Sebuah mobil sport memasuki area halaman rumah yang sangat besar dan megah, setelah petugas penjaga atau security rumah membuka pintu gerbang yang tinggi. Mobil berwarna merah tersebut kemudian berhenti di garasi terparkir bersama beberapa mobil mewah lainnya, termasuk dua buah motor juga ada di sana.
Seorang laki-laki muda dan tampan di usianya sekitar tiga puluhan keluar dari pintu balik kemudi. Penampilannya yang terlihat santai malam itu dengan celana panjang berbahan kain dan kaos hitam berkerah tampak membuatnya terlihat begitu menawan. Lelaki itu kemudian memanggil petugas keamanan rumahnya yang tadi membukakan pintu gerbang.
"Pak Yudi!" panggil lelaki itu sedikit kencang sebab jarak garasi dengan pos tempat petugas berjaga cukup jauh.
Seorang lelaki berpakaian security berjalan cepat ke arah majikannya itu.
"Iya, Tuan Sena!" jawab sang penjaga rumah.
"Tolong bantu saya!" pinta lelaki muda tersebut kepada sang penjaga.
"Tolong apa, Tuan?"
Tidak menjawab Sena malah membuka pintu bagian belakang lalu membopong tubuh seorang gadis yang tadi ia tolong di jalan.
"S—siapa perempuan ini, Tuan?"
"Tidak tahu. Tolong Bapak bukakan pintu rumah!" Lagi lelaki itu berkata seperlunya.
"Baik."
Lelaki bernama Pak Yudi itu kemudian berjalan menuju pintu samping yang tak jauh dari garasi mobil. Membantu sang tuan hingga masuk ke dalam dan berjalan menuju kamar tamu yang ada di area ruang keluarga.
"Terima kasih, Pak. Bapak boleh kembali ke depan."
"Siap, Tuan!" jawab Pak Yudi yang kemudian berbalik meninggalkan majikannya yang sedang membaringkan tubuh perempuan itu di atas ranjang.
Lelaki itu kemudian berdiri dan melangkahkan kakinya menuju dapur. Mencari sesuatu yang ia butuhkan demi membantu gadis yang ia bawa tersebut dengan membersihkan beberapa luka.
Ia sudah kembali menuju kamar sembari membawa wadah plastik kecil berisi air hangat dan handuk kecil. Lalu, duduk di tepi tempat tidur dan membersihkan luka yang ada di area wajah tepatnya di pelipis mata dan kedua siku tangan sang gadis.
Entah memang sakit atau bagaimana, telihat gadis itu meringis ketika handuk yang sudah basah diusapkan di pelipis matanya.
"Ish!" lirihnya dengan kedua mata yang masih terpejam.
Hal yang sama terjadi ketika lelaki itu membersihkan luka di siku tangannya. Luka yang lebih besar dengan darah yang mengucur agak banyak, membuat gadis itu meringis lebih kencang, hingga akhirnya kedua mata yang sebelumnya tertutup karena pingsan, terbuka perlahan.
"Arh!" lirih gadis itu ketika dirasanya hawa perih di siku tangan yang sudah tidak lagi mengeluarkan darah.
Gadis itu pun berusaha untuk duduk ketika sang lelaki sudah selesai mengobatinya.
"Terima kasih!" ucap sang gadis pada si penolong yang saat itu sudah berdiri dengan kedua tangan yang ia masukan ke dalam saku celana.
"Kamu siapa?" tanya lelaki itu menatap tajam sang gadis. Pandangan netra hitam yang menghujam mata kecoklatan di depannya, membuat gadis itu tertunduk.
Lelaki itu terlalu tampan untuk ia tatap. Bukan karena gadis itu malu, tetapi ia hanya merasa tidak pantas memandang laki-laki itu khawatir pandangan memuja malah ia tampilkan tanpa disadari.
"Saya Kinan."
Tak ada suara yang keluar dari mulut lelaki itu begitu mendengar gadis yang sudah ia tabrak dan ia tolong menyebutkan namanya.
Keheningan tercipta dalam ruangan kamar berukuran sedang tersebut. Lelaki itu tidak mengeluarkan suaranya, hanya memandang dan menunggu apakah gadis itu mengerti jika dirinya tengah menantikan penjelasan dari mulutnya.
"Maaf, sekarang ini saya berada di mana?" tanya gadis itu memecahkan kesunyian yang membuatnya canggung, seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang bisa ditebak jika dirinya tengah berada dalam sebuah kamar.
"Kamu sedang ada di kediaman saya."
Gadis itu mengangguk pelan. Lalu kembali menatap wajah lelaki yang sudah menolongnya itu
"Ngomong-ngomong, ada apa dengan kamu? Berlari tanpa melihat sekitar sehingga aku harus sial menabrakmu di tengah malam seperti ini." Kalimat yang panjang yang diucapkan begitu ketus dari mulut lelaki itu, cukup mengagetkan Kinan.
"Eh, maaf kalau saya sudah membuat Anda sial."
Lagi, tak ada kalimat penjelasan dari mulut Kinan membuat lelaki itu menjadi emosi.
"Baiklah. Berhubung ini sudah malam, kamu boleh bermalam di sini semalam. Tapi, saya harap besok kamu sudah pergi meninggalkan kediaman saya sebelum saya berangkat bekerja."
Keputusan lelaki itu yang begitu tegas diucapkan, membuat Kinan terkejut. Sontak ia bangkit dari duduknya dan mengejar lelaki yang sudah menolongnya tersebut dan duduk bersimpuh meminta tolong.
Lelaki itu pun urung melanjutkan langkahnya dan berdiri dengan kedua kakinya yang tertahan.
"Hei! Apa yang kamu lakukan?" seru si lelaki merasa risih.
"Tolong jangan usir saya, Tuan. Saya tidak memiliki siapa pun di luar sana. Untuk sementara ini izinkan saya tinggal di sini beberapa waktu hingga keadaan di luar sana membaik." Kinan menangis dalam permohonannya.
Lelaki itu kaget dengan apa yang Kinan ucapkan. Sejak tadi ia menunggu penjelasan dari mulut sang gadis, tetapi kunjung tak bicara. Lantas kini, begitu ia mengatakan agar gadis itu pergi dari kediamannya esok pagi, ia malah memohon untuk tinggal. Ada apa sebenarnya dengan dirinya?
"Apa ada yang ingin kamu jelaskan kepada saya?" tanya lelaki iu datar.
Kinan melepaskan rangkulan tangan di kedua kaki lelaki tersebut. Mengusap air mata yang sempat terjatuh ketika ia memohon tadi.
"Saya lari dari kejaran orang-orang yang sudah membeli tubuh saya."
Penjelasan awal yang membuat lelaki itu terkejut, tetapi malah semakin penasaran. Namun, ia memilih diam dengan ekspresi sedatar mungkin. Tak ingin terlihat jika ia begitu ingin tahu mengenai cerita gadis di bawahnya itu.
"Saya baru di tinggal pergi oleh ayah saya untuk selama-selamanya. Sejak kematian ibu sepuluh tahun yang lalu, ayah menikah lagi dengan seorang wanita yang juga memiliki anak perempuan, yang usianya hanya terpaut setahun di atas saya."
Keheningan kembali terjadi. Gadis itu menjeda ceritanya dengan menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Seolah akan menceritakan cerita yang menyakitkan, yang sebetulnya membuat ia ingin menangis karena marah.
"Sejak ayah meninggal seminggu yang lalu, sikap dan kelakuan ibu dan kakak tiri yang selama ini mereka sembunyikan dari ayah, akhirnya mereka tampakkan tanpa ragu. Puncaknya tadi malam mereka membawa saya ke sebuah tempat yang ternyata adalah sebuah rumah bordir, yang di dalamnya terdapat sebuah ajang pelelangan para gadis. Saya menyebutnya gadis karena saya lihat mereka masih sangat muda. Mungkin saya yang paling tua di sana, tetapi sialnya malah saya yang paling mahal ketika dijual."
"Tahu dari mana kalau kamu paling mahal?" seru lelaki itu seolah meragukan akan sosok gadis di bawahnya.
"Wanita paruh baya dengan pakaian seksi itu yang mengatakannya sendiri."
"Wanita paruh baya dan seksi, siapa dia?"
"Saya tidak tahu, mungkin saja memang pemilik rumah bordir tersebut. Saya hanya mendengar nama Madam Sesil terucap dari para lelaki di sana ketika berbicara pada wanita itu."
"Madam Sesil?" tanya lelaki itu sedikit ragu dengan apa yang sudah telinganya dengar.
"Iya. Kenapa? Apakah Anda kenal?" tanya Kinan berusaha menatap wajah lelaki itu dengan mengangkat kepalanya.
"Tidak! Sedikit tidak asing saja mendengar nama itu."
Kinan kembali menunduk. Ia hanya berharap jika permintaannya akan lelaki itu kabulkan.
Melihat gadis itu diam dan sepertinya memang sedang kesulitan, lelaki itu pun memutuskan untuk menolongnya.
"Baiklah. Saya memberimu izin tinggal di sini. Tapi, bila kamu sudah merasa keadaan di luar sana sudah membaik, saya harap kamu bisa pergi secepatnya. Jujur saja saya tidak terbiasa ada orang lain di rumah, itulah mengapa hanya ada seorang penjaga di rumah ini dan itu pun berada jauh di depan," jelas lelaki itu.
"Kamu bisa membantu saya membersihkan dan menjaga rumah selama tinggal di sini. Biasanya akan ada orang yang membersihkan rumah ini saat saya pergi bekerja. Tapi, berhubung ada kamu yang tinggal sementara di sini, maka orang itu untuk sementara akan saya off-kan," lanjutnya.
Kinan menyimak kalimat demi kalimat yang terucap dari mulut lelaki yang sedang berdiri itu dengan kedua mata berbinar. Ia sangat senang mendengar saat permintaanya dikabulkan.
"Bagaimana? Apakah kamu setuju?" tanya laki-laki itu kemudian, serata menatap wajah gadis di bawah kakinya yang saat ini menatap dirinya penuh harap.
Sekian detik mereka saling memandang, tetapi sejurus kemudian sang lelaki melempar tatapannya ke arah lain.
Hal yang sama juga Kinan lakukan, merasa menjadi sosok gadis yang berlaku kurang ajar terhadap lelaki yang sudah menolongnya, yaitu dengan berani memandangnya yang berujung sebuah pemujaan di dalam hati saat kembali bisa menatap wajah tampan tersebut.
"Saya sangat setuju, Tuan. Terima kasih saya ucapkan atas kebaikan Anda." Kinan mengangguk berkali-kali di depan kaki laki-laki itu.
"Hem. Ya sudah, kamu boleh menempati kamar ini selama tinggal. Ini sudah malam, besok lagi kita lanjutkan dan saya akan memberi tahu peraturan apa saja di rumah ini yang harus kamu patuhi."
"Baik, Tuan. Sekali lagi terima kasih," ucap Kinan berkali-kali.
Lelaki itu kini benar-benar pergi meninggalkan Kinan dan keluar dari kamar tamu, membiarkan gadis itu sendirian di tengah perasaan hatinya yang sementara ini merasa tenang.
***