"Jack, pokoknya gua gak mau tahu. Vera harus tergila gila. Gua yakin lu bisa bantu!" desak Herman dengan wajah memelas.
Sebenarnya aku ingin menangis. Nmun entah mengapa hati ini malah sibuk berdoa memohon agar curhatan Herman segera berakhir.
Sejujurnya aku mulai tak tahan dengan semriwing bau bawang yang tertebar dari tubuhnya. Makin lama makin memualkan dan menyesakan d**a.
Wajar jika Vera selalu kelabakan jika terpaksa berlama-lama dekat dengannya.
"Lu berani gak dengan syarat dan ketentuannya?" tantangku setelah menerima wangsit dari angin yang berembus tenang menerpa telinga dan seluruh tubuhku.
"Siap!” Seketika wajah Herman sumringah. “Pokoknya gua siap ngelakuin apa saja termasuk memenuhi semua syarat dan ketentuannya. Asal Vera benar-benar mau nerima cinta gua!" lanjut Herman dengan yang kian membara. Menyala terang benderang bagai wajahku yang kata sebagian orang, gantengnya 'Masya Allah.'
Tampaknya Herman sedang dilanda harapan penuh makna yang berpijak pada sebuah keyakinan jika aku benar-benar ahli pelet yang bisa dia andalkan.
Gila!
Aku mendehem sambil berdiam diri beberapa jenak lalu mengatur suara agar terdengar lebih berwibawa dan kharismatik.
"Anak muda, kalau kamu memang serius, sekarang segera beli tiga botol hand & body lotion yang ukuran bebas," ucapku dengan suara yang diaksenkan sedikit mirip dengan suaranya Limbad. Walau aku sendiri tidak yakin seperti apa suaranya Limbad itu.
"Terus apalagi, Mbah?" tanya Herman dengan wajah yang makin semringah. Bahkan tanpa diminta dia telah merubah panggilanku dengan ‘Mbah’. Ini sangat serius tentu saja.
"Rokok dua bungkus, kopimix, 20 buah gorengan hangat lengkap dengan lontongnya, ditambah pulsa 25 ribu ke nomor Mbah!" jawabku santai, seolah semua yang aku ucapkan adalah wangsit sakral yang kuterima dadakan. Padahal sesungguhnya aku megap-megap menahan tawa dalam hati yang nyaris meledak.
"Sip, Mbah! Sekarang juga saya akan membeli semua persyaratan itu!" ucap Herman seraya beranjak dari duduknya dan ngeloyor meninggalkanku tanpa menunda waktu.
"Ingat! tidak boleh hasil ngutang atau menipu apalagi kalau hasil nyuri. Semua persyaratan wajib kamu beli dengan uangmu sendiri," tambahku sebelum Herman benar-benar menghilang dari hadapanku.
"Siaaap!" teriak Herman sambil berlari kegirangan menjauhiku hingga hilang di balik rumah Pak Amsar, penjaga sekolah SMA ‘Maju Tak Gentar’.
Sepeninggalnya Herman aku melongo. Perasaan berkecamuk antara geli dan terkejut. Tak menduga sahabat anehku sebegitu antusiasnya. Namun jauh di lubuk hati, aku meragukan kemampuannya bisa memenuhi syarat dan ketentuan yang kurasa sangat berat.
Aku tahu betul setebal apa dompet Herman. Yang pasti lebih tipis dari dompetku. Itu bisa dibuktikan dengan kebiasaan dia yang sering memelas di kantin depan kelasku, saat akan membayar makanan yang terlanjur masuk ke perutnya. Bukan hanya sekali dia maksa meminjam uang padaku dengan pengembalian yang tak pernah jelas waktunya.
Ya itulah Herman, apapun adanya dia kami tetap menyayanginya, terlanjur berteman.
Kurang lebih setengah kemudian, aku benar-benar dibuat tertegun. Bingung setengah hidup. Mataku seketika terbelalak saat Herman datang dengan senyum merekahnya. Dengan percaya dia dia pun meletakkan kantong plastik bertuliskan Ndramart yang penuh dengan barang-barang belanjaan.
"Man! Lu ngerampok atawa ngutang dimana?” seruku refleks, “Sorry sob! gua gak terima kalau barang-barang yang lu bawa ini hasil ngutang, entar gua juga yang kebobolan bayarnya!" sergahku seraya menjauhkan barang-barang yang dijejerkan Herman di depanku.
"Jack, lu gak lihat merek plastiknya!” Herman sedikit nyolot. ”Sejak kapan bisa ngutang di Ndramart?" lanjutnya dengan mata yang mendelik, geram.
Aku tak punya alasan untuk menolaknya. Herman telah mampu memenuhi semua syarat dan ketentuan yang aku ajukan. Aku tak boleh menambah syarat yang lebih berat lagi, nanti dikira tidak profesional. Sama aja dengan membunuh karakter diri sendiri.
"Jangan salah ya, Jack. Nama lengkapnya Verayanti Fajarina. Jangan salah sebut jadi Vero, nanti mantan istri Pak Ahok yang kecantol sama gua. Vera, Vera, Vera and no Vero. Cewek tercantik dan termanja seantero kampung kita." Herman kembali menegaskan. keseriusannya.
Aku mengangguk seraya berpikir. Harus dibagaimanakan semua syarat yang sudah berjejer di depanku ini? Terpaksa aku memeras otak mencari ide cemerlang untuk mempergunakan semua barang yang aku minta ini dengan cara sebaik-baiknya. Pulsa 25 ribu bahkan sudah masuk lebih dulu dalam nomorku.
Benarkan masih ada pelet di dunia ini? Haruskah aku mencarinya di rumahnya Mbah google?
Oh no, terlalu lama kalau harus sercheing dulu. Ini adalah pertaruhan harga diri. Pantang bagiku menipu siapapun, tak terkecuali Herman. Walau dia sering menipu pedagang gorengan. Namun itu tercipta karena keterbatasan dana jajan yang dipasok bapaknya yang hanya seorang mengayuh becak.
Semoga tukang gorengan yang pernah ditipu Herman dalam keadaan kepepet, memaafkan segala kekhilafannya, amiin.
Herman Pelangi. Nama yang sangat indah, manja dan menyejukkan. Namun kelakuan sang pemilik nama, terkadang sangat mengejutkan dan selalu membuat gerah.
Herman teman sekampung juga teman sekolah beda kelas. Kami sama-sama menempuh pendidikan di SMA ‘Rayuan Pulau Kelapa’
Sudah lebih dari satu bulan, Herman tak bosan-bosannya mencurahkan segala kegalauan dan kegundahan hatinya pada setiap orang yang ditemuinya. Beberapa kali mengiba memohon bantuanku untuk memelet seorang gadis incarannya yang telah menghancur leburkan perasaan dan harapannya.
Vera sungguh berani menolak cinta suci Herma dengan sangat tidak halus. Padahal rencananya, Herman akan mempersembahkan cintanya itu dengan segenap jiwanya..
"Herman, lu itu cowok paling jelek yang naksir gue. Ditambah bau badan lu bikin gue mabuk. Sadar gak sih lu?" Begitu kira-kira kalimat penolakkan Vera yang menggoreskan luka terdalam di hati Herman.
Memang sudah bawaan sejak orok, Vera selalu bicara super ceplas-ceplos yang nyaris tak bisa membedakan antara jujur dan melukai. Sang gadis bahkan tak pernah peduli jika ucapannya telah membuat Herman menangis bombay bermalam-malam.
Secara fisik Herman tidak terlalu jelek, hanya agak bad performa ditambah bad attitute dan beberapa bad lainnya. Dia memiliki hampir semua kriteria cowok bad dan sangat layak dijuluki badboy paket super komplit.
Aku sempat bertanya. Mengapa badboy yang menurut cerita n****+ selalu digilai para cewek itu, tidak berlaku buat Herman.
Badboy sekelas Herman tak sanggup membuat Vera dan sederet cewek lainnya memberinya sedikit harapan. Bahkan jika itu sekadar harapan palsu. Padahal Herman akan sangat senang walau hanya menjadi korban PHP sekalipun.
Penolakan Vera memang sedikit logis.
Herman memiliki parfum yang paling wangi. Namun celakanya dia sering lupa memakainya. Mungkin dia tak percaya diri dengan aroma parfumnya yang terkadang membuat orang lain mabuk kendaraan ketika satu angkot dengannya.
Memang serba salah kalau jadi Herman. Pakai minyak wangi membuat orang mabuk darat, tidak memakai sama sekali, bisa-bisa bawang di pasar pagi kalah pamornya.
Karena sakit hati atas penolakan itulah, Herman mengajakku diskusi di gardu sikamling belakang kampung.
Gardu yang pada siang hari berubah fungsi menjadi arena kongres sekumpulan emak-emak yang sangat antusias membicarakan drama korea dan cerita n****+ online bertema pelakor, mertua, menantu dan sejenisnya yang katanya sangat menggigit dan berkelas.
Malam ini purnama bersinar sempurna. Semilir angin musim kemarau pun kian menambah indahnya suasana. Temaram lampu pijar 5 watt yang menjadi satu-satunya penerangan di gardu ini, menambah syahdunya curahan hati sang jejaka. Siapapun yang mendengarnya pasto terhanyut, bahkan meneteskan air mata saking bapernya.
Patah hati memang terkadang kejam. Dia tak peduli kalau Herman seorang trouble maker di sekolah.
Patah hati pun tak pandang bulu. Dia tak memandang kalau Herman sebagai pemilik tato gambar sendok dan garpu di d**a kirinya.
Patah Hati pun tak menghormati dua tindikkan maut di telinga sang badboy.
Patah hati bahkan sanggup membuat Herman terpuruk oleh Vera. Gadis alay yang super genit dengan kawat giginya yang warna warni menggelikan.
Entah karena lolongan anjing malam, atau jeritan burung hantu, atau mungkin juga karena kepakan sayap burung gagak putih. Setelah perutku kenyang dengan sesajen yang disuguhkan Herman, tiba-tiba terlintas ide yang sangat bermutu.
"Anak muda! Kamu tunggu di sini, mbah mau tirakat dulu," ucapku dengan intonasi yang duusahakan makin berwibawa dan dapat kupastikan paling berwibawa sepanjang hayatku.
"Monggo, Mbah!" jawab Herman sambil menundukkan kepala. Kedua kakinya duduk bersila.
Aku berjalan santai menjauhi Herman dengan membawa semua persyaratan yang Herman sediakan tadi.
Beberapa langkah berikutnya aku masuk ke salah satu rumpun bambu yang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu rapat. Menurut beberapa penduduk yang penakut, di rumpun bambu ini sering ada kunti. Namun demi gengsi dan harga diri, aku wajib menepiskan semua rasa takut itu.
Setelah puas dengan doa-doa yang dipanjatkan, aku segera kembali mendatangi Herman yang wajahnya terlihat makin terang benderang. Senyumnya pun penuh harapan. Keyakinan dirinya telah menjadikan dia lebih tampan dibanding siapapun termasuk yang sedang membaca cerita ini.
"Man, kamu gunakan hand & body ini setiap hari, terutama kalau mau mendekati Vera," ucapku dengan suara yang tetap dijaga kewibawaannya.
"Iya Mbah!" jawab Herman takjim, suaranya pun sangat pelan dan lembut.
"Jangan lupa, setiap hari mandi dua kali. Berdoa minimal 5 kali sehari setelah selesai menjalankan salat wajib. Bersihkan hati, luruskan niat dan maksimalkan ikhtiar," lanjutku bernasihat.
Saat itu, aku sedikit terkejut dengan diri sendiri, karena suaraku tiba-tiba berubah seperti suaranya Aa Gym.
"Iya Mbah!" Herman memandangku aneh, namun tak lama kemudian dia menunduk kembali. Sepertinya dia masih takjub dan malu menatap wajahku yang memang sejak brojol sudah ditakdirkan sedikit mirip dengan Lucas versi mata tidak terlalu sipit.
"Insya Allah, semua doa dan keinginanmu yang baik akan terkabul, anak muda!" Suaraku berubah nyaris menyerupai Ki Joko Pinter.
Mungkin karena pengaruh terlalu khusyuk berdoa hingga sedikit lupa pada suara yang tadi kupakai sebelum berdoa. Ternyata berbohong membutuhkan keahlian dan fokus.
Sejurus kemudian aku membaca Surat Alfatihah memanjatkan puji syukur pada Allah karena salah satu badboy kampungku bersedia mengikuti saranku untuk terus berdoa setiap selesai salat lima waktu.
Mulai besok subuh, sepertinya aku akan memiliki teman sebaya saat berjamaah di masjid.
"Mulai sekarang jangan pernah menipu siapapun, dengan alasan apapun.”
“Iya Mbah”
“Jangan lupa berikan love, vote atau komentar pada setiap cerita yang kamu baca secara online. Itu adalah salah satu cara membahagiakan dirimu.”
“Kok bisa mbah? Bukankah kalau reader yang kasih respon itu, authornya yang akan bahagia?” tanya Herman keheranan.
“Gini Man, jika kamu membahagiakan author, Insya Allah, kamu juga akan dibahagiakan Allah dengan cara lain," balasku dengan hati sedikit bergetar. Sadar diri jika selama ini aku sendiri terkadang lupa tidak memberikan respon pada cerita bagus yang sudah k****a.
"Iya Mbah" jawab Herman lirih, tampaknya dia pun mulai menyadari keegoisannya.
Selang lima menit berikutnya kami pun berpisah dan pulang ke rumah masing masing.
Hatiku terasa plong karena ini bukanlah penipuan. Semua yang terjadi adalah atas kehendak Herman. Namun demikian aku terus berdoa semoga sang badboy bisa berubah menjadi anak yang lebih baik.
Amiin.
Beberapa hari setelah ritual itu. Aku dikejutkan dengan sesuatu yang tak pernah terduga.
Herman mengingkari janjinya untuk berjamaah salat lima waktu, tapi dia mendapatkan sesuatu yang membuatku terkesima.
Sangat tak masuk akal namun nyata.
Sampai saat kisah ini ditulis bahkan telah tamat dipublish di Dreame, aku masih belum percaya jika Herman mendapatkan sebuah kejutan yang super maksimal itu.
Herman tidak mendapatkan cinta Vera, namun mendapat sesuatu yang lebih wow dari sekedar cinta gadis alay itu.
Penasaran? Yu lanjut baca bab berikutnya.
^^^