"Mia dijodohkan sama Rendra? Haha, Mama kalo bercanda nggak lucu, ah!" Seorang gadis sedang berbicara dengan mamanya melalui video call di laptopnya.
Dalam layar laptop tersebut, terdapat gambar sepasang suami-istri yang berusia paruh baya sedang tersenyum sambil menggeleng-geleng kepalanya. "Kami tidak bercanda, sayang! Perjodohan antara kamu dan Rendra itu betul adanya. Oma kalian yang merencanakan ini."
Garis lengkung pada bibir gadis itu pun mendadak hilang, lesung pipinya sirna, dan sinar matanya pun meredup.
"Mia," panggil salah seorang wanita dalam layar. "Kamu baik-baik saja kan sayang?"
"Terus, Mama dan Papa setuju-setuju aja, gitu?" protes Mia pada kedua orang tuanya.
"Ini keputusan, oma yang buat. Kami tidak bisa menginterupsi," jawab sang papa.
"Papa harusnya ngerti sama anak papa sendiri. Papa harusnya ngerti kalau Mia nggak mau dijodohin kayak gini!" ujar Mia tak terima.
"Kami pikir kamu akan senang menerima perjodohan ini."
"Senang? Kalian pikir aku Siti Nurbaya, ya? Mana mungkin aku senang dijodohkan?" protes gadis itu lagi. "Udahlah! Males ngomongnya!"
"Sayang, sayang ...! Dengarkan, Papa sudah mengatur se-"
Tut tut tut
Dengan hati yang super dongkol, Mia mengakhiri video call itu. Ia tak peduli dengan orang tuanya yang terlihat masih ingin bicara itu.
Pemberitahuan di laptopnya menyala lagi, orang tuanya masih berusaha menghubungi. Mia langsung melepaskan jaringan yang terhubung ke laptopnya.
Namun ternyata orang tua Mia tak putus asa begitu saja. Karena kini ponsel-ponsel Mia yang jadi sasarannya. Dua buah smartphone yang tergeletak di atas meja, keduanya bergetar secara bergantian memunculkan notifikasi berupa panggilan.
Hanya saja Mia mengabaikan keduanya.
Sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan menurut Mia. Ia benci dengan para orang tua, yang selalu sok tahu tentang kebahagiaannya.
Rendra adalah sepupunya sendiri, entah apa motif yang mendasari keluarganya sehingga dirinya dijodohkan pada Rendra. Yang jelas Mia sama sekali tidak menginginkan yang namanya terlibat dengan sebuah perjodohan.
Jauh-jauh ia pergi ke Prancis untuk kuliah di jurusan Pattisery yang sesuai dengan hobinya. Ia ingin melupakan perasaannya pada Rendra dan ingin memperbaiki hubungannya dengan sepupunya itu.
Namun, apa jadinya jika orang tua mereka malah menjodohkan mereka berdua.
"Huuuft!" Mia mengusap kepalanya, menyingkirkan surai-surai yang menutup dahinya.
Drrt drrt drrt
Mia melihat sebuah pesan masuk dalam ponselnya.
(Kita harus bicara) ~Rendra
*
Hari-hari pun berlalu, Mia sama sekali tidak mau mengangkat panggilan dari kedua orang tuanya. Baik itu panggilan suara maupun panggilan video. Dirinya disibukkan dengan semua kegiatan perkuliahannya yang super padat.
Pesan yang ia terima dari Rendra pun ia abaikan dan sama sekali tak ada niat untuk ia balas.
Sore ini ia cukup lelah, setelah seharian bergulat dengan adonan fermentasi. Rasanya bau ragi begitu menempel di tubuh Mia.
Ia berjalan masuk ke dalam lift apartemennya. Mia benar-benar merindukan kasur malam ini.
Ting
Pintu lift terbuka, ia pun segera berjalan keluar dan menuju ke arah kamarnya.
"Loh?" Bukan main terkejutnya Mia saat melihat pintu apartemennya terbuka lebar.
Ia tidak mungkin lupa mengunci pintu apartemen, apalagi lupa menutup pintunya. Mengapa sekarang pintu apartemen ini tiba-tiba terbuka.
Gadis itu pun bergegas masuk ke dalam apartemennya. Ia takut ada perampok yang menyatroni tempat tinggalnya.
"Tidak mungkin!"
Mia melihat sekeliling ruang tamu, semua nampak biasa. Ia pun melepas sepatunya dan menggantinya dengan sendal beludru favoritnya.
"Miauw! Miauw!" Mia memanggil kucing gembul yang biasa menyambut saat ia baru datang.
"Jangan-jangan Miauw?" Pikiran buruk sudah merasuk ke dalam benaknya. "Miauw! Miauw!" Mia memanggil-manggil kucing piaraan kesayangannya, ia tak ingin ada yang mencuri Miauw atau terjadi sesuatu pada kucing itu.
"Miiiauw ...."
Mia mendengar suara Miauw dari arah kamarnya yang tertutup. "Miauw!" Segeralah Mia berlari menghampiri suara kucingnya berasal.
Ceklek
Mia membuka pintu kamarnya.
"Miauw?" Mia melihat kucingnya sedang dalam pangkuan seseorang.
"Oma?" Mia juga melihat bahwa omanya lah yang sedang memangku Miauw.
"Kamu sudah datang, Mia?" sapa omanya dengan ramah.
"I-iya, Oma." Mia gugup, ia takut kedatangan omanya ini ada kaitannya dengan perjodohan yang dibicarakan orangtuanya waktu itu.
"Oma datang ke sini bersama siapa?" tanya Mia sambil duduk dengan omanya.
"Ah, ada yang mengantarku. Aku hanya sedang berjalan-jalan ke Prancis, ya sekalian menjenguk cucuku yang sedang asyik berkuliah sampai sulit sekali untuk dihubungi."
Mia merasa tersindir.
"Bersihkan dulu dirimu! Nanti kita mengobrol lagi. Masa' anak perawan tapi baunya mirip tape," protes omanya sambil terkekeh.
Mia tak mengelak, ia dari tadi juga mengakui jika dirinya seharian bergulat dengan ragi. Hingga seakan keringatnya pun ikut bau ragi. Mungkin itu yang dimaksud bau tape oleh omanya.
"Baik, Oma! Mia ke kamar mandi dulu!"
Sang oma pun keluar dan meninggalkan Mia yang hendak membersihkan diri.
Tiga puluh menit pun berselang, Mia yang sudah segar kembali mendengar kegaduhan di ruang tamunya. Ia pun dengan terburu-buru menyelesaikan riasannya dan keluar kamar.
"Mama ...? Papa ...?" Mia terkejut melihat kedua orang tuanya juga berada di apartemennya.
"Ada apa ini? Kenapa kalian tiba-tiba datang beramai-ramai kemari?" tanya Mia lagi.
"Duduklah, sayang!" pinta sang mama pada Mia.
Mau tidak mau Mia pun duduk mengikuti mamanya. Gadis itu duduk namun sambil mengatakan sesuatu sebelum ada yang mendahuluinya. "Mia tidak mau jika kalian semua datang hanya untuk membahas perjodohan dengan Rendra!" tegasnya tanpa menatap pada ketiga orang tua yang ada di sekitarnya.
Kedua orang tua Mia menelan ludah mendengar kata-kata anaknya. Bahkan mereka belum sempat mengatakan apapun mengenai perjodohan tersebut.
"Mia," panggil oma dengan nada serius. "Alasan Oma menjodohkan kamu dengan Rendra bukan hanya sekedar ingin mempererat kekeluargaan kita. Tapi ... ada alasan lain yang juga mendasarinya." Oma berkata yang dibalas anggukkan oleh kedua orang tuanya.
"Mia nggak mau tau! Alasan apapun yang kalian utarakan pada Mia pasti semuanya tidak akan masuk akal! Apapun itu alasannya, Mia tidak mau dijodohkan! Titik!" Mia pun berdiri dan beranjak pergi masuk ke dalam kamarnya.
Brak!
Gadis itu membanting pintu kamarnya.
"Mia! Mia!" Kedua orang tua Mia memanggil-manggil dari luar kamar.
"Pergi! Sebaiknya Mama, Papa dan Oma pergi! Kalian tidak perlu repot-repot menjenguk Mia! Mia tidak butuh kalian jenguk seperti ini!" Mia berteriak dari dalam kamar.
Gadis itu duduk bersandar pada pintu kamarnya. Punggungnya merosot dan Mia pun menangis tersedu-sedu.
"Mia keluar dulu sayang! Dengarkan kami, kami melakukan ini untuk kebaikanmu dan Rendra! Jangan berburuk sangka dulu, Mi!"
Di sela tangisnya yang terisak, Mia berusaha menjawab. "Mama dan Papa tak perlu melakukan ini untuk membuat Rendra mau bersama Mia. Mia sudah tak mengharapkan apapun lagi dari Rendra. Jadi sekarang Mia mohon, biarkan Mia menentukan sendiri masa depan Mia, Ma ... Pa ...."
Mia mencintai Rendra Ma, Pa .... Tapi Rendra membenci Mia. Rendra pasti akan semakin membenci Mia dan menyangka Mia yang ingin dijodohkan.
*