Karena di Maladewa sedang termasuk peak season yaitu di bulan November, kepulauan yang masuk ke daerah Asia Selatan ini cukup ramai. Tapi karena mereka akan menuju pulau lain dan bukan di pulau utama, maka di sana akan jauh lebih tenang.
Jadi setelah mendarat di bandara, mereka harus naik sea plane untuk menuju hotel mereka yang memang cukup jauh dari pulau utama. Rasanya lelah tapi begitu melihat pemandangan yang sangat indah dengan dinominasi lautan warna biru kehijauan, rasanya menenangkan hati.
Katanya: kamu baru saja mendarat di pulau surga.
Vanessa sudah jingkrak-jingkrak kesenangan karena akhirnya dirinya bisa mengunjungi negara ini apalagi bersama seorang yang dia cintai pula. Fabian diam-diam memotret wajah gembira istrinya yang selalu menjadi kebiasaannya.
“Cantik,” pujinya tak pernah bosan.
Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai di resort yang dipilih untuk melakukan bulan madu selama 6 hari 5 malam. Karena mereka tiba di dalam kamar pada waktu sore harinya, langit berwarna orange mulai muncul. Jendela kamar resort mereka langsung memperlihatkan keindahan itu dengan angin yang menerbangkan gorden putih hingga melambai dengan lembut.
Kamar ini sangat indah dengan d******i warna putih serta aksen kayu pada bagian lantai dan warna biru untuk beberapa pajangan. Kamar mereka tidak langsung berhadapan dengan laut, melainkan ada teras dengan dua kursi untuk bersantai, sofa untuk bersantai, tempat berjemur dengan tali-tali yang bisa disebut hammock, private pool dengan air hangat lalu barulah ada tangga yang bisa digunakan untuk turun ke laut langsung.
“Babe ... katanya mau istirahat dulu?” tanya Fabian karena Vanessa justru akan melepaskan pakaian luarnya.
“Aku mau renang aja dulu, babe,” jawab Vanessa dengan wajahnya yang masih sangat gembira.
“Ck! Tunggu dulu!” tegur Fabian karena masih ada petugas resort di kamar mereka.
Vanessa langsung cemberut, tapi dia menuruti apa kata suaminya.
Setelah semua barang-barang telah dimasukkan oleh petugas, Fabian akhirnya mengizinkan istrinya untuk melepaskan pakaian. Tidak butuh waktu sampai 5 detik untuk Vanessa hanya menggunakan pakaian dalamnya karena istrinya memang memakai dress warna putih sebagai luaran.
“Ayok, babe! Ini bagus bangettt!!” teriak Vanessa yang sudah berada di pinggir private pool mereka.
Sebelum menyusul istrinya, Fabian melepaskan juga kemeja yang dia pakai serta mengambil juga kamera polaroid miliknya untuk mengabadikan momen bulan madu ini. Kamera yang sebagian besar hanya pernah mencetak potret Vanessa dan juga keindahan alam.
Sudah mengerti ‘kan seberapa bucin Fabian pada sang istri?
“Dingin, ga?” tanya Fabian pada sang istri.
“Engga ... ini hangat kaya yang ada di info resortnya ... capeknya aku jadi hilang ...” jawab Vanessa seraya merasakan tubuhnya menjadi lebih rileks.
Fabian tersenyum merespon jawaban istrinya. Kini dirinya tengah mengatur kamera polaroidnya untuk kemudian mengambil posisi paling pas untuk memotret sang istri.
“Lihat ke sini dulu, babe,” pinta Fabian.
Vanessa membuka matanya dan langsung membuat pose menarik saat berendam di kolam renang. Senyum Fabian makin merekah karena merasa puas bisa mengabadikan kecantikan istrinya. Lalu dia mencetak foto tersebut untuk dia perlihatkan pada Vanessa.
“Kok aku cantik banget, yang ...” cetus Vanessa dengan percaya diri dan Fabian sudah biasa dengan itu.
“Emang,” ucap Fabian ikut mendukung.
Kini keduanya telah berendam di kolam renang berair hangat ini. Fabian memeluk pinggang sang istri dan membiarkan Vanessa menyenderkan kepalanya di dadanya. Beberapa kali Fabian akan mengecup kening wanitanya ini sebagai ungkapan cinta.
Mereka tidak banyak bicara selama berendam karena ingin menikmati langit sore yang semakin menunjukkan keindahannya. Yang tadinya berwarna orange hingga mulai semakin gelap. Sebelum beranjak dari kolam renang ini, Fabian dan Vanessa b******u di sana. Saling menyentuh karena sejak kemarin waktu mereka dihabiskan untuk pernikahan sehingga merindukan untuk bisa seintim ini.
Vanessa naik ke pangkuan Fabian sehingga bisa membuat suaminya lebih mudah menciumnya. Tidak hanya di bibir Vanessa, tapi mengecupi juga bagian leher, tulang selangka hingga ke bagian privat Vanessa.
KRUUKKK
“Kamu lapar, sayang?” tanya Fabian setelah mendengar perut sang istri mengeluarkan suara.
Vanessa sudah malu dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Fabian.
“Ish!” tangan Vanessa memukul pundak suaminya.
Fabian terkekeh geli tapi tidak lama karena takutnya sang istri akan ngambek. Dia memilih menggendong istrinya untuk dibawa ke teras dan menutupi tubuh Vanessa dengan handuk kimono.
“Kamu mandi duluan lalu kita akan makan malam nanti,” ujar Fabian dan mendorong pelan Vanessa masuk ke kamar mandi.
Dia sendiri membilas di pancuran luar lalu langsung berganti pakaian. Fabian juga menyiapkan milik istrinya serta memesankan makanan ke hotel melalui telepon sebelum mereka ke resto nanti.
* * *
Fabian mengayuh sepeda dengan Vanessa yang duduk di boncengannya. Mereka melewati jembatan kayu yang menghubungkan kamar mereka dengan daratan. Vanessa yang paling senang karena bisa bersepeda seperti ini dengan bonus pemandangan cakrawala yang memanjakan mata.
Makanan langsung tersedia begitu mereka duduk di tempat yang ditunjuk oleh pelayan. Makanan yang pertama datang adalah sebuah piring yang menjadi alas untuk dua cup cake dengan dekorasi gaun pengantin dan jas hitam. Lalu di piring itu ada tulisan selamat berbulan madu dari resort tempat mereka menginap.
“Ucapan ini kami dari kami, tapi cup cake ini adalah permintaan suami anda termasuk bagaimana kami harus membuat desainnya,” ujar pelayan menyampaikan rahasia Fabian di depan Vanessa.
Seketika saja kedua mata Vanessa berkaca-kaca. Dia menatap dengan penuh cinta Fabian yang sama pula dengannya. Meski saat ini mereka duduk berhadapan dan terhalan oleh meja, tangan keduanya masih bisa saling bersentuhan.
“Terima kasih untuk kejutan ini, sayang ...” ucap Vanessa dengan air mata yang berkumpul di pelupuk matanya.
“Aku bahagia jika kamu bahagia,” balas Fabian.
Makan malam mereka selesai dan Fabian membawa Vanessa untuk menikmati makanan penutup di pinggir pantai. Di sana ada banyak juga orang yang tengah menikmati semilir angin ditemani minuman sembari mengobrol.
Meski lautnya tidak terlihat jelas, tapi suara deburan ombaknya bisa merilekskan pikiran yang lama-lama membuat Vanessa menjadi mengantuk. Apalagi usapan tangan Fabian di punggungnya makin memberatkan kantung mata Vanessa.
“Fabian!”
Sebuah suara memanggil nama sang suami sehinga kantuk Vanessa hilang. Dia ikut menoleh ke arah suara seperti suaminya dan menemukan seorang pria dan wanita datang menghampiri mereka.
“Ternyata benar kau, Fab,” ujar pria itu.
“Hi, Hen,” sapa Fabian, dia mengulurkan tangannya lebih dulu untuk menyalami temannya itu.
Setelah sapaan itu, teman Fabian yang bernama Hendra ini bertanya tentang sosok Vanessa sehingga langsung mengenalkan Vanessa sebagai istrinya pada Hendra. Sebenarnya bukan teman, Hendra lebih Fabian anggap sebagai kenalan saja sebagai sesama pilot karena mereka dulu satu angkatan.
Hendra juga memperkenalkan seorang wanita yang sejak tadi pinggangnya dia rangkul. Katanya bernama Raina dan hanya itu saja tanpa menyebutkan status apapun.
“Nikmati bulan madu lo, see you,” ujar Hendra sebelum pergi mencari tempatnnya sendiri.
Fabian hanya melambaikan tangan dengan senyuman yang tipis.
Vanessa sejak tadi mengamati setiap perubahan raut wajah suaminya. Meski Fabian ini introvert dan punya sifat yang cukup dingin, tapi ketika menunjukkan ekspresi tidak suka akan terlihat jelas. Tapi Vanessa bingung kenapa Fabian juga tidak terlihat nyaman saat bertemu temannya itu.
“Kamu kenapa, babe? Apa yang dipikirin sih?” tanya Vanessa karena Fabian jadi diam saja.
Fabian menggelengkan kepalanya. Dia mengecup kening istrinya yang masih menatapnya menuntut jawaban.
“Cewek tadi kayaknya bukan istrinya Hendra,” jawab Fabian akhirnya.
Kini Vanessa tahu penyebab kenapa sang suami jadi diam dan termenung.
“Kamu kenal siapa cewek tadi?” tanya Vanessa.
“Ga ...” Fabian menghela napas. “Mungkin salah satu awak kabin dia di pesawat yang kita tumpangi tadi,” sambungnya.
Mulut Vanessa menganga tak percaya.
Dia baru saja mendengar sebuah “teh” untuk gosip perselingkuhan antara pilot dan pramugari. Biasanya Vanessa cuma melihat di media sosial, tidak menyangka akan melihat langsung begitu. Bahkan dua orang tadi melakukannya tanpa merasa risih sama sekali meski Hendra pasti tahu Fabian dia sudah punya istri.
“Segamblang itu pilot selingkuh sama pramugarinya?” tanya Vanessa masih syok.
Dan Fabian tak kuasa untuk mengangguk karena memang demikian adanya.
“Wahh ... kalau ada yang laporin bisa viral nih,” cetus Vanessa.
Tawa Fabian berderai karena Vanessa terlihat bersemangat di tengah keterkejutannya.
“Mereka bukan artis, mungkin ga peduli kalau dilaporin ... paling ada ribut aja sebentar,” kata Fabian.
“Tapi kasihan istrinya ...”
“Kalau ga ada bukti foto atau video mereka lagi mesra, kadang istrinya juga ga mau nerima fakta udah diselingkuhin ... makanya kadang walau pun tahu ada yang selingkuh ... pada milih untuk diam.”
Penjelasan Fabian barusan membuat Vanessa merasa sangat bersalah. Sebagai istri seorang pilot, Vanessa juga punya kekhawatiran kalau suaminya nanti akan berselingkuh dengan awak kabinnya entah itu dengan perempuan atau laki-laki. Bahkan bisa saja selingkuh dengan memesan “wanita atau pria” di darat.
Namun sejauh ini Fabian selalu bisa dia percayai dan Fabian juga mempercayai dirinya karena Vanessa juga bekerja sebagai model. Di mana dunia entertaitment juga tak kalah santer berita perselingkuhannya.
“Babe ...” panggil Vanessa meminta fokus Fabian.
“Hm?” sahut Fabian.
“Aku minta sama kamu ... Kalau nantinya kamu udah bosen sama aku ... tolong bilang dan jangan bermain di belakangan aku kaya temen kamu tadi ...” pinta Vanessa dengan perasaan yang jadi kacau karena melihat perselingkuhan.
“Itu tidak akan terjadi, sayang ... janjiku kepada kamu, kepada orang tuamu, dan kepada Tuhan bisa kamu pegang selamanya,” ujar Fabian dengan sangat yakin.
Ketika sepasang mata mereka bertemu, Vanessa berusaha untuk mencaari kejujuran di mata suaminya. Untuk meyakinkan dirinya yang telah memutuskan untuk melepaskan karir modelnya dan menikah dengan Fabian agar mereka bisa sering bertemu. Vanessa sudah mengalah sehingga Fabian harus bisa menjaga kepercayaannya ini.
Keduanya tidak tahu jika 5 tahun kemudian, janji itu berubah menjadi sesuatu yang mengerikan bagi jalan hidup keduanya.
***