6. Semua salah kamu!

1110 Kata
Ini tidak masuk akal menurut Bina, dia hanya di beri waktu kurang dari 4 menit oleh si Mr. Ribet. Untungnya Gabina hanya perlu mengganti blazernya saja sebab inner baju didalamnya sudah berwarna putih, begitupun dengan pashmina penutup kepalanya berwarna putih gading jadi dia rasa tidak perlu menggantinya lagi. Seperti sedang menghitung bom yang akan meledak seperti itulah sang bos dimobil mewah yang masih terbuka pintunya itu, tampak disana ia mengangkat arloji miliknya dengan ekspresi dingin dan menoleh sekilas tahu Gabina yang sudah berlari-larian menuju ke mobil dengan nafas yang tersenggal-senggal. “Terlambat 2 menit, jika terjadi hal apapun dan menjadi kacau, ini semua kesalahan kamu.”ucap pria itu tegas. “Ha?” Gabina sukses dibuat kembali menahan nafas setelah tersenggal-senggal. 2 menit? Hanya satu menit menjadi sebuah masalah, rasanya Gabina semakin jengah dan ia rasa tidak akan mampu bertahan dengan orang yang semua hal kecil harus dipermasalahkan seperti ini. Gabina segera masuk kedalam mobil, tepat di sebelah supir, “Maaf pak! Saya sudah berusaha secepat mungkin.” “Jalan Pak Didi!” Potong Rain tidak ingin mendengarkan penjelasan Gabina. Rasanya sekujur tubuh Gabina kaku, hanya karena dua menit dia sudah seperti melakukan kesalahan yang sangat fatal. Didi sang supir pun tampaknya takut dengan suasana didalam mobil yang begitu menegangkan. Sampai kemudian mobil mewah yang sudah melaju sedang itu berhenti perlahan diantara mobil-mobil lain, Didi lalu mendesah ditempatnya. “Macet pak.” “Kan!” ucap Rain dengan berdecak kesal, ia lalu menghelakan nafasnya dengan kepala yang bergerak seperti tidak bisa menerima. Ketakutan Gabina semakin bertambah, Gabina gelisah meremasi jemarinya, habislah Bina! lelaki itu sudah mengatakannya tadi, jika terjadi apapun itu adalah kesalahan dia. “Berikan tablet saya, Gabina?” Belum sempat berfikir setelah membuat kesalahan terlambat kini dia sudah dibuat tegang dengan pertanyaan lain, “Ta-tablet?” Ya Tuhan, Gabina benar-benar lupa membawa barang milik lain, padahal dia tahu harus membawa gadget sang Bos saat keluar, hanya saja semua terjadi karena terburu-buru. “Tertinggal? Kamu sebenarnya bisa kerja nggak? Bagaimana bisa kamu lulus! ... Hallo Air kau masih mau kerja?” “Apa maksudmu? Aku sudah bilang hanya 3 hari dan ini baru 2 hari.” Terdengar jelas suara percakapan antara si bos dan orang di ponselnya yang Gabina tidak tahu siapa, atmosfer didalam sana semakin terasa panas sekali. “Segera kembali!Jika tidak mau lagi menjadi asistenku, aku akan cari penggantimu.” Rasanya Gabina ingin melompat keluar dari mobil ini, kesalahannya berkali-kali lipat dan dia harus bagaimana saat ini. Jantung Gabina berdetak sangat cepat ia berusaha mencari cara menetralkan keadaan ini menunggu sang Bos mengakhiri panggilannya bersama seseorang yang Gabina tahu adalah asitennya sedang berada diluar kota karena sesuatu hal. Beberapa kali Gabina melirik kebelakang sampai akhirnya sang Bos selesai melakukan panggilan. “Pak mungkin bisa menggunakan Tablet saya dulu kalau mau melakukan virtual meeting atau—“ “Menggunakan kontak pribadi kamu? Kamu menyimpan data dan hal-hal yang perlukan di tablet milik kamu? Tablet kita terhubung satu sama lain?” “A... A... A... “ "Enyahlah!" Rain mengibas tangannya mengusir Bina karena jengah, agar Bina kembali menghadap kedepan, seakan sangat muak dengan alasan dan jawaban yang Bina tuturkan. Netra Gabina berbinar, mulut laki-laki ini masih begitu kejam, bengis dan tidak pernah berubah. Sepertinya Gabina memang sedang sial bertemu dengan dia lagi, Gabina rasa dia tidak akan kuat bertahan lebih dari satu hari ini. Mungkin dia akan memikirkan untuk mendapatkan uang dengan cara lain lalu keluar dari perusahaan ini. Satu jam... Dua jam... Tiga jam... Kemacetan benar-benar parah dari semua jalur, sang supir juga terkena imbas kemarahan Rain yang harusnya dia menerima informasi titik-titik kemacetan, akhirnya mereka terjebak di sana tanpa mendapatkan solusi, karena percuma saja jika keluar lalu menaiki kendaraan lain kemungkinan dari jalur terdekat yang sama juga akan terkena kemacetan yang tidak tahu disebabkan karena apa. Akhirnya sang Bos menghubungi sang pemilik acara dan meminta maaf tidak bisa hadir. 3 jam lebih dalam neraka yang bergerak sangat lambat, Gabina merasa cacing di dalam perutnya pun takut untuk bergerak meminta makan, Gabina sama sekali lupa dia belum makan. Gabina terus berposisi siap sedia, memantau sang bos dibelakang sana, ia tidak berani tidur, tidak berani membuka ponsel atau bahkan meminum airnya. Sampai akhirnya pada malam hari mereka terbebas dari kemacetan dan kembali lagi ke kantor, wajah Rain sudah memerah, ia sedari tadi mengudara decakan, u*****n tidak jelas dan terus mengangkat ponselnya yang berberapa kali berdering entah itu dari rekan bisnisnya, orang tuanya, kekasihnya. “Pak Didi, saya langsung ke Restauran La Grande Cherrs.” “Oh siap pak Bos!” Gabina sedikit bisa bernafas lega artinya siksa dunia akan berakhir sebentar lagi, si pria ini ia dengar sekilas tadi akan makan malam bersama seseorang disana, mungkin itu kekasihnya. Sampai tidak lama kemudian mobil berbelok kesebuah restaurant mewah ibukota, Gabina juga bersiap turun hendak membukakan pintu untuk bosnya itu sebagai basa-basi setelah itu— “Setelah itu aku cabutlah! Cabut ingin sekali memukul kepalanya dengan botol ini.” Geram Gabina melihat wajah tampan bosnya disana yang tampak merapikan pakaian lalu melihat pada ponselnya. Mobil berhenti sempurna didepan pintu masuk, seorang berpakaian rapi menyambut disana siap menyambut para tamu restoran dan membukakan pintu, Gabina juga ikut turun dari sana ia lalu berdiri dan mempersilahkan sang Bos turun. “Selamat menikmati makan malam pak!” dia memberi hormat lalu bergegas kembali ke mobil saat Rain berlalu. “Mau kemana kamu? Udah jam pulang kerja?” Gabina terperangah ia yang sudah melangkahkan satu kakinya ke dalam mobil menjadi sesak nafas kembali. “Be-belum pak!” “Baca dengan benar peraturan kerja, jika tidak bisa membacanya minta Greta membacakan.” Ya, Gabina tahu tentang peraturan khusus itu, dia yang tidak boleh pulang sebelum bos mengizinkan pulang dan sang bos juga pulang. Tapi ini kan beda, lelaki itu masuk kedalam restauran di hari yang sudah malam dan jam normal bekerja sudah berakhir, lagi pula mereka sudah terjebak macet sebegitu lama tidakkah dia lelah. Tidak bisakah semuanya disudahi dulu malam ini, aku lelah. Hah! Dengan menghelakan nafasnya Gabina bergegas mengambil tas miliknya dan mengikuti langkah bosnya itu masuk Uncle Rain! Rain Hay kesayangan mama! Langkah Gabina terhenti seketika, netranya membelalak saat melihar situasi didalam, sepertinya sedang ada acara juga disini, semua didalam sana memanggilnya. Seorang nenek yang sudah begitu tua, ibu-ibu cantik dan para anak kecil. Laki-laki itu tampak merendahkan tubuh menyapa seorang nenek tua di kursi roda, nenek itu menggerutu disana. "Anak pintar! anak pintar! Teman tidurmu kau pakaikan dia penutup kepala agar aku tidak mengusirnya 'kan?" "Nebuy hus!" (Nenek buyut) Tegur seorang wanita cantik. "Maaf nenek buyut sudah sedikit pikun, bicaranya selalu tidak bisa di kontrol, ayo silahkan duduk." Ajak wanita itu yang merupakan sepupu Rain, kepada Gabina untuk bergabung diantara keluarga besar mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN