Bab VII

1418 Kata
Fergus memulai langkah perubahan pertama dengan kembali bertemu Reid Charles seorang diri. Anak itu berlari ke atas bukit dengan harapan Reid sedang berlatih pedang seperti biasa. Dan benar, Reid ada di sana. Meskipun Sarah mengatakan untuk menjauhi Reid Charles beserta Deus Charles, Fergus percaya justru kedua orang itu yang paling mengerti dirinya. Setidaknya mereka akan menjadi telinga bagi Fergus. Ia sudah siap dengan segala kemungkinan. Kali ini, Fergus lebih berhati-hati. Ia takkan mengungkapkan segala rencana di pikirannya dengan sembrono. Terlihat Reid sedang memejamkan mata di bawah pohon. Pria tua itu sepertinya sedang mengambil istirahat setelah kelelahan mengayunkan pedang. Fergus berjalan perlahan, ia tidak berlari seperti sebelumnya. Berjalan perlahan dapat menguatkan keinginan dan memantapkan hati. Emosi dalam diri Fergus akan lebih tenang ketika ia berjalan, mengambil waktu yang sedikit itu untuk merancang lagi dan lagi dalam diam. "Oh, Fergus." Reid sudah menyadari kehadiran Fergus dadi jauh. "Aku tidak tahu kau akan datang. Sekarang apa yang kau inginkan?" "Oh, maafkan perbuatan Deus kemarin, ia sudah kuingatkan agar tidak melawan anak kecil, tapi sifatnya yang kekanakan itu tak pernah berakhir," kekeh pak tua itu. "Aku tidak apa-apa," jawab Fergus pendek. Ia ikut duduk bersila di depan Reid. "Jadi? Ada apa hari ini?" tanya Reid lagi. Senyumnya mengembang. Reid penasaran dengan kejutan yang akan dibawa Fergus. Terlebih lagi anak itu memanglah pembawa kejutan yang hebat, tidak seperti biasa. "Sebuah ide baru? Katakan saja padaku, aku akan menjaga Deus jauh darimu, Fergus. Jangan takut." Fergus menelan ludah. "Tuan! Ajari aku cara berpedang!" Tak disangka itulah permintaan yang keluar dari mulut mungil Fergus. Reid kebingungan. Permintaan Fergus terlalu tiba-tiba. "Untuk apa kau berlatih pedang?" "Untuk melindungi ibu!" Sebuah kebohongan putih. Dengan kekuatan macam apa Fergus men "Tidak perlu sampai sejauh itu, Fergus," kata Reid menenangkan. "Takkan ada orang yang akan menyakiti ibumu selama aku di sini. Jangan khawatir berlebihan. Kau mungkin masih memikirkan tentang Deus, tapi anak itu sudah kunasehati dan ia sekarang sudah sibuk mengurus masalah lain." "Aku tetap harus lebih kuat!" Fergus berseru mantap. Sorot matanya bersungguh-sungguh. "Ini juga bukan untuk ibuku saja. Aku ingin lebih kuat supaya apapun yang terjadi, aku bisa melindungi semua orang!" Reid tertawa. Ia menyukai semangat Fergus. [Menerima murid lagi setelah sekian lama, tidak ada salahnya.] Reid kegirangan memikirkan rencana yang ia siapkan untuk Fergus. Dulu, Reid pernah menjadi guru berpedang bagi kesatria di Hacres. Namun ketika perang pecah, Reid telah melakukan sesuatu yang berbahaya meskipun perbuatannya bisa dianggap benar. Akibatnya Reid bisa ada di Simia atas perintah Raja Mero I. Entah untuk pembuangan, maupun memang sudah seharusnya Reid di sana sebagai mata penyambung kerajaan. Tidak ada yang tahu termasuk Reid sendiri. "Baiklah, aku akan mengajarimu, Fergus!" sahut Reid pada akhirnya mengiakan permintaan anak laki-laki itu. "Kau akan menjadi muridku!" Fergus pun memulai sesi latihan panjang itu. Ia merencanakan hal besar, maka dari itu Fergus tak boleh lengah. *** Mereka berlatih tiga kali dalam seminggu, dua kali dalam sehari. Fergus berlatih ketika pagi hari, mengambil istirahat ketika Matahari berada di tengah langit, lalu kemudian melanjutkan latihan ketika hari menjelang sore. Fergus masih merahasiakan perihal latihan berpedang bersama Reid dari Sarah. Ia tak mau Sarah memikirkan hal yang tidak-tidak. Karena itu, Fergus berencana mengungkapkan rencana jangka panjang yang sedang ia tulis di pikirannya ketika nanti ia sudah lebih dewasa dan dipercaya. Memang takkan mudah. Semua hal harus dijalani satu persatu. Jika ia ingin mengubah satu kerajaan, Fergus harus memulai perubahan itu dari dirinya sendiri. Jika diri sendiri tak bisa berubah, mustahil baginya bahkan ketika sekadar bermimpi untuk menegakkan keadilan terhadap nama Keluarga de Rasel. Sesi latihan Fergus sungguhlah berat. Reid memang tidak main-main ketika itu adalah berpedang. Pedang adalah senjata yang suci, senjata bagi mereka yang memiliki kesabaran, ketangkasan, dan kecerdikan, serta keberanian. Orang yang lihai berpedang harus memiliki hati yang tenang, sedangkan Fergus adalah anak yang menggebu-gebu serta naif. Kecerobohan itu harus dihilangkan. Reid pertama-tama mengajarkan Fergus mengenai pernapasan dasar. Kunci utama dari menggunakan senjata berat adalah mengatur pernapasan agar setiap langkah yang diambil tidak jatuh dalam kehancuran. Itu hal yang sepele, tapi berat. Demi meningkatkan kapasitas udara dalam diri Fergus, anak itu harus berlari, melompat, dan melakukan beberapa angkat berat yang notabene adalah hal mustahil bagi anak berusia tujuh tahun. "Dengar, Fergus," panggil Reid tegas. Ia mulai memperagakan sebuah gerakan padanya. "Kalau kau tak bisa bernapas dengan benar, selamanya kau takkan bisa mengangkat pedang milikku ini." Selama ini Reid Charles hanya berlatih dengan pedang kayu di belakang bukit. Namun setelah mengajarkan teknik berpedang pada Fergus, barulah pria tua itu membawa pedang yang asli. Pedang dari Keluarga Charles. Pedang itu besar. Itu bukan rappier maupun pedang satu tangan. Pedang besar itu butuh dua tangan agar seimbang digunakan. Seseorang yang menggunakan pedang semacam itu haruslah menggenggam dengan kuat. Semua latihan otot Fergus tidak akan sia-sia jika anak itu bisa mengangkat pedang dengan benar suatu hari. Dan Reid sangat menantikan hal itu tiba. Hari dimana Fergus telah menjadi orang yang hebat dan mampu mengayunkan pedang dengan indah. Mungkin saja, hari seperti itu akan menjadi hari yang berat. Reid tak keberatan. Karena anak ajaib di hadapannya saat ini bisa saja adalah bintang yang mengubah arah angin Kerajaan Meronia. *** "Bagaimana, kau merasakan perbedaan?" Reid yang sempat memejamkan mata memandang Fergus dengan tajam ketika ia mendengar suara Fergus berteriak senang. Latihan pernapasan selesai. "Ya, Tuan! Aku merasa sangat ringan! Ini menarik! Bahkan aku sempat mengangkat barang yang ibu kesulitan untuk mengangkatnya tanpa kesakitan!" Anak itu mengangkat tangan ke udara, seolah-olah ia sudah selesai dengan segala tantangan. Padahal ini baru dimulai. "Nah, sekarang kau harus melakukan latihan yang sama dengan membawa pedang ini. Pasti akan mudah juga untukmu." Reid memberikan pedangnya, pedang besinya itu. Pedang besar yang tak sembarang ia bawa saat ini tengah ia pinjamkan untuk latihan seorang anak kecil. Awalnya Fergus senang, tapi ketika pedang sudah di tangannya, ia merasakan perbedaan yang luar biasa. Bagaikan Bumi dan Langit, ini perbedaan yang sangat jauh dari kata mudah. "Aku harus berlari membawa ini?" tanya Fergus ragu. Reid mengangguk. "Lalu kemudian melompat seratus kali dengan ini?" Reid mengangguk lagi. "Lalu, memanjat pohon, squad, push up, dan latihan otot dengan pedang ini juga?" Reid kembali menganggukan kepala. Senyumnya tidak juga sirna. Sekarang Fergus merasa dunianya segera berakhir. Ini takkan selesai dengan waktu singkat. Satu pertanyaan kembali muncul di hati Fergus. "Apa Tuan Reid, sejak kecil, sama sepertiku? Melakukan semua latihan berat ini?" Reid tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya. "Yah, soal itu.. aku berlatih di usia sepuluh tahun. Sedangkan kau lebih muda dariku." "Itu berarti.. ketika kau seusiaku nanti.. kau akan menjadi pria yang sangat kuat, Fergus!" Cukup dengan kata-kata itu, api semangat di hati Fergus kembali membara. *** Rahasia kecil Fergus dengan Reid ia simpan hingga umurnya bertambah seiring waktu terus berputar. Fergus tumbuh menjadi pemuda yang kuat. Ia bahkan mampu mengalahkan Reid beberapa kali. Sesuai prediksi pria tua itu, Fergus yang bahkan belum mencapai sepuluh tahun mampu mengayunkan pedang layaknya veteran perang. Reid bangga, di sisi lain, sebuah rasa penasaran menggelitik hatinya. Fergus tidak seperti kebanyakan orang sudah bisa ia maklumi. Tetapi bisa sehebat itu, adalah hal yang patut diwaspadai. Banyak perubahan terjadi, terutama di Kota Simia. Perlahan tapi pasti, banyak juga anak muda yang mengetahui fakta bahwa Kota Simia adalah kota buangan. Mary dan Rio adalah salah satu dari anak-anak yang tumbuh dengan mengetahui fakta itu setelah Fergus. Mereka yang telah mengetahui fakta lantas tidak tinggal diam. Beberapa mencoba bernegosiasi dengan Deus Charles dan Reid Charles, tapi semua adalah nol. Mereka pun tak bisa berbuat apa-apa. Disitulah Fergus mulai berdiri. Bendera revolusi diangkat dalam namanya. Buku saku milik Veronica de Rasel memperkuat segala tujuan yang ada di dalam api mereka. Setelah itu, Fergus pun menjadi pusat mata dari banyak orang. Banyak yang meragukan pula akan kebenaran yang tertulis, tapi jauh lebih banyak yang mempercayainya. Sarah berusaha keras agar Fergus tidak melakukan apapun yang menarik perhatian mata banyak orang, terutama orang yang datang dari luar Kota Simia. Akan tetapi, semua percuma. Ini takdir Fergus de Rasel. Reid Charles bahkan bergidik ngeri. "Aku tak percaya domba yang kulatih selama ini adalah anak singa putih." Itulah yang diucapkannya. Namun bukan berarti ia menyesal. Hati Reid Charles berdebar mengetahui Fergus adalah sosok yang benar-benar mampu membawa perubahan pada Meronia. Deus Charles sendiri masih berusaha menyingkirkan Fergus. Namun anak itu dilindungi banyak orang, sehingga ia tak bisa menangkap ataupun melenyapkannya. Setelah ia berbicara dengan Reid, Deus pun menjadi pendukung di balik bayangan. Kota Simia yang seharusnya menjadi Neraka yang terkunci, mulai melebarkan apinya ke seluruh penjuru. Fergus tersenyum lebar. "Ini adalah awal bagiku untuk keluar." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN