Orang yang menyedihkan

1025 Kata
Kevin, Jaden, dan Mashi masih terus terjaga. Beruntungnya Jaden memiliki jam tangan. Hal itu membuat mereka lebih lega karena bisa mengira waktu yang telah berlalu. Jam tangan Jaden baru menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit. Artinya belum terlalu malam bagi mereka para anak muda yang tentu saja terbiasa bergadang karena tugas kuliah, bermain game dan sebagainya. "Kalian tahu, kita pernah bertemu setidaknya sekali di dunia nyata," ujar Jaden kemudian. "Hmm, aku tidak tahu dengan pasangan Marry dan Travis, gadis pelajar, dan Jun Liu paman yang menyebalkan itu. Tapi, aku tahu David adalah pekerja paruh waktu di warnet sekolah. Kau ... aku dan Justin pernah melihatmu bermain di warnet tersebut. Sedangkan Mashi serta Kyle, walaupun tidak pernah bertemu di kampus, tapi kami berasal dari Universitas Golden," Kevin menarik nafas panjang. Lalu memikirkan dimana dia bertemu dengan yang lainnya. Namun, tentu saja dia tak bisa mengingat. Karena dia memang tak pernah bertemu dengan Marry, Sunny, serta Jun Liu. "Meskipun kita tak pernah bertemu di kampus, tapi cerita tentangmu sangat terkenal di kampus tersebut. Seseorang yang kehilangan temannya di perpustakaan," Mashi menatap Kevin. Kevin diam sejenak. Tentu saja dia sangat terkenal karena insiden yang terjadi di perpustakaan. Insiden yang membuatnya kehilangan sahabat, "Yah, tentu saja cerita itu menyebar dengan cepat. Saat itu begitu heboh, polisi memasang garis di perpustakaan, dan tak membiarkan siapapun masuk. Aku ditanyai sebagai saksi. Namun, aku merasa seperti Pembunuh," Kevin mengusap wajahnya, mengingat kejadian yang dia alami enam bulan lalu. "Tapi menurut keterangan polisi bukankah temanmu tidak bernyawa karena tersetrum?" tanya Justin kemudian, "Wah, benar saja kau pasti sangat terkenal. Bahkan aku mengetahui kisah itu. Bahkan entah bagaimana caranya aku tahu bahwa temanmu terbakar karena kabel cas laptopnya yang mengelupas," "Hmmm, dia memang tersetrum. Tapi, yang tidak kalian tahu. Apa yang kami lakukan sesaat sebelum Justin tewas." "Kalian melakukan apa?" "Aku tak pernah menceritakannya. Tapi aku rasa kematian Justin ada kaitannya dengan game yang kami mainkan," "Maksudmu .... game Find The Murderer?" Jaden menebak. "Hmm, aku rasa itu sangat berkaitan," jawab Kevin kemudian. "Bagaimana bisa?" Jaden semakin penasaran. "Bukankah diantara kalian tidak ada yang menjadi pembunuh saat bermain game itu secara online?" Kevin menatap Jaden dan Mashi bergantian. "Hmm, aku hanya warga biasa. Mashi, kau juga, kan?" Jaden menatap Mashi menanti jawaban. Mashi hanya menjawab dengan mengangguk pelan. "Saat itu aku menjadi pembunuh. Diantara semua yang ada di ruangan ini, hanya aku yang pernah menjadi pembunuh. Aku sangat yakin Justin tewas karena permainan itu. Aku sudah berusaha menjelaskannya pada polisi, tapi mereka tidak mau mendengarkanku. Aku bermain di ruang yang sama dengan Justin waktu itu. Peraturannya harus membunuh tiga orang agar memenangkan permainan, kan?" "Benar. Hanya tiga orang. Saat aku mengikuti permainan online, aku ingat saat itu pembunuh baru membunuh satu orang, dan dia ketahuan. Jadi kami membunuhnya, lalu para warga sipil menang," Jaden menjelaskan. "Saat permainan bersama Justin, aku telah membunuh dua orang. Namun, identitasku sudah mulai terbongkar. Aku ingin sekali menang di permainan tersebut. Akhirnya Justin menawarkan diri. Dia memintaku untuk membunuhnya, agar aku bisa menang, dan dia bisa makan siang gratis. Aku menurutinya. Aku menyetrum leher Justin. Di dalam permainan dia tewas tersetrum. Setelah permainan berakhir, aku pergi sebentar. Namun, ketika aku kembali, Justin sudah tewas. Dengan cara di setrum sama seperti saat di permainan." "Wah, pantas saja polisi tidak percaya dengan keteranganmu. Itu sangat tidak masuk akal," Jaden menggelengkan kepala. "Permainan ini memang tidak masuk akal. Kalian lihat apa yang terjadi sekarang? dua orang telah tewas, dan mereka benar-benar tewas. Di depan mata kita. Itu yang terjadi pada Justin enam bulan lalu." "Tunggu dulu. Jika temanmu benar-benar tewas karena terbunuh di dalam permainan. Bagaimana dengan orang lain? maksudku, ada begitu banyak orang yang mengikuti permainan ini secara online, dan tentu saja ada yang terbunuh di dalam permainan. Apakah yang terbunuh itu juga terbunuh di dunia nyata?" pertanyaan Jaden membuat Kevin dan Mashi berpikir. "Yang bermain bukan hanya kita di negara ini. Dari belahan dunia juga ada di permainan tersebut. Mungkin saja mereka benar-benar tewas namun kita tidak mengetahuinya." ucap Kevin kemudian. "Tapi, bukankah itu tidak masuk akal? mungkin kematian temanmu hanya kebetulan. Bayangkan. Tidak perlu memikirkan peserta dari negara lain. Mahasiswa universitas Golden juga pasti sangat banyak yang bermain permainan ini secara online. Buktinya, Mashi dan Kyle juga ikut serta. Bukankah mereka juga memiliki kemungkinan untuk tewas di dalam permainan? jika sudah begitu tentu ada beberapa kasus mahasiswa universitas Golden yang tewas, tidak hanya di kampus, mungkin saja tewas di rumahnya. Namun, aku tidak mendengar hal tersebut. Coba kalian pikirkan apakah ada mahasiswa universitas Golden yang tewas secara tiba-tiba?" Jaden kembali mengajukan pernyataan yang membuat Kevin berpikir lebih keras. "Karena aku mengajukan cuti setelah kejadian itu ... aku tidak tahu lagi apa yang terjadi di kampus, aku saja bahkan tidak mengenal mahasiswa baru," Kevin mengangkat bahunya. Yah, dia memang tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi di kampus, ataupun berita tentang mahasiswa lainnya. Saat sebelum kejadian yang menimpanya pun, Kevin hanya punya Justin sebagai temannya, dan dia tak mau bersosialisi dengan yang lain. "Mashi, bagaimana denganmu? kau pasti sering mendengar berita baru di kampus karena mahasiswa baru biasanya cukup aktif, kau pernah mendengar kabar dari teman-teman lainnya di kampusmu?" tanya Jaden lagi kepada Mashi yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Mashi. "Lihat. Setelah kasus mahasiswa tewas di perpustakaan, yang tak lain adalah temanmu, tidak ada kasus serupa lagi tang terjadi. Padahal sudah tentu para mahasiswa banyak memainkan permainan ini. Sepertinya polisis benar, itu tidak masuk akal menyangkutkan kematian temanmu dengab permainan Find The Murderer. Mashi bagaimana menurutmu?" "Yang menciptakan permainan inilah yang tidak masuk akal. Tujuannya hanya ingin bersenang-senang, sepertinya dia menginginkan perhatian yang lebih. Dia menciptakan permainan ini untuk bersenang-senang dan agar kita semua memperhatikannya." Mashi buka suara. "Kau ada benarnya. Psikopat itu secara tak sadar adalah orang menyedihkan. Dia membuat permainan gila ini, mengurung kita disini. Menurut psikologi, mungkin dia ingin menunjukkan bahwa dia bukan orang biasa. Bahwa dia punya kuasa untuk membunuh kita kapanpun. Dia pasti tak pernah dipedulikan sepanjang hidupnya. Begitulah yang kulihat di film-film yang ku tonton," sambung Kevin. "Tapi, mengapa dia orang yang menyedihkan?" tanya Jaden tak mengerti." "Bukankah berusaha membuktikan diri kita pada orang lain yang sama sekali tidak peduli itu terlihat menyedihkan?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN