"Tadi katanya butuh, terus sekarang nggak butuh. Kamu maunya apa?" Jihan sudah kesal. Bahkan nada bicaranya sedikit tinggi. Edi yang menjadi saksi dari adegan itu hanya bisa membatu. Bisa-bisanya bawahan berkata dengan nada tinggi kepada atasan sendiri. Mana bukan atasan divisi tapi salah satu petinggi perusahaan. Edi pikir Jihan tidak takut dipecat sama sekali. "Buang aja," balas Lp. Jihan mencengkram jas Lp dengan kuat. Mungkin saking kesalnya sehingga urat-urat tangannya terlihat. "Pergi!" usir Jihan. Muak sekali rasanya melihat wajah Lp. "Nggak bilang makasih dulu karena udah diantar?" Jihan membuang muka. Lp tersenyum tipis. "Kalau begitu, aku pulang dulu." Jihan tetap membuang muka, ia bahkan tidak memberi respon. "Jangan marah, nanti cantiknya hilang." Sudah jelas Jihan seda