"Tidak bisa, Via." Tuan Althaf mencegahku melepaskan cincin. Dia menatapku dalam, dan untuk ke sekian kalinya, aku buta menjawab rahasia di balik matanya itu. "Kita tidak bisa bercerai sekarang. Kamu sedang hamil." "B-bagaimana mungkin?" Aku tergagap. "Aku selalu minum setiap malam, kecuali ... kemarin." "Kemungkinan berhasilnya cuman 99%, kamu masih punya peluang 1%." "Tapi ...." Kepalaku bertambah sakit, membayangkan harus tetap tinggal di rumah Tuan Althaf sampai bayi ini lahir. "Bagaimana kalau keluarga kamu tahu?" Tuan Althaf diam. Untuk beberapa detik, kami saling bungkam. Tuan Althaf berbalik cepat saat menyadari kenop pintu terdengar. Dia cepat memakai maskernya, dan menghampiri Mbak Rista yang baru saja masuk. Mereka keluar meninggalkanku sendiri, karena Mbak Rista bertanya m