Bab 11

1183 Kata
"SELAMA PAG- astaga Alpha Aira sudah jam berapa ini?" Aku menggeliat sejenak, suara seseorang mendistraksi acara tidurku. Perlahan, aku membuka mata. Seberkas cahaya menyilaukan dua orang yang berdiri di depan jendela. Penglihatanku pun tidak jelas. Sejenak, aku melirik pada Aira. Adikku masih tampak nyaman dalam tidurnya dengan berbantalkan lenganku. Ia bahkan meringkuk menyembunyikan wajahnya di dadaku. Aira tak menggubris keributan yang terjadi. Menunjukkan bahwa tidurnya sangat lelap. Saat kedua orang itu maju mendekatiku, baru dapat kulihat secara jelas wajah mereka. Bintang dan Chandra. "Aira masih tidur ya?" tanya Bintang berbisik. Aku mengangguk kemudian mengisyaratkan Bintang untuk diam melalui gerakan jari telunjuk ke bibir. "Ck, memang dasar Bintang bacon. Banyak cincong!" Hardik Chandra yang bersandar di dinding. Aku terkekeh sejenak. Kemudian atensiku kembali pada Aira. Dengan sendirinya, terbit senyum di kedua pinggir bibirku. Sudah kukatakan kan, aku suka memandanginya ketika ia sedang tidur. Wajah polosnya terlihat seperti bayi. "Jangan senyam - senyum terus, Al. Lihat itu ilermu sampai kering di dagu." "Idiwyu, jijay deh." Chandra menimpali. Aku memutar bola mata, kedua beagles ini memang suka menggodaku. Terutama Bintang. "Keluar sana! Nanti Aira bangun. Aku akan mandi dulu," ucapku. Bintang dan Chandra pun setuju. Mereka segera keluar dari kamar Aira. Ngomong-ngomong, hari ini adalah akhir pekan jadi, kedua beagles itu pun libur bekerja. Dan rutinitas keduanya disaat libur adalah mengganggu kebersamaanku dengan Aira. Aku melirik jam dinding dan menghela napas malas. "Ini masih jam setengah enam pagi. Dasar semprul - semprul kurang kerjaan," omelku. Lalu mataku melirik Aira yang masih setia meringkuk. Seperti biasa, kukecup keningnya sebagai ucapan selamat pagi. Meski debaran di jantungku berkata lain. "Paman, maaf ya kita pasti mengganggu. Kita rindu Aira," ucap Bintang. "Beberapa hari terakhir ini Chan juga tidak ada waktu untuk Aira, Paman. Jadi, rindunya tak terbendung lagi. Hehe ..." timpal Chandra di sebelahnya. Astaga, duo cacing kepanasan itu sedang merayu Ayah rupanya. Aku yang baru sampai di depan pintu menuju ruang tamu setelah menyelesaikan acara mandiku tentunya terkekeh melihat aksi mereka. "Kami membangunkan Ayah terlalu pagi ya?" Ayah tekekeh menanggapi. "Iya, mengganggu waktu berakhir pekan kami saja," celetukku. Perhatian keduanya pun langsung tertuju kepadaku. Bintang tidak peduli sementara Chandra berdecak bersikap bodoh amat. "Supaya kamu rajin bangun pagi, Al. Iya kan, Bi?" "Humm," sahut Chandra bersemangat. Astaga mereka ini. Ayah tertawa menyaksikan aksi kami. Kemudian, aku pun menghampiri dan memilih duduk di sofa yang kosong. "Aira mana, Al?" "Masih tidur, Yah." "Tumben, biasanya Aira sudah wangi jam segini," kata Ayah lagi. Maksudnya sudah bangun dan bebersih tubuh begitu. Tadi malam saat aku tidur dengan Aira, ia memang terlihat agak pucat dari biasanya. Saat aku pulang pun Aira terbangun tengah malam. Tidak biasanya Aira seperti ini. "Namanya juga berakhir pekan. Pasti Princess kecilku sedang ingin bermalas-malasan. Menikmati hari liburnya." Chandra yang menyahut. Tapi, Aira bukan gadis yang seperti itu. Dia sangat tidak menyukai segala sesuatunya yang terlambat. Termasuk bangun tidur sekalipun. Lantas, aku terpaku beberapa saat. Alarm tanda bahaya berdenting di runguku. "Aira?!" Aku pun segera berlari menuju ke kamarnya. Diikuti Ayah, Bintang, dan Chandra di belakang. Brak! "Aira?" Kusambangi tubuhnya yang masih meringkuk di atas tempat tidur. Beberapa kali tepukan kecil kutorehkan pada pipinya namun, nihil. Aira tak juga membuka matanya. "Aira, bangun Aira!" Tidak ada tanda-tanda bahwa ia akan bangun. Secepat kilat, kuangkat tubuh ringkihnya dalam gendonganku. Aira pingsan. "AIRA BANGUN! KAKAK MOHON!!" Demi Tuhan aku panik setengah mati. Tak mendengarkan siapa pun, lalu segera berlari ke depan. Menyetop taksi yang lewat dan membawa Aira ke rumah sakit. Pikiranku kalut, berbagai macam kemungkinan-kemungkinan buruk memenuhi kepalaku. Tolong, selamatkan Airaku. Begitu tiba di rumah sakit, aku berteriak-teriak memanggil dokter. Beberapa perawat dan seorang dokter pun berlari menuju ke arahku dengan membawa brankar. "Tolong, tolong selamatkan adikku!" ucapku tergesa sembari meletakkan tubuh Aira di atas brankar tersebut. "Dokter Alpha?!" Seorang perempuan bersnelli putih yang tak terlalu kukenali tampak terkejut melihatku. Aku kenal, hanya saja aku melupakan namanya. Disituasi seperti ini, otakku tidak bisa berpikiran apa - apa lagi selain keselamatan Aira. "Tolong selamatkan adikku!" Bibirku pun hanya bisa berucap kalimat itu. Perempuan tersebut mengangguk. Brankar di dorong dengan cepat memasuki ruangan Unit Gawat Darurat. "Dokter, Anda bisa menunggu di sini," ucapnya. "Selamatkan adikku!" "Kami akan memeriksanya terlebih dahulu." Lantas, Aira pun memasuki ruangan dan saat pintu tertutup paru - paruku berdenyut hebat. Jantungku bergemuruh tidak tenang, pikiranku kacau. Yang ada hanya segala kemungkinan-kemungkinan buruk. Dan aku benci pada pemikiran ini. "Aira bertahan, aku mohon. Ya Tuhan, tolong berikan yang terbaik untuk adikku." Mulutku tak henti-hentinya merapalkan berbagai macam doa. "ALPHA!" "AL, BAGAIMANA KEADAAN AIRA?!" Aku medongak, mendapati Bintang dan Chandra yang berlari terburu - buru guna menghampiriku. "Bagaimana keadaan Aira, Al?" tanya Chandra cepat. Aku menggeleng. "Sedang diperiksa?" Delapan menit waktu berlalu, pintu ruang UGD terbuka, dokter perempuan yang tadi memeriksa Nara pun keluar. Kami segera berdiri. Menghampiri wanita tersebut secara terburu - buru. "Bagaimana keadaan adikku, Li?" tanyaku. Lia, dokter adik tingkatku dulu. Aku mengingatnya sekarang. Beberapa saat dia memerhatikanku dan Binyang secara bergantian. Mungkin juga terkejut mendapatu Bintang di sana. "Bisa kita bicara di ruangan saya, Dokter Alpha?" tanyanya. Aku mengangguk dengan cepat. "Bisa aku ikut?" Bintang mengajukan diri. "Aku juga keluarganya," sambungnya. "Silahkan, Dok," ucap Lia. Aku dan Bintang mengikuti Lia sementara Chandra tetap menunggu di depan ruang rawat darurat. "Adik Anda mengalami aritmia, Dok. Salah satu penyebabnya karena penyakit jantung bawaan yang pasien derita. Pasien juga kerap kali melakukan perkerjaan secara maksimal, sehingga membuatnya cepat lelah, lemas, dan berakhir pingsan." "Melakukan pekerjaan secara maksimal?" ulangku. "Betul, Dok. Semacam memaksakan diri?" Tapi, apa yang Aira lakukan? Setahuku Aira tidak melakukan pekerjaan berat yang berarti. "Keadaan tubuhnya sangat lemah, dan menurut analisis saya, hal ini juga disebabkan oleh gagal ginjal yang pasien miliki. Sistem kardiovaskular pada pasien tidak bekerja dengan baik. Sehingga pekerjaan yang kecil pun akan terasa sangat berat bagi pasien. Apalagi melihat riwayat operasi pencangkokan ginjal yang pernah pasien lakukan, renal pada ginjal baru hasil transplantasi pasien sepertinya tidak terlalu baik. Ada beberapa kerusakan di sana. Sehingga pasien mudah anemia, mengalami debaran yang tidak menentu serta penyempitan saluran pernapasan dalam jangka panjang." "Apakah bisa menimalisir gejala dan rasa sakitnya?" tanya Bintang. "Pilihan terbaik adalah dengan melakukan operasi kembali, Dok. Kita bisa mengangkat salah satu ginjal pasien yang rusak." Lalu Aira akan hidup dengan satu ginjal? Aku mengusap wajah frustasi. Terlalu kalut untuk menanggapi pembicaraan antara Bintang dan Lia. Intinya, keadaan adikku tidak cukup baik. Kepalaku berdenyut nyeri, mengapa harus Kau berikan ini semua kepadanya yang tidak bersalah. Tidakkah aku yang seharusnya pantas mendapatkan kesakitan Aira? "Bisa aku menjenguknya sekarang?" pintaku. Bintang dan Lia pun segera menoleh ke arahku. Dokter perempuan itu mengangguk. Ia berucap, "Silahkan, Dok." *** Note : Aritmia : Gangguan irama jantung, detakan yang tidak normal. Bisa terlalu cepat atau terlalu lambat. Renal ginjal : Lapisan ginjal yang terdiri dari korteks renalis, di bawahnya medula renalis, dan di bagian dalam terdapat rongga ginjal atau pelvis renalis. Sistem kardiovaskular : Sistem peredaran darah atau sirkulasi darah. Berfungsi mengalirkam darah ke seluruh tubuh. Anemia : Kurang darah atau darah rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sel darah merah atau sel darah merah yang tidak berfungsi dalam tubuh. menyebabkan aliran oksigen berkurang ke organ tubuh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN