9. Sebuah Kutukan

1813 Kata
Suara jeritan A terdengar begitu memilukan. Rekannya hanya bisa menunduk dan tidak berani melihat kondisi kawannya. Mereka menggigit bibir bawah.meremas jemari mereka. Merasakan rasa sakit yang sama seperti yang dirasakan oleh A. Lea sungguh kejam. Dia tidak akan membiarkan sebauh kesalahan terjaddi dalam pimpinannya. Dia harus melenyapkan siapa pun yang tidak menurut padanya. Tidak menuruti perintahnya adalah sebuah kesalahan yang sangat besar. Tidak akan ada ampunan bagi siapa pun yang melanggar perintah darinya. Lea memang terkenal begitu kejam. Dia bahkan tidak berkedip  sama sekali. Dia sangat antusias melihat reaksi serum yang telah dikerjakan oleh A. Dia terlihat begitu menikmati suara jeritan dan tangisan yang dilakukan oleh A. Dia tersenyum tipis, dia merasa begitu semangat melihat hasil akhir yang akan terjadi tepat di depan matanya. Dia sangat antusias menunggu. Dia bahkan mengambil kursi dan mendekatkan ke arah dinding kaca. Dia duduk dengan menyilangkan kaki di depan sana. Kedua matanya tertuju pada A yang terus menerus berteriak kesakitan. Dia menyumpah serapah. Semua kutukan dia lontarkan. “Aku mengutuk kalian semua, penelitian ini tidak akan pernah berhasil. Kalian  akan berakhir mati di sini. Di tempat yang sama denganku!” teriak A. Dia terus menerus mengucapkan hal itu. Tapi, itu hanyalah sebuah rutukan yang tidak berarti apa pun di mata Lea. Karena di matanya, hanyalah kegagalan penelitian ini yang membuatnya takut. Jika itu hanyalah sebuah sumpah dari seorang peneliti yang tidak berguna. Menurutnya, itu sama sekali tidak akan mempengaruhi apa pun. Dia duduk dengan santainya. Padahal di hadapannya sedang ada seorang manusia yang sedang bertaruh nyawa. Mungkin saja malaikat pencabut nyawa telah bersiap mengiringnya pergi dari sana. Tapi, senyuman di wajah Lea semakin terhias secara sempurna. Dia benar-benar seorang manusia berhati iblis. Tidak ada belas kasih atau pun rasa iba dalam dirinya. A masih terus berteriak. Dia menjerit-jerit kesakitan. Dia bahkan terlihat begitu lemah dan semakin mengenaskan. Kedua tangannya terikat. Membuat dia hanya bisa menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Itu ppun tidak berarti banyak. Tubuhnya tetap berada di tengah. Kakinya juga menendang-nendang tak tentu arah. “Menurutmu, apakah dia bisa bertahan?” bisik F pada B. “Entahlah, semoga saja dia bisa bertahan. Setidaknya, dia bisa selamat untuk kali ini. dan bisa kembali bekerja dengan kita.” B mengomentari dan juga berharap Tuhan masih berpihak pada mereka. Walau sebenarnya dia pun tidak yakin dengan kebaikan Tuhan pada mereka. Karena, merea telah melenceng jauh dari ajaran Tuhan. Entah Tuhan akan menolong mereka atau tidak hari ini. “Semoga saja,” balas F. Dia merasa merinding seketika. Saat pada akhirnya A menjerit sangat keras disusul dengan berhentinya dia bergerak. Dia tak sadarkan diri. rekan-rekanya panik dan berhamburan masuk ke dalam ruangan kaca. Mereka memeriksa kondisi A. Dan ternyata dia tidak tertolong. Dia berakhir mati atas perbuatannya sendiri. Dia mati atas serum yang sudah dia racik sendiri. Senjata makan tuan. Seperti itulah yang sedang dialami oleh A saat ini.  Beberapa dari rekannya terduduk lemas. Memegangi lutut mereka sendiri. Tatapan mereka kosong. Mereka sama sekali tidak menyangka. Rekan kerjanya akan berakhir sama dengan para objek yang selama ini mereka gunakan. Mungkin saja nanti, atau besok, atau bahkan lusa mereka sendiri yang akan bernasib sama dengan A. Lea hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Tapi, senyum licik itu masih terhias di sana dengan sempurna. Dia berdiri dari tempatnya duduk. Sama sekali tidak menaruh hati pada kejadian yang sedang ada di depan kedua matanya. Dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan. Sambil berkata,  “Itulah akibatnya jika kau tidak mendengarkan apa yang aku ucapkan. Kalian pun akan bernasib sama dengannya. Jika kalian berani menentang apa pun keputusanku.” Para peneliti memandangnya dengan penuh kemarahan. Dendam tertancap pada hati mereka. Tapi, mereka hanya bisa diam. Sama sekali tidak berani melakukan perlawanan. Dari pada mereka akan mati konyol seperti yang dialami oleh A hari ini. “Gila! Ini tidak bisa dibiarkan. Apakah dia tidak mempunyai hati?” ucap E. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Membuang napas dengan panjang dan menghirupnya lagi. Dia mencoba mengatur emosi. Tapi, masih saja tidak bisa berakhir dengan baik. Dia masih merasa kesal dan sangat marah. “Begitulah dia, aku kan sudah mengatakannya padamu. Dia tidak melarang kita tidur, hanya melarang kita pulang.” F menyahut dengan santai. Walau dalam hati dia pun merasa apa yang baru saja dia lihat cukup membuatnya merinding. “Sudahlah, mari kita bersiap. Belilah beberapa makanan. Aku sangat lapar!” sahut  C. Dia mengambil tas dan mulai berjalan menuju kamar mandi. “Aku akan mandi duluan!” lanjutnya. Rekannya yang lain hanya menggelengkan kepalanya. Ya, C selalu begitu. Dia adalah peneliti tersantai di antara mereka semua. Bahkan, setelah melihat kematian rekan kerjanya sendiri dia masih kepikiran untuk makan. Dia sama sekali tidak terganggu dengan kenyataan itu. Menurutnya, dia adalah manusia hidup yang harus terus menjalani garis takdir yang sudah dituliskan untuknya. Ada orang mati, ya sudah. Aku masih hidup, jadi aku harus melanjutkan hidupku. Kurang lebih seperti itu cara berpikir C selama ini. Beberapa peneliti mengambil tubuh A yang sudah tidak bernyawa lagi. Mereka berniat melakukan pemakaman untuk A. Karenanya, mereka menyimpan jenazahnya dengan baik. sayangnya, mereka tidak mampu untuk mengabari keluarga A. Mereka tak sanggup membayangkan hal apa yang akan terjadi pada mereka nantinya. Jika hal itu diketahui oleh pihak keluarga. Terlalu banyak hal yang harus disembunyikan. Termasuk serum yang sedang mereka teliti saat ini. Lea hanya diam, dia tidak berkomentar apa pun saat mengetahui apa yang mereka lakukan dengan jasad rekan kerjanya. Dia melihat mereka dengan santai di depan layar. Kegiatan mereka terrekam dengan sempurna pada setiap kamera pengawas yang ada di seluruh tempat di laboratorium itu. “Ya, setidaknya kalian bisa membuat dia tidur dengan tenang.” Dia bergumam pelan. menyesap rokoknya perlahan. Kemudian menyembulkan asapnya ke atas. “Lea, apakah semuanya sudah siap? Apa itu?” joe terbelalak melihat jasad A yang sedang diurus oleh rekan penelitinya. “Anak nakal harus dihukum.” Lea menjawabnya dengan santai. Tanpa merasa bersalah sama sekali. Hatinya telah membeku dan tak dapat ddicairkan. Tujuannya hanya satu dan itu harus dia capai dengan segera. “Lea! Apa kau gila? Bagaimana jika keluarganya curiga?” Joe mulai merasa cemas. Setidaknya dia masih memliki rasa iba pada rekan kerjanya sendiri. Walau dia sama sekali tidak peduli dengan ribuan nyawa yang sudah melayang akibat dari penelitian yang mereka lakukan. “Biarkan saja, kirimkan jenazahnya ke mereka. Beres kan?” ucapnya. Masih dengan nada datar dan tanpa ekspresi. “Kau benar-benar gila! Polisi bisa mengusut penelitian kita jika hal itu sampai terjadi!” Joe menaikkan nada bicaranya. Dia mulai apnik dan berkeringat dingin. “Ah, kau benar. Polisi memang selalu membuat kita repot. Kalau begitu, jangan sampai keluarganya tahu kejadian ini! Lakukan tugasmu dengan baik, oke?” ucapnya dengan senyum tipis di wajahnya. Dia menepuk pundak Joe sekali. Lalu pergi dari ruangan itu. Meninggalkan Joe sendirian di sana. “Kau benar-benar gila Lea!” gumam Joe. Dia baru menyadari, rekan kerjanya itu begitu tidak punya hati.   ***   Satu minggu kemudian. Serum dengan formula terbaru telah terbentuk. Rekasi terhadap hewan mengerat tidak terlalu serius. Terlihat tikus-tikus yang mereka gunakan tidak mengerang kesakitan seperti sebelum-sebelumnya. Hari ini adalah saat yang sempurna untuk mealkukan percobaan pada manusia. Objek 5656 akan mendapatkan suntikannya lagi. mereka sangat berharap, serum kali ini telah terracik dengan sempurna. Serum awet muda, sehat, dan berumur panjang itu akan mencetak sejarah. Serum dengan berbagai dna mereka ekstrak dan dijadikan dalam sebuah formula yang sempurna. Lea, Joe, dan juga pria berbadan besar itu hadir di tengah-tengah para peneliti. Mereka melakukan kembali percobaan seperti sebelumnya. Beberapa objek baru mereka masukkan ke dalam ruang kaca. Seperti biasa, mereka akan dibius dengan dosis rendah. Agar tidak melukai para peneliti yang akan menyuntikkan serum mereka. Sementara itu, F yang bertugas menyuntikkan serum pada objek 5656 santai masuk ke dalam ruangan. dia sama sekali tidak mengira. Pria yang dia jadikan objek penelitian itu mengucapkan sesuatu yang tak terduga. “Aku mendengar sumah serapah dan kutukan yang diucapkan oleh rekanmu sendiri. Kau tiadk takut dengan kutukkan yang diucapkan oleh seseorang yang dalam masa menjelang kematian?” dia mengucapkannya dengan tenang. Dengan suara pelan, karena dia tidak ingin ucapannya didengar oleh yang lainnya. F memandangnya dengan tatapan datar. Dia sama sekali tidak berminat membahas hal itu dengan seorang objek. Sama sekali tidak penting dan menyusahkan saja, pikirnya. “Dia menyumpah dengan sekuat tenaga dan sisa nyawanya yang masih ada di tubuhnya. Itu adalah sebuah sumpah yang didengar dengan jelas oleh Tuhan!” lanjut si objek. Dia mencoba memprovokasi F. Tapi F tidak bergeming. “Kau tahu, sudah ribuan nyawa yang menyumpah pada kami. Bukan hanya dia, dan semuanya maasih baik-baik saja hingga saat ini. Dan ini adalah suntikan terakhir yang akan membawamu sebagai objek terbaik kami. Kamu sudah diuntungkan dengan semua ini. Lihat wajah dan tubuhmu, kau mendapatkan semua kebaikan dari serum ini dengan sangat baik!” balas F dengan santai. Dia memang sudah melihat ribuan nyawa melayang tepat di depan kedua matanya sendiri. Dia sudah tidak merasa takut dengan kematian. Pria itu menggigit bibir bawahnya. Usahanya terasa sia-sia. Bahkan setelah menyentil tentang rekannya pun, peneliti itu masih tidak terlihat peduli. Dia masih akan mendapatkan suntikan lagi. begitu pula dengan hari-hari selanjutnya. Akan selalu berakhir dengan cara yang sama. “Penelitian kalian tidak akan berhasil!” lirih, pria itu mengucapkannya. F hanya tersenyum tipis. penelitian itu sudah tinggal selangkah saja. Dan ini adalah suntikan terakhir. Jika semuanya sudah berhasil. Maka, mereka akan siap mendapatkan suntikan itu secara lansung. Dia menyuntikkan serum pada si objek. Lalu, dia pun keluar dari ruangan. duduk berjajar bersama dengan rekannya yang lain. Melihat bagaimana reaksi yang ditimbulkan oleh serum tersebut. Perlahan-lahan para objek mulai terlihat merasa tidak nyaman. Tapi, untuk hari ini tidak ada jeritan sama sekali. Tidak ada teriakan atau makian yang keluar dari mulut objek-objek hari itu. Mereka tersenyum dengan sangat lebar. Menyadari rasa sakit telah bisa diminimalkan rasanya. “Bagus, kerja bagus!” ucap Lea dengan penuh semangat. Joe pun sama, dia membulatkan matanya tidak percaya. tidak ada satu pun objek yang merasa kesakitan hari ini. mereka hanya perlu menunggu, dan melihat hasil dari penyuntikkan virus yang akan mereka lakukan untuk uji akhir. Jika para objek tetap sehat setelah disuntikkan virus. Itu adalah sebuah pertanda besar, bahwa penelitian mereka telah berada di puncaknya. Ketenaran akan segera menjadi milik mereka. Pria berbadan besar hanya tersenyum penuh dengan kepuasan. Dia sama sekali tidak terlalu berminat dengan keadaan di sana. Dia hanya peduli dengan uang dan kekuasaan yang akan dia dapatkan dari keberhasilan serum tersebut. Sudah satu jam sejak penyuntikkan itu dilakukan. Semua terlihat baik dan sehat. Para peneliti bertepuk tangan. Merayakan keberhasilan mereka. Saling memeluk dan mengucapkan selamat satu sama lain. Hanya F yang terdiam di kursinya. Entah kenapa, ucapan dari objek 5656 membuatnya kepikiran. Ada rasa ragu yang tiba-tiba saja terbesit dalam hatinya. Bagaimana jika ucapan pria itu benar? Bagaimana jika kutukan dan sumpah serapah A dikabulkan oleh Tuhan? Apakah Tuhan akan mengabulkan doa pendosa seperti A dan aku? Rasanya itu tidak mungin. Tuhan hanya akan menghukum, bukan mengabulkan kutukkan seorang pendosa.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN