"Aaaaa"
Sunny memucat mendapati pemandangan yang menyeramkan di depannya. Tangannya berlumuran darah, cairan merah kental tersebut keluar dari leher Kyle, menggenang begitu banyak hingga mengenai Sunny. Yah, entah bagaimana caranya Kyle tewas. Semua orang terbelalak. Tak hanya Sunny, Marry ikut menjerit histeris karena ketakutan.
David, dan Jaden berlari untuk memeriksa Kyle. David berusaha menutupi luka Kyle, dan berusaha merasakan denyut nadi dari pemuda tersebut.
"B-Bagaimana? dia apa dia benar-benar ..."
"Dia sudah mati," Mashi memotong perkataan Jaden. Dia menatap Kyle sambil berdiri tanpa ekspresi.
"D-Dia benar-benar mati?! S-Sayang ... bagaimana ini, apa kita juga akan mati seperti dia?" Marry gemetar.
"Tenanglah, Sayang. Kita akan keluar dari sini, aku janji," Travis menendang-nendang pintu besi yang mengurung mereka. Namun percuma saja, pintu tersebut bergeming. Tak bergerak sama sekali. Semua orang tampak begitu frustasi. Yah, sulit untuk berpikir jernih dengan keadaan yang mereka hadapi saat ini. Seseorang tewas mengenaskan di depan mereka tanpa mereka sadari, dan bisa jadi korban selanjutnya adalah mereka.
"Lihat, siapa tadi yang mengatakan bahwa ini hanyalah ulah orang iseng?" Jun Liu mendengus menatap David lalu berjongkok di depan Kyle yang sudah tidak bernyawa. "Lehernya seperti disayat pisau. Bagaimana dia bisa membunuh tanpa diketahui seperti ini?" ucap Jun Liu sambil memperhatikan luka Kyle dengan seksama. Dia berdiri sambil mengepalkan tangannya, lalu melihat ke sekitar mencari celah yang mungkin bisa digunakan untuk melarikan diri bagi pembunuh.
Sementara itu, Jaden menarik nafas panjang, dia menjauh dari jasad Kyle lalu mendekati Sunny yang terduduk bersandar sambil menatap Kyle dari kejauhan. Jaden kemudian duduk di samping Sunny. Lalu memasukkan tangannya ke dalam kantung hoodie yang dia kenakan.
"Kau baik-baik, saja?" ucap Jaden kemudian, dia lalu menatap Sunny dari samping dan agak mencemaskan keadaan gadis itu. Sunny hanya diam, gadis yang masih mengenakan seragam sekolah itu menundukkan kepalanya, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia menggosok-gosok kan tangan ke roknya untuk menghilangkan noda darah yang menempel di tangannya. Sunny agak gemetar, namun dia dengan segala upaya yang dimiliki berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri.
"Ini," Jaden memberikan sebuah koin kepada Sunny, "Koin keberuntunganku. Ambillah, dan jangan takut lagi. Semua akan baik-baik, saja."
"Aku tidak membutuhkannya," ucap Sunny lalu menatap roknya yang kini memerah karena bekas darah dari tangannya.
"Kau tampak ketakutan. Genggam ini, dan jangan takut lagi. Kau tidak sendiri, aku akan melindungimu,"
"Hah, memangnya kau siapa, berusaha untuk melindungiku,"
"Aku? Jaden Jeong," Jaden mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
"Aku tidak perlu tahu namamu,"
"Perlu. Ingat saja namaku, karena kita tidak tahu berapa lama kita akan berada disini. Ambil ini dan tenanglah,"
Jaden menarik tangan Sunny, meletakkan koin dari tangannya ke telapak tangan Sunny, "Aku tidak bercanda. Itu koin keberuntunganku. Kau akan baik-baik saja setelah ini," ucapnya.
Sunny tahu bahwa yang keluar dari mulut Jaden adalah kebohongan. Bagaimana mungkin semua akan baik-baik saja, sementara ada satu orang yang telah tewas di depan matanya. Namun Sunny tak punya pilihan selain mempercayai kebohongan itu. Dia benar-benar berharap agar semua baik-baik saja, dan dia bisa keluar dari tempatnya sekarang dengan segera.
Beberapa menit kemudian, layar hologram kembali muncul. Delapan orang yang berada di ruangan itu kaget. Semua langsung mendongak ke arah layar tersebut.
"Halo para pemain. babak pertama sangat seru. Tapi sayangnya Kyle telah terbunuh. Dia adalah korban pertama, tersisa, Kevin Mc Grown. Sunny Sorch, Takata Mashi, Jaden Jeong, David Back, Travis Worth, Marry Sane, dan Jun Liu. Peraturan tambahan, jika kalian tidak bisa keluar dari satu ruangan dalam satu jam, maka setiap itu pula salah seorang akan dibunuh. Yang terbunuh akan dipilih secara acak oleh sistem. Sekedar informasi, bahwa Kyle adalah orang yang dipilih sistem kali ini. Silahkan berusaha lebih keras agar sistem tidak memilih orang berikutnya. Selamat bermain, jika ingin keluar, temukan pembunuhnya."
Setelah menampilkan pengumuman yang tak masuk akal, layar hologram tersebut kemudian menghilang.
"Sial! siapa si b******k ini sebenarnya, kau mempermainkanku!? keluar kau pengecut!" Jun Liu mengamuk, dia membanting barang-barang tak berguna yang ada di ruangan tersebut. Dia yang menyukai kompetisi, kini mulai tak bisa menikmatinya lagi. Karena dia merasa terancam.
"Tenanglah, kita harus tetap tenang. Kita pasti bisa keluar dari sini," David yang paling optimis kembali menenangkan teman-temannya. David menyentuh bahu Jun Liu. Namun, Jun Liu menepisnya dengan kasar, lalu menatap David lekat.
"Jangan menyentuhku. Orang sepertimu yang harus paling diwaspadai. Bisa jadi kau ingin menikamku dari belakang."
"Paman ..."
"Berhenti memanggilku paman. Aku bukan pamanmu b******k!" Jun Liu mendorong David hingga laki-laki itu terjatuh ke lantai.
"Paman. Tak bisakah kau tenang sedikit? jika kau seperti ini, bagaimana bisa mendapatkan cara untuk keluar dari sini!"
"T-Tidak, kita tidak akan bisa keluar, " Kevin akhirnya bicara setelah diam di sudut dari awal. Semua orang menatapnya. Jun Liu mendekat, selain kepada David, Jun Liu juga sangat kesal kepada Kevin. Baginya Kevin yang seperti orang bodoh tersebut tidak berguna sama sekali.
"Kau ... apa maksudmu. Kita tak bisa keluar dari sini? kau ingin cara masalah denganku? sial! kenapa harus Kyle yang terbunuh. Harusnya dia saja, dasar manusia tidak berguna!" Jun Liu meludah, dan berbalik.
"Kalian semua ... pernah memainkan Find The Murderer, kan?" mendengar ucapan Kevin, Jun Liu terhenti dan semua yang berada di ruangan itu menatap Kevin lekat. "K-Kita ... tidak akan bisa keluar dari sini, kecuali menemukan pembunuhnya."
"Maksudmu, psikopat gila yang mengurung kita mengikuti permainan itu?" David berpikir sejenak.
"Kita tidak akan bisa keluar, kita tidak akan bisa keluar ..."
"Sialan!" Jun Liu menarik kerah Kevin dan Buk! sebuah pukulan mendarat ke perut Kevin tanpa ampun," Kau benar-benar membuatku kesal,"
"Paman, tenanglah! kau bisa membunuhnya!" Jaden memeriksa keadaan Kevin, "Hei, kau baik-baik saja?"
"Jika kita harus mencari pembunuh di antara kita, ayo kita lakukan. Kalian lihat sendiri, setiap satu jam salah seorang akan mati jika tidak bisa keluar dari sini!" Marry berteriak.
"Pasti dia pembunuhnya, aku akan mencekik bocah ini hingga mati!" Jun Liu kembali mengarahkan kekesalannya kepada Kevin.
"Paman, tenang dulu! kita tak boleh gegabah. Baiklah, mereka mengatakan kita harus mencari pembunuh, kita akan mencari bersama-sama. Pasti akan ada petunjuk, tolong jangan saling menyakiti hingga kita menemukan pembunuhnya."
"Pfft ...." Kevin terkekeh, lalu menatap David yang sedang menenangkan pertikaian, "Kau tau apa yang terjadi saat kita fokus mencari petunjuk? saat itu, pembunuh mencari cara untuk menghabisi kita. Kita akan mati, kita semua, selain pembunuh itu, akan mati!"