TITI POV
Aku tak sanggup mengatakannya.
Ucapan itu selalu kutunda dan kutunda terus. Melihat wajah polos Chocho yang selalu memandangku berbinar-binar dengan senyum manisnya, membuatku tak tega menyampaikannya.
Hei Chocho, pagi yang cerah. Bentar lagi Kak Titi pergi loh. Masa aku mesti bilang begitu?
Atau.. Dedek, walau Kak Titi udah pergi harus tetap minum s**u sehari tiga kali ya.
Ah, sepertinya kata-kata perpisahanku gesrek semua! Lah, disaat aku tengah bingung bin galau, Chocho tiba-tiba memperagakan kiss bye di depanku. Gayanya cool dan seksi abis, apalagi tatapan matanya itu.. membuat hatiku meriang. Rasanya jantungku bisa kolaps nih. Aku tahu pasti dia menirukan gaya oppa-oppa korea di klip video yang sering kutonton. Tapi tetap aku baperrrrrr dibuatnya. Aku aja yang tahu kondisi mentalnya bisa baper karena Chocho, apalagi orang lain yang gak tahu kalau Chocho anak tuna grahita.
"Kak Titi! Kak Titi! Goodbye?" teriaknya senang.
Rupanya dia mengkaitkan gerakannya dengan kata-kata bahasa Inggris simpel yang kuajarkan padanya.
"Kissbye!" aku menirukan gerakannya tadi.
Chocho memandangku bingung. Lalu ia mengecup bibirku dan berkata, "kiss!!"
"I love you!" imbuhnya.
Lalu ia kembali menaruh jarinya di bibir dan mengecup jari itu.
"Goodbye!"
Ah, dia bingung membedakan kiss, goodbye dan kissbye. Akupun memperagakan untuknya. Cup. Kukecup pipinya.
"Kiss.." ucapku pelan.
Chocho meniruku.
"Kiss." Tapi dia mengecup bibirku..
"I love you," sambungnya.
So sweet Chocho, hatiku terasa hangat karenanya.
"Goodbye," kataku sambil melambaikan tanganku.
Chocho mulai paham.
"Goodbye," tirunya, dia melambaikan tangannya.
"Dedek pinter!" pujiku tulus. Aku mengelus pipinya gemas. Wajah Chocho berubah sumringah.
"Kiss. .." aku mengecup jariku, "bye." Kulambaikan jariku yang tadi kukecup.
Chocho mengernyitkan dahinya bingung. Lalu aku mengambil jarinya, kukecup dengan bibirku, lalu kulambaikan jari Chocho itu.
"Kissbye..."
Senyum Chocho berkembang sempurna. Sekonyong-konyong dia menarik jariku dan mengecupnya mesra.
"Kiss...." Lalu dia melambaikan jariku sambil berkata, "bye... Kissbye!!"
Aku tertawa geli melihatnya. Muka Chocho lucu dan imut banget. Bikin gemes. Mendadak hatiku terasa perih, sebentar lagi aku akan berpisah dengannya. Apakah kami masih bisa bertemu? Bagaimana kalau aku kangen padanya? Mataku terasa panas dan berkaca-kaca. Ya Tuhan, baru kusadari aku sangat menyayangi bocah imut ini.
"Paman! Paman!"
Teriakan Chocho mengalihkan perhatianku. Si Om telah datang, dia menghampiri kami bersama Mas Aro di sampingnya. Mas Aro terlihat tampan seperti biasanya, namun agak kusut. Sepertinya dia lagi banyak pikiran. Dia menatapku tajam, saat itu aku diam-diam menyusut airmataku. Perpisahanku dengan Chocho telah tiba dan kurasa aku tak sanggup bilang goodbye padanya. Biarlah pelajaran bahasa Inggris kali ini yang mewakili perasaanku.
==== >(*~*)XANDER POV
Gadis aneh itu telah pergi. Seharusnya aku merasa lega. Tapi mengapa hatiku terasa kosong?! Padahal aku sengaja memecatnya supaya perasaanku tak lagi dikacaukan olehnya. Aku putra sulung keluarga Edisson, anak yang dibanggakan Mom dan Dad. Tak mungkin hubungan kami direstui oleh orangtuaku. Secara Titi cuma anak yatim piatu yang tak memiliki apapun kecuali hutangnya pada keluargaku. Aku tak mau membuang waktu menjalin kasih dengannya yang berujung kegagalan. Itu sebabnya aku memecatnya.
Tak ada harapan diantara kami sedangkan berdekatan dengannya membuat aku kehilangan akal sehatku. Ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut, maka kami harus berpisah. Seharusnya aku lega, masalahku selesai. Tapi mengapa hati ini terasa hampa. Hidupku terasa kosong, gak berarti. Aku jadi benci pada diriku sendiri! Mengapa aku tak bisa mengontrol perasaanku?!
"Tuan muda! Tuan muda!"
Pak Frans menghampiriku dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya terlihat pucat dan sangat khawatir.
"Ada apa Pak Frans?" tanyaku datar.
"Tuan kecil... tuan kecil Chocho! Dia... dia... menghilang!" teriak Pak Frans panik.
Aku terhenyak mendengar berita itu. Chocho pergi kemana? Apa ia pergi mencari baby sitternya? Perasaanku jadi kacau berat!
==== >(*~*)
CHOCHO POV
Cari Kak Titi. Pokoknya cari. Kemana aja. Harus dapat. Chocho jalan terus. Meski kaki sakit. Capek. Tapi harus cari. Kak Titi mana? Napa semua orang lihat Chocho? Chocho takut!
"Ih gantengnya, imut! Gemes, ih!"
Ada kakak ngelihat Chocho. Matanya aneh. Ngiler lagi. Chocho takut. Dia kayak mau makan Chocho! Jangan-jangan dia nenek sihir! Kak Titi, Chocho takut! Chocho nunduk. Gak berani lihat orang. Kayak ada kuntilanak ngikik.
"Gemes gue, boleh culik gak sih? Pengin gue kekepin di kamar!"
Apa?! Culik? Takut!! Keringat dingin Chocho. Kak Titi mana?
Baby Shark.... dodododo.... Baby shark.... dodododo.. Baby shark... dodododo.. Baby shark!
Itu lagu Kak Titi, Chocho ikuti aja. Ada adik kecil yang setel. Chocho ikuti adik kecil. Dia sama maminya. Pasti nanti ketemu Kak Titi. Chocho ikut mereka. Naik kereta. Pas bapak kumis gak lihat. Chocho masuk. Ikut si adik baby shark. Si adik duduk di bangku kereta. Sama Maminya. Chocho berdiri. Di depan mereka. Adik kecil senyum. Manis.
"Kakak mau?"
Ada coklat di tangannya. Chocho ngangguk.
"Makasih."
Kak Titi bilang dikasih orang harus bilang gitu. Adik kecil senyum lebar. Giginya ompong.
"Kamu malas sikat gigi?" Chocho tanya.
Gigi ompong karna malas sikat gigi. Kak Titi yang bilang. Mami si adik melirik galak. Tapi adik cuma ketawa.
"Psssttt, jangan bilang Mami. Iya, aku malas sikat gigi."
"Kak Titi bilang bisa lubang giginya."
"Siapa kak Titi?" adik kecil tanya.
Siapa Kak Titi? I love you-nya Chocho.
"Love Kak Titi."
Si Adik kecil tertawa, "pacarnya Kakak?"
Pacar? Apa itu?
"Pacar itu orang yang kita love," bilang si adik.
Chocho ngangguk. Berarti Kak Titi pacar Chocho! Pacar Chocho... Kak Titi! Chocho senang punya pacar.
"Mimi, sudah jangan ngobrol terus." Mami si Adik negur.
"Dik, ini keretanya sudah jalan lho. Coba cari bangku yang kosong." Si Mami ngomong.
Bangku kosong. Bangku kosong. Gak ada bangku kosong. Chocho jalan terus hingga sepi. Paling ujung. Ada dua orang berdiri. Mereka marahan?
"Serahkan uang dan dompetmu atau...."
"Tidak akan!!"
Trus orang satu jatuh. Bobok di lantai. Iiiihhhh apa itu?! Ada cairan merah ngalir di perutnya. Chocho menjerit. Orang yang berdiri noleh. Kaget lihat Chocho. Dia berlari. Lewati Chocho. Kasih pisau ke Chocho. Pisau ada cairan merah. Chocho bingung.
"Tolong aku...."
Orang bobok itu ngomong gitu. Chocho mendekat. Berlutut. Pegang perutnya. Tangan Chocho jadi merah. Rasanya lengket.
"Aaaaaaahhhhhh ada pembunuhhhh!!!"
Tiba-tiba ada yang teriak. Pembunuh? Siapa dia? Orang yang bobok inikah? Chocho takut. Kak Titi! Kak Titi mana?
==== >(*~*)
TITI POV
Dimana Chocho? Aku sangat mengkhawatirkannya! Si Om baru memberi kabar bahwa Chocho menghilang. Mereka menduga Chocho mencariku. Aku jadi trenyuh. My baby, apa dia merindukanku? Aku juga merindukanmu Chocho, kangen banget! Plus khawatir! Aku sudah seperti orang gila mencarinya.
Kukirimkan foto Chocho pada teman-temanku., berharap mereka mau bantu broadcast. Siapa tahu ada yang melihat dan mau mengabari kami. Kucantumkan nomor kontakku bila mereka menemukan Chocho. Tentu saja aku gak mencantumin nama asli Chocho dan hubungannya dengan keluarga Edisson. Yang tak kuduga, semua temanku justru terpikat abis pada Chocho.
Kalau seganteng ini mah biar ketemu, gak bakal gue balikin. Gue simpan buat gue sendirilah.
Mauuuuuu, dijual berapa?
Yaelah, ini mah bidadara! Udah balik ke kahyangan kali.
Ini bukan cowok lo kan? Tapi biar cowok lo juga tetap gue embat!
Asyemmmm. Bukannya memberi info berfaedah, mereka malah bikin kisruh! Rada nyesel aku mem-broadcast berita kehilangan Chocho. Apalagi dalam waktu singkat foto Chocho menjadi fenomenal, jadi viral! Semua mengagumi ketampanannya. Untungnya ada yang berbaik hati memberi kabar, dia melihat Chocho di kereta. Berbincang dengan seorang gadis kecil dan ibunya. Dia mendengar orang yang diduganya Chocho menyebut nama 'Kak Titi'. Ya itu Chochoku!! Tanpa membuang waktu aku segera ke stasiun kereta api yang disebutnya. Dan langsung mendengar kabar mengejutkan, ada perampokan dan percobaan pembunuhan dalam kereta. Tersangkanya pemuda bernama Chocho. Astaga, itu tak mungkin!! Chochoku sangat lembut hati.
Aku segera menuju ke kantor polisi yang berada di stasiun kereta. Saat aku masuk kedalam, kulihat Chocho sangat ketakutan dan menjerit-jerit saat dibentak petugas polisi. Darahku mendidih melihatnya. Dasar polisi oon!! Apa mereka tak menyadari kondisi mental Chocho?!
"Chocho!!" seruku memanggilnya.
Chocho berhenti menjerit. Berhenti menangis. Matanya membulat menatapku penuh kerinduan. Aku gak tahan lagi. Aku berlari menghampirinya dan dia juga berlari mendekati diriku. Kami bertemu di tengah-tengah dan saling berpelukan. Airmata kami mengalir bersamaan. Chocho menatapku terus, seakan takut dia cuma bermimpi. Bahkan dia mencubit pipiku untuk memastikannya. Aku tertawa geli ditengah derai airmataku.
"Ini Kak Titi beneran. Bukan boong.."
Cup. Sekonyong-konyong dia mengecup bibirku dan berkata, "i love you."
Aku terpaku. Memang Chocho sering berbuat seperti ini jika kami berduaan, tapi... Yaelah, ini kan di kantor polisi!
Plok plok plok.
Lah, mengapa banyak yang bertepuk tangan menonton kami? Astaga aku jadi malu, kami seperti sepasang kekasih yang akhirnya bertemu setelah dipaksa berpisah.
"Jadi Chocho, inikah Kak Titi, pacar kamu, yang kau ceritakan itu? Dia cantik sekali!" goda salah seorang polwan.
Aku melongo seketika. Apa Chocho mengakui aku sebagai pacarnya? Bagaimana bisa? Masa dia mengerti arti kata ‘pacar’?
==== >(*~*)
Untungnya perampok yang sebenarnya sudah tertangkap. Jadi Chocho dibebaskan dari segala tuduhan. Aku membawa pulang Chocho ke kost-ku. Masa bodo deh. Aku gak menghubungi Mas Aro. Sengaja, biar Chocho bisa merasakan kehidupan bebasnya selama sehari sebelum besok dia terkurung di penjara emasnya. Lagian, aku masih kangen sama Chocho. Biarlah Mas Aro yang arogan itu kebingungan mencari adiknya. Jahat ya aku.
Kami tiba di kosku di malam hari. Aku memandikan Chocho. Duh, kok aku jadi grogi? Biasanya aku memandikan Chocho di kamar mandinya yang luas dan mewah. Ini di kamar mandi kosku yang super sempit. Tubuh kami jadi sering bersentuhan dan bergesekan terus. Tubuhku ikut basah terkena cipratan air shower. Jadi ribet. Jantungku berdebar kencang. Apa yang harus kulakukan? Chocho melihat tubuhku dengan tatapan aneh.
"Kak Titi, ininya besar... Chocho kecil."
Dia menyentuh dadaku lembut. Membandingkan dengan dadanya. Aku tahu dia gak berniat m***m, Chocho hanya ingin tahu saja. Tapi sentuhannya membuatku gemetar. Pikiranku blank, gak tahu mesti jawab apa. Apalagi kemudian tangannya menuntun tanganku memegang k*********a yang besar.
"Ada kuk-kuk.." ucapnya lirih. Lalu tangannya menyentuh halus bagian bawah tubuhku.
" Gak ada kuk-kuk.. dompet koin!" katanya polos.
Astagah, wajahku terasa panas. Pipiku serasa terbakar. Gak mungkin aku marah digrepe halus seperti ini oleh Chocho. Dia cuma anak kecil yang penasaran! Secepat mungkin kuselesaikan sesi mandi bersama Chocho sebelum aku khilaf. Bagaimana enggak?! Kulihat miliknya mengembang dan itu besar banget! Aku ini masih gadis, gak pernah pacaran tapi mataku dah ternoda! Alamak, jadi membayangkan yang tidak-tidak.
Malam ini malam yang mendebarkan bagiku. Kami sudah terbiasa tidur berdua sambil berpelukan, tapi entah mengapa malam ini sikap Chocho menjadi aneh. Dia tidur sambil memelukku dari belakang, lalu mengecup leherku hingga membuatku menggelinjang geli.
"Darimana Chocho belajar meluk seperti ini?" tanyaku heran.
"Paman polisi lihatin. Film orang pacaran. Kak Titi pacar Chocho," jawabnya polos.
Ampun deh, sekalinya Chocho keluar dia udah terkontaminasi banyak hal. Memang anak sepertinya harus selalu didampingi, supaya gak salah persepsi begini. Tapi malam ini aku udah terlalu capek dan sangat mengantuk, besok aja deh aku menjelaskan padanya. Aku menguap dan segera terlelap. Ternyata tidur dalam pelukan Chocho terasa nyaman bagiku. Antara sadar atau tidak, aku merasa Chocho menggesek-gesekkan miliknya ke pantatku dan ‘itu’nya mengembang dengan sempurna. Ah, mungkin ini hanya mimpi..
==== >(*~*)
Bersambung