara dan bergaul dengan orang lain, hal ini akan membuat anak lebih mudah untuk bersosialisasi dengan teman-temannya 3. Hadirkan suasana terbuka Cobalah untuk menghadirkan suasana keluarga yang terbuka. Salah satunya dengan mengajak anak Anda berkomunikasi tentang berbagai kegiatannya sehari-hari. Luangkan waktu untuk berbicara dengan anak sedikitnya dua kali dalam sehari, dan biarkan anak mengeluarkan isi hatinya. Hal seperti ini akan membuat anak berani untuk bertanya, minta pendapat, ataupun sekedar curhat saja. 4. Bermain bersama Bermain adalah salah satu cara untuk mengakrabkan diri dengan anak lain, dan dengan bermain anak menjadi lebih bebas dalam mengeluarkan ekspresinya. Ajak anak Anda untuk sesekali bermain di luar rumah bersama teman-temannya, atau Anda bisa meminta saudara sepupu atau teman dekatnya untuk menginap di rumah ketika liburan sekolah tiba. 5. Aktivitas berkelompok Agar mudah bersosialisasi, coba ajak anak Anda untuk bergabung dalam suatu komunitas atau tim olahraga yang sesuai dengan minatnya. Selain dapat mengasah bakat mereka, kegiatan semacam ini juga dapat memberikan kesempatan pada anak untuk bergaul dan mendapat teman baru. 6. Ajarkan etika bergaul Ketika bergaul, anak harus diberikan pengertian untuk menghargai orang lain. Dengan memiliki etika bergaul yang baik, anak tidak akan canggung untuk bergaul dengan teman sebayanya ataupun orang yang usianya jauh lebih tua. 7. Rasa percaya diri dibangkitkan Sebagai orangtua tentu memahami karakter anaknya. Jadi, lebih baik bantu dia untuk menemukan dan membangkitkan rasa percara diri dengan cara berkomunikasi secara personal. 8. Anak selalu diperhatikan Ketika anak berinteraksi dengan temannya, cobalah untuk memperhatikanya. Jika anak Anda pemalu, jangan terlalu memaksanya, tetapi bantulah dia untuk dapat membuka diri dengan teman-temannya. Dukungan dari orangtua sangat membantu anak untuk bersosialisasi. 9. Jangan protektif Menjadi orangtua harus bisa menjaga diri, jangan sampai Anda terlalu protektif. Biarkan anak untuk berinteraksi dengan orang lain dan belajar melakukan sendiri. Misalnya saja membayar sendiri saat jajan. 10. Coba jelaskan arti teman Cobalah untuk menjelaskan pentingnya mempunyai teman. Jika anak Anda memiliki pribadi yang tertutup, berilah mereka cukup waktu untuk membuka diri. Karena ketika mereka merasa nyaman, saat itulah mereka akan bersosialisasi dengan orang lain. *** Mama tentunya dulu pernah merasakan, seperti apa uniknya pertemanan saat Mama ada di usia ini. Beberapa anak bisa jadi mudah berbaur dengan anak lain di sekolahnya. Namun, ada pula anak yang cukup kesulitan mencari teman yang memiliki minat yang sama. Beberapa anak memiliki sahabat erat yang bisa berbagi apapun, namun ada juga anak yang berharap mereka memiliki sahabat dekat di sekolah. Ini 7 hal yang dapat Mama lakukan untuk membantu meningkatkan keterampilan si Anak dalam bersosialisasi di sekolah atau lingkungan pergaulannya, sehingga ia dapat menghadapi tantangan yang ia alami bersama teman sebayanya. 1. Dengarkan masalah yang dihadapinya dengan teman sebaya Pada masa ini, si Anak tentunya mengalami saat-saat, di mana ia bermasalah dengan teman sebayanya. Sekecil apapun masalah yang ia hadapi, Mama jangan sampai menyepelekan hal ini depan si Anak. Jangan pula mengecilkan dirinya dengan mengejek, masa iya ia tak mampu menyelesaikan masalah sesepele ini. Mama juga tak akan membantunya menyelesaikan masalah jika Mama langsung mengaturnya untuk melakukan berbagai hal. Jadi, Mama harus benar-benar mendengarkan apa perasaan yang ia miliki. Kemudian bantulah ia memecahkan masalahnya bersama-sama. 2. Jangan berpihak jika ia bertengkar dengan temannya Pertengkaran atau perdebatan tentu akan muncul dalam pertemanan. Jika ini terjadi, Mama perlu mendengarkan pandangan si Anak dan berempati pada apa yang ia rasakan. Namun, tahan diri Mama untuk menyalahkan temannya. Jika Mama mendapati anak Mama lah yang tidak adil, cobalah mengajaknya membayangkan, bagaimana sudut pandang temannya itu, tanpa langsung menyalahkan anak Mama. Mama bisa mengatakan misalnya, "kenapa ya, Diva berkata hal buruk seperti itu, mungkin nggak ya dia kecewa karena kamu nggak mau masuk ke kelompok belajar dia, dan kamu malah memilih kelompok belajar Nina?" 3. Bantu si Anak belajar menyatakan perasaan tanpa amarah Membentak temannya karena kesal bisa saja terjadi pada si Anak. Entah Mama sadari atau tidak, sebenarnya ini merupakan tantangan bagi kita semua. Jadi, si Anak butuh Mama untuk membimbingnya serta melatihnya. Misalnya si Anak berteriak kesal kepada temannya karena ia dan teman lainnya selalu diatur-atur. Mama bisa menasehatinya, misalnya, "Mama tahu kamu kesal sekali sama Evan. Tapi, dibandingkan kamu marah-marah seperti ini, kamu bisa kan, bicara dengan dia dan kasih tahu apa yang kamu sebenarnya inginkan dari si Evan?" 4. Biasakan anak untuk mengenali perasaan dan mengungkapkannya Saat anak bermasalah dan merasa sedih karena disakiti oleh temannya, Mama tentunya dapat dengan mudahnya mengatakan kepada anak untuk meninggalkan temannya itu, karena toh masih banyak teman lainnya. Namun, Mama, hal ini tak akan membantu si Anak sama sekali. Mengatakan kepadanya untuk meninggalkan teman yang sebenarnya ia sayangi, sama saja dengan mengabaikan perasaan si Anak dan membuatnya terperangkap dalam kenangan kemarahan dan tersakitkan. Berempatilah pada si Anak agar ia memang merasakan apa yang ia rasakan saat kecewa dan marah. Katakan padanya bahwa tak mengapa ia mengalami perasaan seperti itu. Nantinya, saat kekecewaan atau kemarahannya surut, ia akan lebih tenang dalam menyelesaikan masalah yang ada. Entah itu artinya berbicara baik-baik dengan temannya, atau memang mengakhiri pertemanannya. 5. Belajar mengatasi teman yang bossy Semua anak tentunya bersikeras agar keinginannya terpenuhi, tetapi sekaligus ingin agar teman-temannya tetap bermain dengannya. Jika hal ini terjadi pada anak Mama dan bersikap egois terhadap teman sepermainannya, Mama bisa bertanya kepadanya, "Lebih penting mana, main seenak kamu sendirian, atau kamu mengalah sedikit tapi Windy mau main sama kamu? Nah, jika Mama melihat teman sepermainnya yang justru bossy, Mama bisa membantu si Anak untuk berkata setidaknya seperti ini kepada temannya itu, "Aku sebenernya ingin main sama kamu, Ellen, tapi kita kan sudah main boneka terus dari tadi, dan aku bosan. Bisa nggak kita main yang lain?" 6. Cari cara untuk membantu si Anak Mama juga harus memperhatikan si Anak saat ia bermain dengan teman-temannya. Lihatlah apa yang salah. Baik dari diri temannya, maupun dari anak Mama sendiri. Jika hal ini memang menjadi suatu masalah, misalnya sampai melibatkan fisik, atau ada yang tidak mau mendengarkan yang lain, coba Mama cari jalan untuk membantunya. Bermain dengan boneka dan bermain role play bisa jadi salah satu cara untuk membantu si Anak. Jadikan boneka itu sebagai teman-temannya, dan tirulah situasi yang dihadapi si Anak sambil membuat suara-suara boneka lucu, dan selesaikan masalah yang ada di sana. Selain itu, buku juga bisa membantu anak untuk menyelesaikan masalah sosialnya. Hal yang Mama harus lakukan adalah mendukung si Anak, alih-alih berusaha "memperbaiki" si Anak. 7. Mama harus bersikap sensitif terhadap tanda-tanda dari orangtua lain atau anak lainnya Mama juga harus mau mendengarkan mama lainnya. Misalnya jika mama lain mengatakan bahwa si Anak memukul anaknya. Mama jangan malah merasa malu, tapi bantu posisikan anak Mama, bagaimana perasaannya jika ia berada di posisi anak yang ia pukul? Bantulah anak Mama untuk mencari kata-kata yang pas untuk meminta maaf. Setelah itu, dalami masalahnya dan bantu dia agar dia bisa mengendalikan dirinya jika hal seperti itu terjadi lagi. Tegaskan bahwa ia harus selalu mau bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan. Mama juga harus mencari tahu sumber masalah kelakuannya ini. Apakah ia sering menonton adegan yang mengandung kekerasan? Atau justru Mama sendiri yang bersikap keras terhadapnya? Cobalah untuk mengevaluasi dan memperbaiki hal ini. *** Banyak yang percaya dengan mitos anak lelaki terlahir dengan kecerdasan emosi yang lebih rendah dibanding anak perempuan. Sedikit saja tidak suka dengan omongan orang lain, anak lelaki bisa langsung marah. Tak jarang, marahnya ini dilampiaskan secara berlebihan sampai memukul teman. Duh, Mama pasti tidak mau kan anak lelaki Mama tumbuh menjadi remaja pemarah dan kasar seperti ini. Untuk itu anak lelaki harus bisa melawan stigma tersebut, bahwa anak lelaki juga bisa memiliki kecerdasan emosi. Jika anak Mama adalah salah satu anak yang tergolong pemarah (atau bahkan suka mem-bully teman), maka Mama perlu mengetahui terlebih dahulu alasannya melakukan itu. Umumnya anak lelaki melampiaskan emosi buruk itu hanya untuk menghindari rasa malu, terasing, atau bahkan di-bully. Takut dirinya dipermalukan atau dijahati teman, maka anak lelaki Mama tumbuh menjadi sosok yang paling ia takuti atau hindari. Atau lebih parahnya, beberapa anak lelaki bersikap kasar hanya agar diterima di kelompok pertemanan tertentu, yang menurutnya keren. Wah, jangan sampai ini terjadi pada anak lelaki Mama, ya. Untuk mencegah itu, maka Mama bisa melakukan 5 cara berikut ini untuk membesarkan anak lelaki yang cerdas secara emosi. Bagaimana caranya? Simak 5 langkah ini yuk, Ma. 1. Hormati dan lindungi kehidupan emosinya Seiring bertambahnya usia anak, semakin besar pula kebutuhannya untuk mengeksplorasi apa yang ada di dalam dirinya. Maka beri anak izin untuk mengenal dirinya sendiri (self-awareness). Hormati apa yang anak rasakan, dan jangan mendikte apa yang harus ia rasakan. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), masa remaja adalah masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood bisa berubah dengan sangat cepat atau yang sering disebut mood swing. Itu adalah hal yang normal terjadi, Ma. Untuk itu, ciptakan lingkungan yang nyaman agar anak bisa mengekspresikan kebutuhan emosi tersebut, tanpa perlu merasa takut atau malu. 2. Beri rasa tanggung jawab dan percaya diri Menurut IDAI, remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya diri, dan tentu saja mampu bertanggung jawab. Rasa percaya diri dan tanggung jawab ini yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Dengan modal rasa percaya diri dan sikap penuh tanggung jawab inilah ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain juga lingkungan. 3. Bentuk kepekaan akan emosi diri sendiri Ajarkan anak bahwa emosi yang ia tunjukkan adalah sumber informasi paling tepat bagi orang lain untuk mengetahui siapa diri kita sebenarnya. Ajarkan anak untuk mengucapkan apa yang ia rasakan, bukan hanya apa yang ia pikir. Bagi Mama dengan anak usia pra-remaja (usia awal pubertas), maka Mama bisa mengajaknya mengenali atau bahkan memberi nama dari emosi-emosi yang ia rasakan. Tujuannya adalah untuk memperkaya perbendaharaan kata akan spektrum emosi manusia. Setiap emosi buruk yang ia tunjukkan, beri tahu dampaknya bagi tubuh dan kesehatan jiwanya. 4. Mengenal kecerdasan emosi orang lain Untuk menjaga hubungan baik dengan teman atau orang lain, maka sangat penting bagi anak untuk bisa mengenali kecerdasan emosi orang lain. Tak hanya itu, anak juga perlu diajarkan bagaimana cara menghadapinya. Namun sebelum memiliki kemampuan ini, anak harus bisa peka terhadap perasaan orang lain. Kemudian ajarkan ia bagai cara mengantisipasi, mengenali, dan mengimbangi perasaan orang lain, baik itu teman, keluarga, dan bahkan orang tak dikenal. 5. Beri pengertian tentang 'cowok macho' Beberapa anak membuat definisinya sendiri akan arti jantan atau macho. Sayangnya, ada yang salah mengerti, dan menafsirkan macho itu harus suka berkelahi dan berani mem-bully orang. Waduh, jangan sampai anak Mama seperti ini, ya. Untuk itu, beri tahu anak kalau di dunia ini ada begitu banyak cara baik untuk tampil macho. Pria sejati itu bukan yang suka berkelahi, namun justru yang memiliki kecerdasan emosi. Semakin baik sikap pria, semakin macho pula ia di mata semua orang. Namun untuk mengajarkan ke tahap ini, jangan paksa anak untuk merasakan hal yang tidak ia rasakan. Maka berilah contoh bagaimana cara pria sejati bersikap pada orang lain dan pada dirinya sendiri. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi anak lelaki yang peduli, pria pemberani, ayah yang penuh cinta, teman yang baik, pasangan yang setia, pekerja yang produktif, dan tentu saja masyarakat yang berguna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN