Jesika terus menerus menghubungi, membuatku geram. Wanita itu kelewat batas. Aku tahu dia membutuhkan waktuku akan tetapi sangat tidak sabaran, dan terlalu kekanak-kanakan. Andai saja ini bukan karena aku yang berkerja sama di perusahaan dengan orang tuanya mungkin saja aku tidak ingin menikahinya. Meski kami pernah berpacaran. Ya walaupun perusahaan orang tua Jesika tidak begitu berperngaruh terhadap kekayaanku. Justru pria itulah yang membutuhkan kekuasaan yang kumiliki. Namun, demi citra diri tentunya hal apapun dapat dilakukan bukan? "Ada apa?" ku putuskan untuk mengangkat panggilan tersebut. Karena jika tak seperti itu, Jesika akan meneror. "Aku kangen." lirihnya manja. Percayalah, sedikitpun aku tidak tertarik dengan sentuhan itu. Entahlah, bagaimana bisa demikian. Yang jelas ak