Tentang Aleah

1097 Kata
Esok hari Lucas pulang ke rumah keluarganya. Nara menyambutnya dengan bahagia. Ia selalu begitu kalau Lucas datang. Tampak sekali ia sangat gembira jika putra-putranya bisa berkumpul dalam satu rumah. “Akhirnya kau pulang juga,” ucap Nara dengan senyum lembutnya “kau sudah makan?” tanya Nara. “Sudah,” jawab Lucas singkat. “Em, nak, kau ke pabrik lagi, ya? Papa harus ke luar kota dan adikmu...” Nara menurunkan matanya tak melanjutkan. Lucas tahu apa kelanjutannya. Rafael sakit. Dia memang selalu seperti itu. Sakit, sakit dan sakit. Tak berapa lama Rafael akhirnya menampakkan diri. Akhirnya ia keluar dari kamarnya yang nyaman dan tenang. Ia dan Lucas saling menatap cukup lama. Entah kapan terakhir kali mereka bertatap muka seperti itu. “Hai-kak...” sapa Rafael canggung. Lucas bergeming lalu memalingkan muka menghadap ke ibu sambungnya “baiklah, aku akan ke pabrik,” jawab Lucas akhirnya. Nara tersenyum lega “terima kasih, Lucas,” ucapnya sekaligus merasa heran karena mudah sekali bagi Lucas mengiyakan permintaannya untuk ke pabrik padahal biasanya ia harus membujuk dan merayu anak sulungnya itu. Tetapi sudahlah, tak perlu ambil pusing dengan hal itu. Bukankah lebih bagus kalau Lucas mau mengurus perusahaan. Lucas tersenyum pada Nara. Ia mengiyakan permintaan itu bukan karena ia mau mengurus perusahaan. Tetapi karena Aleah. Ada perempuan cantik itu di sana. Dan Lucas ingin melihatnya. Setelah semalam ia lari begitu saja dengan air mata dan menyisakan pertanyaan besar di kepalanya. Lucas pun berangkat ke pabrik dan melakukan tugas ala bos di sana. Ia berkeliling area produksi dan melewati meja tempat Nara menjahit. Tetapi bukan Nara yang ada di sana. Di mana wanita itu? Padahal bagian di tempatnya masih mengerjakan produk yang sama. Apa perempuan itu tidak masuk kerja hari ini? Lucas tak berlama-lama di sana. Ia segera menuju ke rumah sakit, barangkali Aleah ada di sana. Dan benar, Aleah memang ada di sana. Lucas mengintip dari balik kaca kecil di pintu. Tak berapa lama pintu itu dibuka dan ayah Aleah muncul dibaliknya. “Siapa kau?” tanya pria tua itu. “A-aku...temannya Aleah,” jawab Lucas terbata-bata “hari ini dia tidak ada di pabrik, ada apa dengannya?” Ayah Aleah menghela napas lalu duduk di kursi koridor dekat pintu disusul Lucas “Rachel tiba-tiba kritis tadi pagi, ia muntah darah dan tidak sadarkan diri,” papar pria tua itu. “Sejak kapan Rachel sakit?” tanya Lucas. “Sudah tiga bulan lebih ia menderita leukimia.” Lucas diam menyimak pria tua di hadapannya. Ia ikut prihatin dengan keadaan Rachel. Malang sekali gadis sekecil itu harus menerima penyakit berbahaya dan mematikan. “Omong-omong Aleah bekerja pagi sampai malam untuk membiayai pengobatan Aleah, memangnya ayah Rachel tidak bekerja?” Lucas penasaran. Ayah Aleah mendelik “apa kau sangat dekat dengan Aleah? Tidak ada yang tahu Aleah punya pekerjaan malam.” Lucas hampir saja melupakan hal itu “ah, ya-kami-cukup dekat,” Lucas terbata-bata. Pria tua itu terdiam sejenak dan tampak mengenang “ayahnya tidak bertanggung jawab,” jawabnya dengan mata mengilat memperlihatkan amarah yang besar saat mengingat tentang ayah Rachel. Lucas mengerutkan dahi “tidak bertanggung jawab?” Pria tua itu menghela napas lagi “Dulu, Aleah menjadi korban pelecehan seksual saat ia merayakan pesta kelulusan sekolahnya. Pria itu satu sekolah dengannya dan bahkan Aleah pernah jatuh cinta pada pria itu, tetapi pria itu mau menerima cinta Aleah asal Aleah menyerahkan tubuhnya. Tentu saja Aleah tidak mau, aku tahu dia gadis yang tidak mudah dibodohi pria tetapi pria itu memaksanya dan Aleah tidak bisa bertindak apa pun. Tidak ada yang menolongnya padahal itu terjadi di sekolah. Pria itu bekerja sama dengan teman-temannya supaya menguncinya di kelas hanya berdua dengan Aleah sehingga ia bisa dengan mudah melakukannya,” papar pria itu dengan nada pedih “saat itu adalah saat-saat terberat dalam hidup putriku, hampir saja ia menjadi gila terlebih pria yang menodainya bisa selamat dari tuntutan hukum karena dia punya uang, Aleahku hancur seorang diri dengan janin yang tak pernah ia inginkan” lanjut pria tua itu dengan air mata yang membasahi wajahnya “masa mudanya terenggut begitu saja, tidak ada yang bisa mengembalikannya, tetapi saat Rachel lahir entah Tuhan memberi keajaiban atau ia mengetuk pintu hati Aleah, dia sangat bahagia dengan kelahiran Rachel dan menerima anak itu dengan kasih sayangnya, itu sebabnya dia bekerja mati-matian untuk kesembuhan Rachel karena sekarang Rachel adalah satu-satunya harta yang ia miliki.” Lucas tak bisa berkata apa-apa. Ternyata begini kenyataan hidup yang Aleah alami. Sekarang ia mengerti kenapa Aleah tak mau membuka pakaiannya walau berapa pun banyaknya uang yang ia terima. Perempuan itu mungkin saja trauma dengan masa lalunya saat ia dengan paksa harus merelakan mahkotanya. “Sepertinya aku harus pergi, semoga Rachel lekas sembuh dan Aleah tidak perlu kerja keras lagi,” pungkas Lucas kemudian pergi meninggalkan ayah Aleah yang masih hanyut dalam masa lalu. Tetapi langkah Lucas terhenti saat pintu dibuka oleh Aleah. Mereka bertatapan tanpa kata-kata cukup lama. Ayah Aleah pun ikut menatap keduanya. Aleah menundukkan kepala merasa bersalah karena ia kabur begitu saja meninggalkan Lucas tanpa menyelesaikan pekerjaannya. “Aku pergi dulu,” hanya itu kata Lucas. Pria itu kemudian pergi tanpa Aleah bisa mengatakan sesuatu. Aleah terlalu takut walau hanya dengan berhadapan dengan pria yang menjadi tuannya sekarang. Lucas pasti sangat kecewa dan merasa sangat rugi karena ia tak mendapatkan apa yang ia inginkan. *** Berhari-hari Lucas tak menghubungi Aleah. Aleah jadi gelisah. Apakah perjanjiannya dengan Lucas sudah berakhir? Dengan cara seperti ini? Dengan meninggalkan rasa bersalah di benak Aleah? Aleah jadi khawatir hubungan kerjanya dengan Lucas benar-benar berakhir. Terlebih malam itu ia benar-benar membuat Lucas kecewa. Bukan hanya itu, sebenarnya ia juga menghawatirkan bagaimana cara membayar biaya pengobatan Rachel yang harus ia lunasi dua hari lagi. Dia bisa mampus kalau perjanjiannya dengan Lucas benar-benar berakhir. Aleah memutuskan untuk menemui Lucas di rumah pribadinya karena ia tidak tahu lagi harus ke mana mencari pria tampan itu. Ia mengetuk pintu rumah yang tertutup rapat itu, menekan belnya pula. Tetapi tak ada jawaban sama sekali. Aleah meraup wajahnya sampai ke rambut panjangnya. Ia nyaris putus asa. Sekarang bagaimana nasib Rachel. Aleah membalikkan badan dengan lesu. Lucas tak ada di rumah itu. Mungkin dia sedang pergi atau, entahlah, ia tak mengetahui apa pun tentang pria itu. Ia pun melangkahkan kaki menjauh dari teras. Dan Lucas datang menunggangi motor hitamnya. Lucas melepas helmnya lalu turun dari motor “kau datang tanpa panggilan? Apa aku harus menganggapmu sebagai tamu?” katanya lalu berdiri menghadap Aleah. Aleah menghela napas lega. Tetapi kini rasa tegang menyelimuti dadanya. Ia menarik napas mempersiapkan nyalinya “aku akan melakukan pekerjaanku, dengan baik, aku janji,” katanya dengan satu tarikan napas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN