9. Antara OB Dan Bos Keceh

2424 Kata
Neneng POV Kok malah tertawa?. Sampai ngakak pula, aku jadi memberanikan diri mengangkat wajahku setelah aku sembunyikan di kedua dengkul kakiku yang terlipat karena aku langsung jongkok waktu dia mendekat padaku di tangga darurat, tempat aku biasanya makan siang. Tidak berada di tangga darurat aja, aku sudah takut kalo harus berduaan pak Iwan, apalagi cuma berduaan di tangga darurat. Taukan tangga darurat??, Pintunya aja susah di buka, harus di dorong kuat karena pakai engsel yang membuat pintu dalam kondisi tertutup trus walaupun tidak terkunci. Trus kedap suara deh kayanya, jadi kalo aku di apa apain pak Iwan, aku rasa aku gak akan selamat. Trus kenapa malah terbahak trus ikutan jongkok di hadapanku yang bertahan jongkok. Kalo aku untuk menutupi dadaku, karena dia sebut itu dengan kata kata m***m yang buat aku risih dan takut, terus kenapa malah ikutan jongkok. “Saya nyeremin banget ya sampai kamu takut trus mikir saya bisa aja perkosa kamu?” tanyanya masih dengan sisa tawa di wajah kasepnya. Malah tanya lagi, tentu buat aku makin menciut takut dong kalo aku tetap berusaha menjauh darinya yang dekat sekali padaku. “Neng…. astaghfirullah…saya mana mungkin sejahat itu sama kamu” katanya lagi. Bilang istigfar, semoga setan mendadak pergi trus aku bisa selamat dari kemungkinan celaka. “Tampang saya emangnya kaya penjahat kelamin ya?” tanyanya lagi. Jadi menciut lagi aku mendengar kata kelamin. “Masa sih kamu mikir gitu?. Memangnya kamu seseksi apa?. Eh maksud saya….aduh jadi bingung saya mau ngomong apa?" keluhnya lalu mengacak rambutnya. Buat aku menatapnya. “Kamu itu….apa ya…bukan tipe perempuan yang bisa menggoda lelaki Neng. Kamu cantik tapi …gak murahan karena kamu sopan banget juga jadi perempuan. Jadi mana mungkin saya tertarik berbuat gak baik sama kamu. Saya justru kasihan sama kamu dan khawatir kamu di macam macamin laki. Soalnya kamu polos banget sesuai dengan kamu berasal. Kamu dari desa dan belum banyak ngerti cara bergaul di kota besar macam Jakarta” katanya terlihat serius. Aku bertahan diam lalu menunduk menghindari tatapannya. Makin ganteng kalo di lihat dari jarak sedekat sekarang, jadi lebih aman menunduk. Ngeri euy, pesonanya ampun ampunan. “Lagian sekalipun saya lelaki gak baik, m***m atau apalah namanya sampai kamu mikir saya mau perkosa kamu. Ngapain juga, kalo saya punya pacar, mending saya perkosa pacar saya, jadi kalo pun gimana gimana, tinggal saya nikahin” katanya lagi dan masih serius sekali. Benar juga sih, kayanya aku yang kepedean deh. Benar juga yang pak Iwan bilangkan?. Dia kasep pisan, mana mungkin pacarnya tidak cantik. “Kamu gak percaya saya punya pacar?. Saya ada fotonya kok, tapi kamu bangun jadi bisa saya kasih lihat fotonya ke kamu. Ayo bangun!!” anaknya bangkit lebih dulu lalu mengambil handphone di saku celananya yang licin. Mau tidak mau aku ikutan bangkit dan berdiri berhadapan dengannya. Ya aku tetap waspada sih mengawasinya kotak katik handphonenya yang pastinya mahal kalo bagus sekali penampakannya. Walaupun aku tetap mode menunduk. “Nih!” tunjukannya pada foto dirinya bersama perempuan cantik yang di rangkul bahunya. Aku tersenyum menatapnya. “Cantik pak, cocok sama bapak” jawabku jujur. Dia tertawa lalu menarik handphonenya dari hadapanku dan mengantungi lagi di saku celananya. “Jadi udah gak takut lagikan kamu sama saya?” tanyanya lagi. Mau tidak mau, aku mengangguk. Dalam hati aku berpikir, beruntung sekali ya perempuan itu bisa jadi pacar pak Iwan. Beneran cocok deh mereka berdua. Kasep sama geulis. Dan sama sama orang kota. Memangnya aku yang orang kampung dan tidak secantik pacar pak Iwan. “Saya sekalian minta maaf deh, gak lagi lagi saya bercandain kamu kalo kamu anggap serius candaan saya. Tapi bagus sih kamu begitu, jadi kamu tau dan ngerti gimana caranya menjaga diri kamu. Hati hati ya neng, jangan gampang percaya dan tetap jaga jarak aman sama lelaki yang baru kamu kenal. Macam kamu ke saya yang baru kamu kenal” kata pak Iwan lagi. Aku mengangguk lagi. “Okey….kayanya salah faham antara kita udah selesai ya?” tanyanya menjeda diamku. Aku lagi lagi mengangguk. “Sekarang kita bicara soal rencana lembur saya hari ini. Maaf kalo buat kamu harus ikutan lembur karena sedang ada proyek baru yang akan ikut tender. Jadi kemungkinan besar, dalam seminggu bisa dua atau tiga kali saya lembur. Masalah gak buat kamu?” pak Iwan trus yang bicara, karena aku memang diam trus. Dan tentu saja mengangguk atau menggeleng tergantung apa yang dia bicarakan. “Trus masalah gak kalo saya minta nomor handphone kamu?” lalu buat aku menatapnya lebih lekat. Buat apa ya minta nomor handphoneku?. “Bukan buat macam macam Neng, hanya untuk memastikan kamu selamat sampai rumah dan saya tidak perlu khawatir seperti kemarin, karena saya gak punya nomor kamu untuk memastikan itu” katanya lagi. Okey, masuk akal juga alasannya. “Saya kasih tapi bapak janji dulu, jangan kirimin saya pesan atau telpon saya malam malam trus minta di buatin kopi” gurauku. Dia tertawa. “Nah gitu dong, bercanda aja sama saya, gak usah takut” komennya. Aku gantian tertawa. “Ayo mana nomor handphone kamu, saya mau kembali kerja dan kamu mau kembali nerusin makankan?” jedanya. “Baik pak” jawabku. Aku berikanlah nomorku dan langsung pak Iwan simpan. “Okey saya kembali ke ruangan saya dulu ya. Kamu lanjut makan kamu deh” katanya sebelum membuka pintu tangga darurat. “Bapak udah makan?” jedaku gantian. Dia berhenti lalu batal membuka pintu. “Sudah Neng, makasih ya udah perhatiin saya” jawabnya plus gerakan tangannya mengacak rambutku. Astaga si bos, dia memang biasanya aja melakukannya, tapi efeknya buat aku yang tidak dia tau. Sampai buat aku menghela nafas berat karena kelakuannya. Dia bilang aku perhatian sama dia, yang ada juga dia yang perhatian sama aku. Iya dong kalo dia bilang merasa khawatir karena aku terpaksa kerja lembur sampai malam karena dia harus kerja lembur juga. Padahal itu bagian tugasku. Rasanya bos yang lain tidak akan melakukan hal sama deh. Eits, jangan GR dulu dong Neng, kamukan tadi lihat kalo pak Iwan sudah punya pacar. Jangan jadi pelakor!!!. Mungkin aja pak Iwan baik dan perhatian karena memang pak Iwan orangnya baik dan perhatian. Dan memang orangnya baik juga perhatian. Aku sampai merasa bersalah sendiri setelah beberapa hari terjebak prasangka kalo pak Iwan itu lelaki tidak baik hanya karena candaan menyerempet hal mesumnya padaku. Saat dia sorenya bertahan di ruangannya untuk melanjutkan pekerjaan sampai selesai, seperti saat dia lembur sebelumnya, dia menyuruhku tetap bersih bersih melakukan tugasku sementara dia tetap dengan kesibukannya. Kali ini bukan aku merasa di awasi pak Iwan, kalo lalu dai terlihat serius dengan laptopnya setelah memintaku untuk membuatkannya kopi. Malah gantian aku yang diam diam mengawasi sambil aku menyapu ruangannya dan mengepelnya. Sampai pekerjaanku selesai saat azan Isya datang. Soalnya terjeda sholat magrib dank arena beberapa karyawan staff yang sempat bertahan karena pak Iwan butuh bantuan pekerjaan sebelum dia mulai kerja sendirian. Jadi aku baru mulai pekerjaanku sesudah sholat magrib di pantry. “Neng kalo kamu sudah sholat Isya, balik aja ke ruangan saya. Tapi tolong telpon pak satpam dulu, supaya antar makanan pesanan saya ke atas, kita jadi bisa sekalian makan malam bareng” perintahnya tidak lagi menelpon ke pantry tapi ke handphoneku. “Baik pak” jawabku. “Makasih Neng” jawabnya sebelum panggilan di akhiri. Hal lain yang aku suka dari pak Iwan, pasti selalu bilang tolong saat meminta bantuan dan berterima kasih saat selesai menerima bantuan. Jadi senang aja melakukan perintahnya, karena aku merasa di hargai. Memangnya beberapa karyawan staff yang kadang suka gitu aja menerima bantuanku tanpa mengucapkan terima kasih, atau memerintah seenak jidatnya. Boro boro bilang tolong, yang ada main perintah sekalipun tau, kalo aku sedang melakukan perintah yang lain. Setelah pesanan makanannya datang, aku lakukan lagi semua perintahnya dengan membawa makanan itu ke ruangannya berikut punya aku. Lagi lagi nasi goreng, mungkin supaya praktis makannya atau memang hanya itu makanan yang cepat di antar pesanan karena dekat. “Kalo kamu mau ganti menu lain untuk makan malam kamu saat harus nemenin saya lembur lagi, bilang aja ya, atau nanti saya yang akan tanya kamu mau makan apa. Takut kamu bosan” katanya sebelum mulai makan dari piring berisi nasi goreng yang aku pindahkan ke piring. Tapi aku menggeleng pada perkataannya. “Kenapa?, kamu pasti merasa gak enak deh sama saya?. Biasa aja Neng. Saya mungkin bos kamu karena jabatan, tapikan di luar konteks jabatan dan posisi kita di kantor, kamu tetap manusia juga. Jadi tidak perlu merasa gak enak sama saya. Saya yang harusnya gak enak sama kamu karena buat kamu lembur nemenin saya” katanya lagi. “Bukan pak, saya tau bapak baik orangnya” sanggahku. “Trus kenapa?” tanyanya lagi sambil mulai makan. “Hm…kenapa malah jadi bapak yang OB, kalo bapak yang nanyain saya mau makan apa trus bapak juga yang pesan. Bedanya cuma bapak yang bayarin semua, sementara kalo saya beli pesanan makanan bapak, tetap pakai uang bapak juga” jawabku. Tertawalah dia setelah tergesa menelan makanan di mulutnya. “Benar juga, menang banyak ya kamu” jawabnya. Gantian aku tertawa. “Ayo makan, laperkan?, jangan bilang gak, saya aja laper” perintahnya lagi. Aku menurut lagi, lalu kami makan dalam diam. Lagi lagi makannya cepat sekali seperti biasanya. “Bapak makannya cepat amat?, masa iya gak di kunyah. Kasihan lambung bapak tau” komenku. Dia tertawa lalu buru buru juga minum. “Kalo kelamaan makannya trus dekat kamu, nanti saya malah tertarik makan kamu juga” jawabnya lalu tertawa sendiri. “Makan saya?, bapak belum kenyang banget ya?, pesan lagi deh pak makannya. Makanan punya saya udah di aduk aduk, masa bapak mau makan separoan punya saya” kataku kasihan. Dia lantas terbahak. Apa yang lucu ya?. “Dasar oneng!!!, udah ah saya mau lanjut kerja. Kamu habiskan makanan kamu, trus gak usah di pantry, temanin saya aja di sini, saya iseng sendirian” katanya sambil bangkit berdiri. Oneng?, itu artinya bodohkan ya?. Apa karena aku buat salah ya, makanya bilang aku bodoh?. Tapi kok pak Iwan tidak marah marah sama aku?. Malah dia membiarkan aku makan, lalu kembali ke ruangannya setelah aku membereskan bekas makan kami. Kalo aku buat salahkan. harusnya dia marah ya, atau minimal tegur aku. Ini malah biarkan aku sampai tidur di sofa ruangannya sementara dia sibuk dengan pekerjaannya. “Neng…” teguran dan sentuhan tangan lembutnya di bahuku yang akhirnya membangunkanku dari tidur lelapku. Aku jelas gelagapan lalu buru buru menegakkan dudukku. “Pulang yuk, saya sudah selesai” ajaknya. Oh udah selesai. Aku mengangguk setuju. “Ayo, lanjut di rumah kamu tidurnya, masa di kantor, nanti kamu di perkosa gimana?” katanya lagi. “Bapak…” rengekku meringis. Dia tertawa. “Bercanda, jangan terlalu serius. Ayo ah, saya juga cape nih” ajaknya lagi. Buru buru aku bangkit dan membawa tasku. Tas berisi peralatan sholat dan kotak bekal makananku. Kalo peralatan kosmetik malah tidak aku bawa, dan aku tidak punya alat kosmetik macam macam juga. Paling hanya bedak dan dua macam lipstick. Pensil alis aku tidak bisa pakainya, apalagi pemerah pipi atau untuk buat garis mata, atau alat kosmetik lain. Yang bisa aku pakai hanya bedak dan lipstick. Bukan aku tidak suka dandan, masalahnya aku tidak bisa. Pernah aku pinjam alat kosmetik punya teh Nia karena suka lihat teh Nia sewaktu dia make up wajahnya, entah kenapa, kalo teh Nia hasilnya cantik, sementara aku malah seperti boneka menyeramkan. Kalo pipiku merah dan mataku seram sekali. “Kamu pesan ojek onlinenya deh, biar saya yang kunci pintunya” katanya padaku sambil meminta kunci ruangan kerja yang aku pegang dan jadi tanggung jawabku. Lagi lagi aku menurut. Yakan di abos aku, masa aku tidak menurut. Setelah aku pesan, baru deh kami sama sama masuk lift lalu turun ke loby. Ternyata sudah datang pesanan ojek onlineku. “Taruh tasmu di tengah tengah biar abangnya tidak modusin kamu” pesannya sebelum aku naik ojek online pesananku. Aku mengangguk mengiyakan lalu pamit pada pak satpam juga. Baik bangetkan pak Iwan, dan perhatian, kalo kemudian aku temukan pesannya begitu aku sampai kos kosanku. Aku balas dong kalo aku sudah sampai di kos kosan. Eh malah dia telpon aku. “Syukur deh kamu udah sampai rumah. Met istirahat Neng, dan makasih udah temanin saya lembur hari ini. Saya juga baru aja sampai rumah” jawabnya di telpon. “Alhamdulilah, kalo bapak udah sampai juga. Makasih juga ya pak, udah traktir saya makan malam, lumayan bisa langsung tidur” jawabku. “Mandi dulu kali, memangnya ketek kamu gak lengket?. Saya aja gerah banget” balasnya sambil tertawa. Selain baik, dan perhatian, pak Iwan itu lucu buat aku tertawa trus sebenarnya. Pokoknya beruntung sekalikan yang jadi pacar pak Iwan. Atau malah calon istri kalo teh Nia bilang pak Iwan sudah lama pacaran dengan pacarnya. Rasanya mendadak aku merasa patah hati duluan. Astaga, apa sih aku?. Aku tuh beneran berharap sesuatu yang tidak mungkin. Tapi kalo berharap ada lelaki lain yang seperti pak Iwan untuk jadi pasanganku atau jodohku di masa depan masih boleh kali ya?. Kalo pak Iwan kan sudah ada yang punya, selain bapak ibunya, tentu saja pacarnya atau calon istrinya. Ya Allah, aku minta terlalu banyak gak sih untuk calon suamiku, kalo aku maunya mirip dengan pak Iwan, yang kasep, baik, perhatian, soleh dan lucu. Gak apa kali ya kalo aku minta itu, kan Tuhan maha segalanya, masa tidak punya kemampuan untuk menyediakan lelaki baik lain seperti pak Iwan untuk jadi suamiku di masa depan. Pak Iwan mah sudah jangan di ganggu deh, bahaya kalo ganggu pak Iwan. Eh malah kenapa Allah semakin membuat kami dekat, di hari hari depan. Masa pak Iwan tidak merasa cukup dengan tau nomor handphoneku?. Masa setelah beberapa kali menemaninya lembur, dia malah mau tau dimana letak kos kosan atau kontrakanku dengan menawarkan bantuan mengantar aku pulang. Aku jadi takut juga. Bukan karena dia akhirnya akan tau di mana tempat tinggalku di Jakarta. Tapi untuk apa ya?, aku kan bukan siapa siapa sampai dia mesti tau dimana aku tinggal. kalo masalah dia akan datang malam hari ke kos kosanku sih rasanya tidak masalah. Tetangga kos kosanku, suka pada begitu kok, ya maksudku suka menerima tamu lelaki malam malam, entah ngapain juga di dalam kos kosan, kalo mesti sampai menginap. Aku langsung takut dong, kalo pak Iwan ikutan nginap seperti teman lelaki tetangga kos kosanku, terus aku harus tidur di mana?, trus apa keluarga pak Iwan gak akan cari kenapa anak bujangnya gak pulang?. Atau yang paling parah, gimana kalo pacarnya cari?, terus ternyata ada di kos kosanku?, fiks aku bakalan di cap jadi pelakor ini mah, gimana kalo aku nanti di jambak pacar pak Iwan, terus viral di medsos?. Mama dan bapakku di kampung bisa aja semaputkan?.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN