Bagian 11

1000 Kata
"Ah untuk apa aku mencarinya?" Semenjak pengakuan Mia yang katanya sudah tidak menyukainya lagi, Rendra jadi sering memikirkan gadis itu. Kini mobil Rendra telah terparkir di dalam garasi rumah, namun ia masih belum keluar dari mobilnya sendiri. "Sini, Mi! Aku yang bantuin!" Suara yang familiar terdengar. Rendra pun segera mengarahkan spion di atasnya untuk melihat apa yang terjadi di sana. "Riski?" Dari spion, bayangan Riski menenteng bingkisan terlihat. Rendra pun bergegas turun dari mobilnya dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh sahabat lamanya itu. "Nggak ngerepotin, Ki? Makasih ya." Rendra melihat Mia mengeluarkan bingkisan terakhir dari mobil dan gadis itu mengucapkan terima kasih pada Riski, karena Riski yang menolong Mia mengangkut bingkisan-bingkisan tadi. "Udah nggak ada lagi, Mi?" Riski keluar dari rumah Mia dan bertanya pada Mia yang baru saja menutup pintu bagasi mobilnya. "Udah selesai. Terima kasih, Ki. Aku masuk dulu, ya!" Mia berpamitan dan berpura-pura tidak melihat Rendra yang berada di gerbang rumahnya. "Ndra? Udah pulang?" tanya Riski. "Emmm," jawab Rendra sambil mengangguk. "Lu ngapain di sini?" tanya Rendra penuh selidik. "Biasa! Nyokap minta dianterin ke rumah temennya. Eh nggak taunya, temennya itu nyokapnya Mia. Nyokap lu juga ada di dalem tuh!" Rendra dan teman-teman satu geng nya, memiliki gaya bicara yang santai. Mereka saling menyebut gue-elu pada satu sama lain. Sementara kepada teman selain geng mereka, maka mereka akan menggunakan bahasa aku-kamu, seperti ketika Rendra berbicara pada Mia atau Riski kepada Mia seperti tadi. "Oh, gitu! Lu mau masuk?" Rendra menawari Riski untuk ke rumahnya. "Ok, gue haus, Bro!" "Kita minum di dalam." * Sementara Riski sedang beristirahat di meja depan teras rumah Rendra, sang pemilik rumah masih berada dalam kamarnya untuk berganti baju. Setoples camilan ditambah sebotol air dingin tersaji di depan Riski. Namun pria itu hanya meminum air dingin tanpa menyentuh toples cemilan sama sekali. "Jadi, lu mau nunggu sampai nyokap lu selesai?" Rendra muncul dari dalam rumah menuju ke terasnya, dia sudah berganti menggunakan celana pendek dan kaos oblong yang agak tipis mempertontonkan bayangan otot-otot dadanya cukup seksi. Jantung Mia pasti akan berdegup kencang seandainya gadis itu melihatnya. Riksi menoleh dan melihat sahabatnya sedang menarik kursi di depannya. "Ya, tadinya mau supir yang nganterin. Tapi pas dengar kalau ternyata mau ke rumah Mia, gue nggak tolak deh," jawab Riski. Rendra mengerutkan dahi hingga kedua ujung alisnya bertemu. "Bro!" seru Riski pada Rendra. "Orang tuanya Mia tuh kayak gimana sih?" Rendra mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa Riski bertanya soal Mia?" tanya Rendra dalam hati. "Baik, sih! Kenapa emang?" Rendra bertanya balik. "Gue mau ngobrol sama orang tuanya." "Perihal apa?" Rendra tiba-tiba merasa tak enak hati. "Perihal anaknya." "Maksud lu?" "Gue mau langsung ngelamar Mia!" "Serius?" Rendra terkejut setengah mati. "Gue serius. Gue udah ngobrol ama salah satu sahabatnya Mia. Dan dia ngijinin gue buat ngedeketin Mia." Kali ini tidak ada senyum di wajah Riski, ia tampak benar-benar serius. Rendra bingung harus menjawab apa. Jakunnya bergerak naik turun karena berkali-kali menelan saliva. Gelisah ini melanda hatinya dengan sangat tiba-tiba. * Beberapa jam yang lalu, ia masih belum percaya jika Mia berkata gadis itu tak menyukainya lagi. Sekarang Rendra harus dihadapkan pada kenyataan jika sahabatnya ingin melangkah lebih jauh dengan Mia. Apa yang membuatnya tidak rela seperti ini? "Bro! Lu nggak apa-apa, kan?" Riski menyadari Rendra sedang melamun. "Maksud gue, seandainya Mia jadian dan nikah dengan gue, gak jadi masalah, kan buat lu?" "Nggak apa-apa, Ki! Sorry gue lagi mikirin project hotel baru perusahaan gue." Rendra jelas sedang berbohong. "It's ok! Lu kaget nggak sama omongan gue ini?" "Ya, sih! Sedikit." "Sorry ya, Bro! Soal basket dan bisnis, kita punya banyak kesepahaman. Tapi gue nggak nyangka, kalau soal wanita, ternyata kita beda selera!" Kedua pria berwajah tampan itu saling terdiam, Rendra masih belum menjawab ucapan Riski sebelumnya. "Menurut lu, Mia itu gimana emang?" tanya Rendra. Tanpa ia sadari, pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutnya. "Cantik dan baik, itu sih sudah jelas. Dan, menurut gue, dia tipe cewek yang setia. Gue ngeliat dia bucin banget ke elu meskipun udah elu tolak berkali-kali." "Tapi kayaknya, sekarang nggak deh!" Rendra tersenyum penuh arti pada Riski. "Maksud lu?" "Sekarang dia udah nggak suka sama gue lagi." Jawaban Rendra terdengar putus asa. "Trus?" "Gue nggak tahu! Tapi kalau lu mau nikah dengan dia, mungkin sekarang saatnya buat ngerebut hatinya Mia." Perkataan Rendra terdengar oleh seorang gadis yang membawa sepiring kue di atas nampan. Ingin rasanya ia membanting piring yang ia bawa agar pecah berkeping-keping seperti kondisi hatinya. Namun ia harus terlihat baik-baik saja dan berpura-pura tak mendengar percakapan mereka. "Tante Risa memintaku untuk mengantarkan ini kemari. Jangan salah paham!" Brak Mia meletakkan piring itu agak kasar. Gadis itu langsung meninggalkan kedua pria yang sedang menatapnya heran dengan terburu-buru. "Kau mau menikahi yang seperti itu? Dia gadis kasar!" cela Rendra setelah Mia pergi. Entah mengapa Rendra berharap Riski merubah penilaiannya pada Mia. "Her mad is so sexy ...," desis Riski yang pandangannya masih berada di gerbang tempat Mia keluar tadi. Di luar ekspektasi Rendra. "Haiiish!" ujarnya agak jengkel. "Dia kesel sama omongan lu. Gue tau banget!" "Omongan gue yang mana?" Rendra tak mengerti. "Gue pergi dulu ke rumah Mia, Bro!" Riski pun beranjak pergi meninggalkan Rendra. Ingin dibiarkan, ia tak rela. Ingin mencegah, ia tak punya alasan. Rendra hanya bisa terdiam melihat Riski pergi dari rumahnya. * "Gue pulang dulu ya, Mi!" Mendengar suara Riski keluar dari rumah Mia, Rendra langsung bangun dari tempat tidurnya dan menuju ke balkon dekat kamarnya. Kamar tidur Rendra terletak di lantai dua. Tak dapat dipungkiri, Rendra yang sangat penasaran mengintip Riski dan Mia dari atas. "Hati-hati ya, Ki!" Itu suara Mia saat ia melambai pada Riski yang sedang masuk mobil. Senyum Mia yang seperti itu, sungguh terlihat sangat cantik. "Dasar cewek ganjen!" umpat Rendra dari atas. "Reni, anak kamu cantik banget sih!" Rendra mendengar tante Loli - mamanya Riski, yang kali ini memuji Mia. "Biasa aja, Tante." Mia menjawab diiringi senyumnya yang begitu manis. "Sok cantik! Baru juga dipuji begitu!" gerutu Rendra lagi dari atas. "Udahlah! Cocok kali ama si Riski. Bodo amat!" * Bersambung ... 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN