Di dalam Miracle universitas, gedung dengan penghuni paling unik dan beragam adalah gedung fakultas seni. Mungkin karena secara turun-temurun keluarga Miller sangat tertarik dengan seni, maka hingga kini, halaman dan gedung paling besar di dalam universitas bergengsi itu adalah gedung tempat orang-orang dengan kreativitas tinggi itu menuntut ilmu.
Hal pertama yang menarik perhatian dari fakultas seni adalah bentuk gedungnya yang menyerupai tiga menara tinggi dengan koridor penguhubung diantaranya. Desainnya yang layaknya kastil abad pertengahan juga menjadikannya sebagai gedung paling populer untuk dikunjungi saat ada festival.
"Jadi kau juga di fakultas seni?" Rose menoleh pada pria yang masih tersenyum lebar mengikutinya dan membayangkan telinga coklat berbulu muncul di kepala pria itu.
"Ya, aku juga jurusan seni lukis sepertmu."
Rose mengangkat alis. Ini adalah pertama kalinya dia melihat Theodore, jadi dia bertanya, "Mahasiswa baru?"
Theodore mengangguk keras, seolah bangga pada tebakannya yang tepat. Anggukannya tanpa sengaja menyebabkan rambut coklat ikalnya bergerak dan terlihat semakin lembut.
Rose menghela napas karena pikirannya mulai memunculkan ekor tambahan yang sedang bergerak penuh semangat di belakang lawan bicaranya itu. "Jadi kau belum punya kartu mahasiswa?"
"Kartu mahasiswa?" Theodore memiringkan kepala. "Jika maksudmu adalah kartun identitas mahasiswa, maka aku belum punya."
"Jadi kau bolos mata kuliah pertama?" Pasalnya, jika belum memiliki kartu mahasiswa, siapapun akan dianggap orang asing dalam universitas dan tidak memiliki akses masuk ke dalam ruangan manapun, semua pintu ruangan di Miracle universitas dilengkapi dengan sensor yang hanya mengenali mahasiswa yang sudah terdaftar dan memiliki kartu indentitas mahasiswa. Jadi biasnya mahasiswa baru harus memiliki kartu itu dulu sebelum bisa berkeliaran di dalam universitas,
"Tidak, aku tidak bolos. Aku belum punya mata kuliah." Wajah Theodore berubah dari terkejut lalu panik mencoba untuk menjelaskan. "Besok adalah hari penyambutan mahasiswa baru, aku hanya datang untuk melihat-lihat hari ini agar bisa lebih familiar dengan semua ruangan"
Pantas saja, mahasiswa baru hanya bisa menerima kartu identitas mereka di hari penyambutan. Tapi tidak ada salahnya mendapatkan kartu identitas lebih awal, beberapa orang yang memiliki kenalan di dalam universitas biasanya melakukan itu.
"Ikut aku." Rose berbalik dan berjalan masuk ke dalam gedung, seperti sebelumnya. Semua mahasiswa yang mereka lewati akan membuat jarak aman dengannya, seolah takut jika menginjak bayangan si mawar berduri, kehidupan nyaman mereka di kampus akan berakhir.
Rose tidak habis pikir mengapa orang-orang ini percaya pada rumor yang seperti itu, lagipula dia hanya pernah menendang beberapa pria keluar dari universitas karena mencoba untuk melecehkannya.
Theodore berjalan dan melirik wajah tenang Rose lalu menatap lantai, melirik lagi lalu beralih ke depan, melirik lagi dan...
"Apa ada sesuatu yang aneh dia wajahku?" Rose tiba-tiba berhenti dan menoleh dengan kesal.
"Oh! Ya! Kau terlihat can... tik..." Theodore langsung menutup mulutnya begitu dia sadar bahwa telah mengakui isi pikirannya dengan blak-blakan. Wajahnya segera memerah, hingga Rose membayangkan daun tomat berwarna hijau segar timbuh di kepala pria itu.
Di negara ini, hampir semua orang yang mengenalnya tau bahwa Rose adalah orang dengan kreativitas yang tinggi, yang artinya dia juga memiliki imajinasi yang sama tingginya, tapi Rose tidak pernah menyangka bahwa hanya dalam sehari, dia telah membayangkan seseorang sebagai anjing yang imut dan tomat yang menggemaskan.
Rose memegangi kepalanya. " Apa kau sudah dengar rumor tentangku" Saat ini, untungnya mereka sedang berdiri di koridor yang cukup sepi, jika tidak. Maka Theodore akan segera terisolasi dari para seniornya karena orang-orang akan berpikir dia telah memprovokasi Rose.
"Rumor apa?"
"Kau benar-benar belum mendengarnya?" Rose menyipitkan mata. Karena biasanya, untuk menghindari kejadian sama terulang kembali, para senior akan memperingatkan mahasiswa dengan wajah baru untuk menghindari ladang ranjau bernama Rose.
Theodore tiba-tiba mengingat tentang senior berkacamata yang sempat bercakap-cakap dengannya. "Ohh! Rumor tentang Ratu dan Mawar?" Dia mengangkat jempolnya. "Julukan Ratu Mawar memang cocok denganmu."
Ratu mawar? Rose mendengus. Apakah pria di hadapannya ini memang bodoh atau hanya pura-pura bodoh, di universitas ini tidak mungkin ada orang yang akan memberinya title seperti fairy tale itu, jika memang ada, mereka akan mengatakan bahwa dia seperti ratu penyihir atau sebagainya.
"Lupakan." Rose melanjutkan langkah, dia tidak suka berbicara dengan orang yang suka mengumbar kata-kata manis tapi palsu. Bahkan jika Theodore tidak terlihat seperti itu, tapi Rose tidak pernah menilai seseorang sesuai penampilannya.
"Aku tidak bodoh atau pura-pura bodoh." Theodore mengejar dan kembali berjalan di sisi Rose, masih dengan senyumnya yang lebar. "Orang mengatakan bahwa aku harus menghindari si ratu lebah dan mawar berduri. Tapi bagiku dua sebutan itu bukan alasan untuk menghindari seseorang. Aku belum mengenalmu dengan baik, bagaimana bisa aku menghindar hanya karena rumor yang belum tentu benar."
"Rumor itu memang benar," sahut Rose datar.
"Berarti kau bukan orang yang palsu."
"Apa?"
"Di dunia ini, tidak ada orang yang suka memiliki reputasi yang membuatnya dihindari orang banyak, karena itulah banyak yang berpura-pura baik agar mendapatkan banyak perhatian. Tapi orang sepertimu yang bahkan mengakui rumor tidak mengenakkan secara gamblang adalah orang paling jujur pada diri sendiri. Aku paling menggemari orang seperti itu."
Rose menatap pria dihadapannya seolah warna ekor dan telinga imajinasinya berubah warna warni. "Dasar aneh."
Theodore terkejut. "Bagaimana kau tau julukanku?" Dia berkacak pinggang bangga. "Saat di sekolah, orang memberiku julukan Theolien, karena aku aneh seperti alien."
"Apakah itu sesuatu yang bisa dibanggakan?"
"Tentu saja, tidak semua orang bisa mendapatkan julukan."
Rose menutup mulut dengan bahu bergetar, tawa rendahnya terdengar begitu pelan. Tapi Theodore merasakan godam besar sedang mengetuk pintu hatinya. Tidak ada yang akan percaya bahwa cinta pada pandangan pertama itu ada sebelum mereka mengalaminya sendiri, begitu pun dengan Theodore.
Dia selalu mencemooh bahwa orang jatuh cinta pada pandangan pertama itu sangat bodoh karena hanya mementingkan penampilan dan bukan karakter. Tapi sekarang dia mengerti bahwa cinta pandangan pertama benar-benar membuat orang bodoh, karena sekali kau terjatuh, kau akan menemukan banyak hal yang kau sukai darinya, bahkan sebelum kau mengenalnya dengan baik.
Setibanya di depan pintu ruang administrasi, Rose hanya menekan bel sekali dan pintu sudah terbuka secara otomatis.
"Dia mahasiswa baru." Rose hanya mengatakan itu dan petugas yang sedang piket mengerti. Mereka mulai menanyai nama Theodore dan sebagainya sebelum memberinya kartu identitas dan alamamater, Rose hanya tidak menyangka bahwa Theodore juga adalah mahasiswa seni lukis.
"Lihat mesin yang ada di sana?" Rose menunjuk pada mesin yang mirip dengan mesin atm di koridor yang tak jauh dari pintu ruang administrasi. "Kau bisa mengisi poin kartu identitasmu di sana dengan menukarnya dengan sejumlah uang agar bisa berbelanja di sini."
Theodore mengangguk. "Terima kasih." Senyumnya kembali terbit dengan cerah.
"Hn. Anggap sebagai kompensasi makan siang hari ini. Selamat tinggal." Tanpa menunggu jawaban lagi, Rose berbalik dan menghilang di balik pintu lift.
"Eh! Tunggu..." Theodore ingin mencegah tapi sudah terlambat. Dia mengerucutkan bibir dan menghela napas pelan. "Aku tidak perlu kompensasi dan juga dia harusnya mengatakan sampai jumpa lagi." Dia berjalan lunglai ke arah mesin yang baru saja Rose tunjukkan padanya. "Aku bahkan belum minta nomor ponselnya." Dia membuat napas lebih keras lagi.
Bersambung...