EMPAT BELAS

1670 Kata
Yuhuuu, jangan lupa tambahkan ke perpustakaan kalian ya. Hehehe jangan lupa follow juga.  Gea kali ini berada di dalam mobil bersama dengan Deni. Pria itu mengantarnya pulang ketika dia selesai perawatan hari itu juga. Jika di luar, siapa sangka pria itu akan bersikap manis kepadanya? Sedangkan di kampus. Pria itu akan bersikap layaknya dosen pada umumnya. Tapi seperti yang dikatakan tadi oleh pria itu. bahwa Deni hanya akan bertahan selama Gea kuliah di sana. Dia akan fokus menjalankan bisnisnya sendiri untuk menghidupi keluarga. Sebenarnya Gea tidak ada keinginan untuk menikah muda. Targetnya adalah setelah dia selesai S2 suatu saat nanti. Tapi karena Rangga terus memberinya penjelasan mengenai pria yang bertanggungjawab. Dan tidak semua pria itu memiliki sikap seperti dosennya yang langsung meminta Gea kepada orang tua langsung. Ataupun kepada Reno. Awalnya dia sedikit ragu dengan semua itu. namun, atas izin dari orang tuanya juga. Gea akhirnya setuju jika dia harus menikah seperti ajakan dosennya—yang akan menjadi suaminya kelak. Di dalam mobil, pria itu terus meyakinkannya bahwa semuanya akan berjalan lancar. Mereka ingin menikah nanti tapi menunda untuk punya keturunan. Gea juga menginginkan hal itu. setelah dia berkonsultasi dengan Rangga—si ahli m***m. Maka, jawaban dari pria itu. Gea harus menunda punya anak asal jangan mengkonsumi obat-obatan ataupun suntik. Takut jika nanti Gea malah keterusan dan tidak bisa punya anak sekalipun Deni pria subur pada umumnya. Karena banyak sekali yang Rangga amati bahwa orang yang menunda punya keturunan itu justru disaat ingin punya anak. malah tidak bisa punya keturunan karena kondisi rahim sudah tidak normal lagi. "Yakin kan sama pernikahan kita?" tanya Deni begitu Gea mengalihkan pandangannya keluar jendela. Perempuan itu kemudian menolehkan tatapannya pada Deni begitu mereka sampai di depan rumah Gea. "Kalau kamu yakin, aku juga yakin. Tapi apa kita bisa yakin mengenai nanti? Mengingat kita masih sangat muda?" "Gea, yang siap itu adalah aku. berarti tugasku itu bimbing kamu, kan?" Gea menundukkan kepalanya ketika mengingat betapa kesalnya obrolan tadi mengenai seks saat berada di kafe. Dia mendengar sendiri Deni yang mengatakan itu. ia kesal karena Deni terkontaminasi oleh Rangga yang memang sudah berpengalaman mengenai hal itu. sekalipun bersahabat, Gea tidak pernah ikut campur ke dalam urusan Rangga yang melakukan seks bebas di luar sana. "Apa yang kamu takutkan?" "Mengenai ucapan kamu sama Rangga tadi gimana?" Deni terdiam, kemudian dia meraih tangan kanan Gea. "Kamu takut ngelakuinnya?" "Iya," jawab Gea dengan singkat. Siapa pun pasti takut untuk melakukan malam pertama ketika ditakut-takuti oleh teman-temannya yang sudah berpengalaman. Termasuk Gea. Dia paling takut ketika dulu Rangga pernah mengatakan bahwa malam pertama itu pasti sangat menyakitkan jika prianya tidak punya pengalaman sama sekali. Perempuan akan rileks jika prianya sudah mampu untuk mengimbanginya. "Kalau kamu takut dengan hal itu. aku nggak maksa kamu kok. Lagian kita bisa tunda untuk ngelakuinnya kan? Intinya kita nikah aja dulu. Mengenai kamu yang nggak siap, nggak mungkin kan aku perkosa kamu?" Gea menatap pria itu penuh dengan keyakinan. Secepat itu? secepat itu mereka akan menikah tanpa adanya proses pacaran seperti teman-temannya yang bertahun-tahun. "Kamu sudah yakin sama aku?" "Tanyakan pada hati kecilmu, kamu yakin nggak sama aku? kalau kamu yakin, maka jawabannya adalah aku yakin sama kamu. Dan ini terakhir kalinya aku bahas pernikahan. Kalau kamu nggak bisa, aku menyerah," Menyerah? Gea sudah terlalu nyaman dengan pria yang ada disebelahnya ini. sekalipun pada awalnya sangat menyebalkan. Tapi pada akhirnya pria ini yang membuatnya sangat nyaman dengan segala kebaikan dan juga sikap menyebalkan itu. Gea tidak tahu apa yang menjadi hal istimewa pada Deni hingga pada akhirnya dia mengakui bahwa dia juga jatuh cinta dengan pria tersebut. Tidak ingin kehilangan pria terbaik yang kata Rangga menyia-nyiakan Deni adalah hal yang belum pasti didapatka suatu saat nanti. Itu yang selalu dikatakan oleh sahabatnya yang satu itu. Rangga selalu memberinya keyakinan bahwa dia haruslah tetap untuk jatuh cinta kepada pria itu. "Ayo masuk! Aku bakalan ngomong sama orang tua kamu," kata Deni yang begitu beraninya mengajak Gea menikah. Apalagi kali ini ingin mengatakan langsung kepada orang tua Gea. Awalnya Gea menggeleng dan menolak jika mereka berdua berhadapan dengan orang tua Gea. Pasalnya dia takut bahwa orang tuanya akan menolak pernikahan itu. mengingat Gea yang masih kuliah. Ditambah lagi umurnya yang memang masih sangat muda. "Yakin sama aku. kalau niat kita baik. Orang tua pasti ngedukung anaknya. Mana ada yang mau sih anaknya salah jalan, Gea. Kita ini mau menikah. Bukan sekadar pacaran. Yang artinya aku bakalan jadi suami kamu. Yang bakalan tanggungjawab sama kamu nantinya. Tidak peduli apa kata orang kalau kamu menikah muda. Dibandingkan kamu harus menjadi perempuan-perempuan seperti yang sudah ditiduri oleh Rangga. Aku nggak mau kamu seperti itu juga. Rangga cerita banyak kok mengenai perempuan yang sudah pernah dia sentuh," "Aku ragu," kata Gea dengan singkat. Dia takut jika papanya yang menolak semua ini. mengingat mamanya juga keras kepala ketika dia mengingat kakanya ditolak habis-habisan oleh mamanya saat menikahi Felly dulu. "Gea," kata Deni yang kemudian menangkup kedua pipi Gea yang perlahan mendekatkan wajahnya kepada Gea dan perlahan menyentuh bibir perempuan itu dengan bibirnya. Terasa lembut, ini adalah ciuman pertama yang Deni lakukan. Entah bagaimana dengan Gea. Sekalipun dia tidak pernah punya pengalaman. Tapi naluri sebagai seorang pria pasti akan membimbingnya untuk melakukan lebih. Semakin dalam ciuman itu, bahkan Gea sendiri membuka mulutnya dan membalas ciuman Deni dengan sangat intens, lidahnya mereka bermain dengan sembarang di sana. Hingga kemudian Deni menatap Gea dengan tatapan kosongnya. "Aku sayang sama kamu, nggak bakalan ada yang lebih dari ini. Aku ngajak kamu menikah bukan karena hanya ingin memenuhi nafsuku. Tapi karena aku ingin kamu dapat perlindungan lebih ketika berada di kantor. Ada yang melarang kamu bergaul jika pergaulan kamu melebihi batas, kemudian kamu punya pemikiran juga kalau kamu sebenarnya punya suami," Gea menunduk yang kemudian Deni menarik dagu Gea untuk kedua kalinya. Ciuman yang terasa sangat penuh kasih sayang dari Deni kepada Gea. Ia melepas ciuman itu lagi ketika napas Gea memburu barusan. "Kita hadapi sama-sama orang tua kamu," "Tapi kan?—" "Aku tahu Mama kamu. Reno pernah cerita mengenai dia yang mungkin akan menolak. Tapi ini adalah untuk kita berdua. Kita ini bakalan nikah, Gea. Nggak ngelakuin hubungan yang parah. Misalnya kamu hamil diluar nikah. Itu nggak sama sekali kan? Aku serius mau nikahi kamu atas dasar aku mencintai kamu," "Apa benar teori jatuh cinta itu sangat mudah?" "Teori apa? Aku nggak sama sekali main teori jatuh cinta dan sebagainya. Aku cinta sama kamu itu murni. Sekalipun kamu itu sering ngambek dan sebagainya. Aku nggak bakalan keras kok sama kamu. Intinya, aku nggak mau kita main kucing-kucingan. Jujur aku juga nggak enak sama orang tua kamu kalau aku ngajak kamu keluar terus, kalau kita sudah menikah kita mau ke mana aja kan pastinya bakalan nyenengin, Gea," "Terserah kamu, tapi aku mau tetap sembunyi dari yang lainnya," Deni tahu bahwa Gea sebenarnya juga mau menikah dengannya walaupun ini adalah hubungan yang teramat sangat singkat. Tapi dia begitu yakin jika mereka berdua bisa menikah sekalipun kisah mereka tidak terlalu panjang. Gea juga yang sudah terlanjur sayang kepada pria itu. Mereka berdua kemudian memilih untuk keluar dari dalam mobil untuk menghadap orang tua Gea. Kali ini yang datang hanya Deni tanpa ada dampingan dari orang tuanya. "Percaya sama aku, kita bakalan hadapi apa pun yang terjadi. Jangan berbuat nekat apalagi berpikiran untuk hamil biar kita disetujui," Yah, Gea memang pernah mendengar bahwa beberapa temannya memang menjadikan hamil sebagai alasan menikah. "Aku nggak berpikiran seperti itu," "Hmm, ayo kita masuk!" ajak Deni ketika dia merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Deni juga begitu yakin jika ini akan diterima oleh orang tua Gea. Mereka berdua masuk kemudian di sana ada orang tua Gea yang sedang berada di ruang keluarga sedang ngopi bersama malam itu. Karena tadi setelah pulang dari salon, Gea dan juga Deni sempat nonton bareng dan akhirnya mereka bertengkar lagi saat berada di mobil. Tadi pertama, Deni mengaja Gea pulang. Tapi ketika tepat berada di depan rumah Gea. Dia memilih untuk pergi lagi dan mengajak perempuan itu bicara serius ketika mereka sedang ada di bioskop. "Eh, sudah pulang?" tanya mamanya Gea. "Ayo duduk dulu, Deni!" kata mamanya Gea. Kemudian Deni duduk setelah dia bersalaman kepada orang tuanya Gea. "Ge, bikin minuman buat Deni ya!" perintah papanya. Pria itu memang diterima sangat baik di sana. Namun hanya Gea yang selalu berpikiranburuk mengenai orang tuanya. "Om, tante. Saya mau ngomong serius sama Om dan juga tante," "Ngomong aja!" papanya Gea terlihat lebih santai untuk menanggapi. "Saya mau nikahi, Gea bulan ini," Kedua orang tua Gea saling melempar tatap begitu dia mengatakan hal itu. "Kamu lagi nggak hamilin Gea kan?" kata mamanya Gea yang penasaran dengan permintaan Deni yang langsung seperti itu. "Nggak kok. Saya nggak pernah apa-apain Gea. Cuman kan kalau sudah menikah, saya bisa ajak Gea ke mana-mana. Semisal ada perjalanan bisnis dan sebagainya. Dan juga ada yang bertanggungjawab sama dia. Orang tua saya juga sudah pasti setuju kok. Om sama tante jangan khawatir mengenai saya yang ngajak dia tinggal di rumah orang tua. Saya bakalan beli rumah kok kalau sudah menikah," "Deni, bukan gitu masalahnya. Cuman kamu tahu sendiri Gea masih kuliah," "Tahu kok. Tapi saya sudah memikirkan ini sama Gea. Saya dan dia sudah sepakat menunda punya anak," "Gea tidak pernah pacaran sebelumnya. Tapi apa kamu bisa imbangi emosinya dia ketika dia seperti anak kecil nantinya? Gea itu adalah anak yang mungkin keras kepala, Deni. Om takut kalau dia masih labil, justru kalian bercerai di saat pernikahan kalian baru seumur jagung," "Om. Saya nikahi dia bukan atas dasar berdebat seperti itu kok. Saya bakalan jadi imam dia bukan? Bakalan jadi kepala keluarga juga. Lagian kalau saya nunggu dia selesai kuliah. Kelamaan banget kayaknya. Saya nggak mau perasaan saya berubah," "Tante nggak masalah, Deni. Mungkin yang kamu bilang itu juga benar. Tapi alangkah lebih baiknya, mungkin kamu bisa bawa orang tua kamu ke rumah. Biar om sama tante ngomong dulu sama mereka tentang ajakan kamu ini," "Ya, Om juga setuju sama usulan tante kamu," "Besok malam. Saya bakalan bawa mereka kalau gitu," "Yakin sama keputusan kamu?" papa Gea kali ini ingin melihat kesungguhan Deni. "Iya, Om. Saya sudah yakin sekali sama semua ini," "Oke, kalau gitu kamu ajak mereka menghadap. Biar Gea juga ada di sini nanti. Kakaknya juga. Kita omongin. Masalah seperti ini nggak bisa cuman kita bertiga yang omongin. Peran Reno juga diperlukan. Apalagi orang tua kamu. Keputusan itu ada sama mereka, jadi omongin dulu sama orang tua kamu tentang rencana kamu ini ya!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN