5. Mendekati Gava

1161 Kata
Saat memasuki auditorium, suasana yang begitu tenang menyambut kedatangan Clara. Gadis itu mengedarkan pandangannya, merasa takjub dengan jumlah orang yang ada disana karena saking banyaknya. "Gila, banyak juga yang harus gue curigai." Gumamnya merasa beban dipundak semakin bertambah. Clara sekali lagi mengakui, ikut berkuliah disini adalah keputusan yang tepat. Clara tidak menoleh sedikitpun, tapi dia tahu bahwa ada seseorang yang tengah berjalan mendekat ke arahnya. "Jurusan apa, dek?" Mata Clara menelik penampilan seorang wanita yang baru saja berbicara dengan namanya. Dilihat dari pakaian yang dikenakan serta kokarde yang bergantung di leher membuat Clara tahu bahwa wanita ini adalah salah satu bagian Badan Eksekutif Mahasiswa yang ada di Victorian Univercity. "Kedokteran." Jawab Clara singkat tanpa menambahkan embel-embel kakak saat berbicara dengannya Wanita itu lantas saja mengangguk, detik berikutnya dia meminta Clara untuk segera mengikutinya untuk dicarikan tempat duduk yang sesuai dengan jurusan yang Clara miliki. Hanya satu kursi yang tersisa, membuat Clara tak punya pilihan lain untuk duduk disana. Dari tempat duduk yang terletak di barisan paling belakang ini, Clara lagi-lagi mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Gava. Berharap saja dari foto-foto yang ia lihat semalam dapat membantu Clara menghapal wajah targetnya tersebut. "Itu dia!" Seru Clara didalam hati kala melihat Gava yang duduk di barisan nomor dua dari depan membuat gadis itu menyadari jarak duduk keduanya sangat jauh. Mengingat jumlah mahasiswa yang begitu banyak membuat Clara sadar, bahwa memantau diam-diam dari kejauhan seperti ini tidak akan terlalu membantu. Bagaimanapun caranya, Clara harus mendekati Gava. Menyadari tidak adanya rencana lain, Clara langsung berdiri dari duduknya dan melangkah ke depan. "Permisi, mau ganti tempat duduk ga? Gue duduk di pojok belakang sana, ga kedengaran rektornya bilang apa." Ujar Clara sembari menepuk bahu seorang pria yang tengah tertidur duduk di samping Gava. Dengan mudahnya pria itu setuju begitu saja, dia memang tidak niat untuk mendengarkan celotehan pak tua di depan sana, mumpung ada yang ingin menukar tempatnya dengan tempat duduk paling belakang tentu tak akan dia lewatkan, dia bisa menyambung tidurnya disana tanpa takut ketahuan. "Boleh, tapi kasih nomor lo dulu baru gue mau pindah." Ujarnya mengajukan syarat membuat senyuman tipis lantaran jijik muncul di wajah Clara. Pria itu bahkan terang-terangan memperhatikan lekuk tubuh Clara yang tercetak sempurna oleh pakaian yang dikenakannya. Clara berusaha meredam emosinya saat pria itu menyodorkan ponsel. Sambil tersenyum Clara mengetikkan sebuah nomor disana yang tentu saja bukan nomor ponsel miliknya. Itu hanyalah angka-angka random untuk menipu pria berhidung belang itu. "Sudah, boleh kita tukar tempat duduk sekarang?" Tanya Clara sembari memberikan kembali ponsel pria itu. Namun, saat melihat layar ponselnya ekspresi tidak puas muncul di wajah pria itu. "Nama?" Tanyanya karena Clara tak menuliskan nama disana. Clara kembali memamerkan senyuman yang paling indah, tubuhnya sedikit tertunduk untuk mendekati pria yang tengah berusaha menggodanya itu. "Ayolah, kita bahkan bisa membahas hal yang lebih penting dari pada nama saat bertelponan nanti malam." Ucapnya dengan nada yang sepenuhnya menggoda. Bagi Clara, bersikap seperti w*************a adalah hal yang begitu mudah. Dia cukup ahli karena kala menghadapi musuh seorang pria, perilaku seperti ini sangatlah membantu keberlangsungan misinya. Seperti hal nya yang sudah diprediksi oleh Clara, pria itu langsung tersenyum puas dan beranjak dari sana. Sebelum benar-benar pergi, sang pria memberikan kode menggunakan jarinya seolah ia benar-benar akan menghubungi Clara malam nanti. "Hubungi saja nomor palsu itu sial*n!" Ucap Clara di dalam hatinya. Bertolak belakang sekali dengan wajahnya yang masih saja tersenyum melihat pria berhidung belang itu. Setelah pria itu benar-benar pergi, Clara langsung duduk di sana. Tempat duduk yang berada tepat disamping Gava. Bolehkah Clara memberikan pendapatnya sekarang? Setelah dilihat-lihat pria ini ternyata lebih tampan saat dilihat secara langsung dari pada hanya dipandang melalui foto. Hidung mancung dan alis yang tebal itu tak terlalu mencolok kala dilihat dari selembar kertas saja. Namun, saat dilihat secara dekat seperti ini membuat Clara merasa sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Clara bisa menjalankan misi, mendapatkan uang, lalu bisa pula mencuci mata sembari memandangi wajah tampan milik Gava. Pada misi kali ini Clara akui bahwa ia sangat beruntung. "Berhenti menatap wajah saya. Itu sangat mengganggu." Clara terlonjak kaget kala Gava membuka mulut. Apa niatnya terlihat sejelas itu? Mendengar nada dan gaya bicara milik Gava membuat Clara mengingat seseorang dianggota timnya yang kaku layaknya Gava sekarang. "Raka, gue nemuin kembaran lo." Ucapnya didalam hati. "Sorry, salahin bentuk wajah lo yang sempurna ini, mata gue cuman ngagumin ciptaan tuhan aja." Ucapan Clara yang terang-terangan memuji wajahnya membuat semburan merah mengusai ujung telinga Gava. Tidak bisa dipungkiri, Gava tahu bahwa semenjak duduk dibangku sekolah menengah pertama sudah banyak orang-orang yang menyukainya. Namun tak ada yang terang-terangan seperti Clara bahkan dipertemuan pertama mereka. Jika mengingat bagaimana Clara mengusir pria yang duduk di sebelahnya tadi membuat Gava sadar, bahwa Clara adalah wanita pengg*da yang ulung. Begitu lah kesan pertama yang Gava miliki terhadap Clara. Tentu kesan tersebut tidak terlalu baik untuk orang yang baru saja ditemui. Clara sendiri tak ada niatan untuk berpura-pura lugu. Dia akan tetap menjadi dirinya sendiri selama menjalani misi ini, toh dia berkuliah dengan identitas aslinya. Selain mengenai dirinya yang merupakan bagian dari agen rahasia yang tengah menjalani misi, tak ada lagi hal lain yang perlu ditutup-tutupi. "Luarnya saja yang kaku, ternyata aslinya sepolos ini." Batin Clara sembari memperhatikan telinga yang masih saja memerah itu. Pada akhirnya Clara menjulurkan tangan kanannya ke arah Gava, mengajak pria itu berkenalan dengan cara yang benar. "Gue Clara Jackson Williams, kalau lo?" Tanyanya. Gava melirik singkat pada tangan Clara, lalu mengalihkan pandangannya pada seorang pak tua yang sedari tadi tidak siap-siap juga dengan wejangan yang diberikan di atas panggung sana. "Gava Dalvis Wilson." Jawabnya singkat tanpa membalas jabat tangan yang Clara berikan. Clara tak merasa malu karena jabat tangannya ditolak, dia hanya merasa sedikit kesal saja. Tangan kanan yang awalnya mengajak berjabat tangan itu beralih menepuk bahu Gava dengan posisi merangkul. "Jangan kaku gitu dong, gimana pun kedepannya kita bakalan sering ketemu." Ujarnya membuat kening Gava mengkerut. Dia juga tidak suka dengan tangan Clara yang masih saja bertengger di bahunya. Tangan Gava bergerak cepat untuk menyingkirkan tangan Clara dari bahunya, wanita ini sangat berbahaya. "Kenapa? Tak ada alasan bagi saya dan kamu untuk bertemu lagi." Ucapnya merasa yakin. Clara pun tersenyum picik. Pergerakannya beralih merogoh isi ranselnya mencari sesuatu yang bisa dimakan disana. Mungkin saja Raka memasukkan permen atau coklat seperti biasanya. "Apanya yang kenapa? Kita berkuliah di kampus dan jurusan yang sama. Lo pikir kita bakalan ketemu sekali ini doang? Ya nggak lah!" Ujarnya memberikan alasan yang masuk akal. Membayangkan mereka yang harus bertemu setiap hari adalah mimpi buruk bagi Gava. "Semoga saja itu tidak pernah terjadi." Do'a Gava didalam hati karena akan sangat merepotkan jika ia harus berurusan dengan wanita seperti Clara dalam kegiatan perkuliahannya. Mimpi buruk ini tidak boleh terus berlanjut. Namun sayang sekali, do'a Gava tampaknya tak akan pernah terkabul karena kedepannya Clara akan terus menempel layaknya prangko disisi Gava. Clara Jackson Williams akan terus mendekati Gava Dalvis Wilson. Menjaga pria itu dari orang-orang yang berniat membunuhnya. Akankah semuanya bisa berjalan dengan lancar seperti yang Clara rencanakan? ...

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN