11. Separuh Hatiku

1406 Kata
Acara lelang terus berlanjut. Lukisan kedua pun dibuka kembali penawarannya. Saveri masih belum fokus pada acara ini. Tatapannya tak putus dari menatap punggung perempuan yang diyakininya adalah Madilyn yang selama ini dicarinya, dirindukannya dan kerap datang di dalam mimpi-mimpinya. Sampai akhirnya lukisan kedua pun lepas dengan harga yang tak kalah fantastis dari lukisan sebelumnya. “Di acara lelang ini nggak cuma lukisan saja yang bisa kita dapatkan. Barang-barang antik lainnya juga ada,” jelas Dafhina ketika acara lelang masih terus berlanjut. “Coba lihat katalognya, mungkin ada barang yang kamu minati. Kalau aku tertarik pada tas klasik ini. Bagaimana menurutmu, Veri? Bagus tidak?” Dafhina menunjukkan buku katalog pada Saveri. Perbuatannya itu sedikit membuat Saveri seketika terkesiap. Dafhina bisa menunjukkan gelagat kaget itu dari reaksi Saveri. Namun Dafhina tidak bisa menebak ke arah mana tatapan Saveri tertuju hingga membuat suaminya itu bereaksi tak terduga seperti beberapa detik yang lalu. “Coba aku lihat-lihat dulu,” ujar Saveri meraih buku katalog. Dia bisa mengontrol dirinya dengan baik. Reaksi terkejutnya itu hanya berlangsung sepersekian detik. Hanya orang-orang dekatnya saja yang bisa merasakan reaksi tak biasa itu. Salah satunya adalah istrinya sendiri. Saveri mulai membaca buku katalog dari halaman depan. Acara lelang saat ini sedang menampilkan koleksi barang-barang antik galeri-galeri barang antik yang ikut berpartisipasi dalam acara lelang pergelangan dana. Dafhina pamit ke belakang untuk mengosongkan kandung kemihnya. Sebelum meninggalkan kursinya Dafhina meminta pada Saveri agar ikut penawaran untuk tas klasik yang diinginkan oleh istrinya itu. ~ Di dalam toilet khusus wanita Madilyn sedang merapikan tata riasnya. Dia merasa ada yang kurang berkenan dari riasan di wajahnya karena di rumah sedikit buru-buru saat memoles wajahnya. Tepat ketika Madilyn memasukkan lipstik ke dalam clutch-nya pintu toilet terbuka dan sesosok wanita yang sangat asing masuk lalu menutup kembali pintu toilet khusus wanita. Wanita itu mengenakan gaun malam yang terlihat klasik dan elegan. Wanita itu tampak terburu-buru karena begitu masuk dia meninggalkan tas jinjingnya begitu saja di atas wastafel lalu bergegas masuk ke salah satu bilik kloset yang sedang kosong. Tak mengacuhkan kepentingan wanita itu Madilyn melanjutkan tujuannya berada di dalam toilet ini. Sampai beberapa menit kemudian wanita asing tadi keluar bilik kloset sambil merapikan gaun mahalnya. Tatapan Madilyn dan perempuan itu bertemu di cermin besar yang ada di toilet khusus wanita. Wanita asing itu tersenyum manis pada Madilyn. “Ya ampun saya meninggalkan tas di sini karena buru-buru mau kencing,” dumel wanita asing itu. “Tidak ada orang lain di dalam toilet ini selain kita berdua. Bisa dicek isi tas Anda. Khawatir ada yang kurang,” balas Madilyn. “Maaf, maksud saya bukan seperti itu. Saya hanya sedang menyalahkan diri saya sendiri yang sudah teledor.” “Tidak masalah. Demi kebaikan bersama, saya minta tolong tasnya dicek,” keukeuh Madilyn yang merasa tidak enak karena dia sendiri sebenarnya sudah selesai dengan urusannya di toilet bahkan sejak wanita asing itu masih berada di dalam bilik kloset. Namun entah atas alasan apa yang mendorongnya untuk bertahan tetap berada di toilet sampai wanita asing itu keluar dari bilik kloset. “Baiklah kalau Anda memaksa,” ujar wanita asing itu. Dia lalu mencuci tangannya dulu sebelum mulai membuka isi tas mungilnya itu. Sekalian mengeluarkan compact powder untuk merapikan riasan wajahnya yang sebenarnya tidak ada masalah sedikit pun di sana. “Bagaimana? Tidak ada yang kurang?” tanya Madilyn memastikan. “Tidak ada. Terima kasih banyak ya. Secara tidak langsung Anda sudah mau repot-repot menjaga tas saya,” ujar wanita asing itu sambil tersenyum lebih lebar kali ini. Madilyn tersenyum kikuk membalas senyuman tulus yang diberikan oleh wanita asing itu. “Tidak masalah,” ujar Madilyn kemudian meninggalkan toilet khusus wanita. ~ “Karya berikutnya sekaligus karya terakhir pemilik Galeri Twinny yang dipersembahkan dalam acara lelang kali ini. Judul lukisannya adalah Mengejar Bayanganmu. Sebelum saya memulai lelang bagaimana kalau kita saksikan bersama masterpiece dari Madilyn Advik,” ujar sang pembawa acara dengan suara penuh semangat diiringi musik yang mendebarkan jantung. Kepala Saveri yang tadinya sedang tertunduk karena sibuk membaca katalog di tangannya seketika terangkat. Tatapannya tertuju ke layar proyektor yang sedang menampilkan wajah Madilyn sedang tersenyum tipis dengan sorot mata tajam menghadap lurus ke depan. Dugaan Saveri benar, sosok yang sedari tadi mencuri perhatiannya adalah Madilyn. Dia akan selalu bisa mengenali Madilyn di manapun. Hanya satu orang yang bisa tersenyum tipis tapi mampu membuat orang lain ikut tersenyum berkat senyumnya itu. Dia adalah Madilyn. Dan tanpa Saveri sadari, dia kini sudah ikut tersenyum saat melihat wajah Madilyn yang berjarak tidak sampai 20 meter darinya. “Oh, jadi namanya Madilyn. Dan dia pelukis dari dua lukisan yang sebelumnya laku dengan harga yang fantastis,” komentar Dafhina ketika baru saja mendaratkan tubuhnya di kursi. “Kamu kenal dia?” balas Saveri tanpa bisa menyembunyikan wajah terkejutnya kali ini ketika menoleh ke arah Dafhina. “Nggak kenal juga. Tapi kami bertemu di toilet beberapa menit yang lalu. Dia orang baik yang mau meluangkan waktunya hanya untuk menjaga tas milik orang asing,” jelas Dafhina santai. Pandangan Saveri beralih lagi ke arah depan. Kini dia lebih fokus pada acara lelang ini karena sadar telah melewatkan dua karya Madilyn yang sebelumnya. Ditambah ini adalah sebuah masterpiece dan bagaimanapun caranya Saveri harus mendapatkan lukisan itu. Dia sama sekali tidak memedulikan ocehan Dafhina soal tas klasik yang sangat diinginkan oleh istrinya itu. Posisi tangannya sudah siap untuk mengangkat katalog di tangannya saat pembawa acara mengumumkan acara penawaran dibuka kembali. Penawaran kali ini berlangsung sengit. Sepertinya tidak hanya Saveri yang menginginkan lukisan itu. Terbukti hampir setengah isi ballroom ikut mengacungkan katalog dan menyebutkan angka-angka yang terus naik dari satu peserta lelang ke peserta lelang lainnya. Hingga akhirnya Saveri tak tahan karena angka yang ditawarkannya beberapa kali dilewati oleh penawar berikutnya. Ketika pembawa acara memberi izin pada Saveri untuk menyebutkan kembali angka penawarannya, Saveri mengumumkan angka yang sangat jauh dari angka-angka penawaran dari penawar sebelumnya. Bahkan Dafhina saja sampai tercengang mendengar angka yang disebutkan oleh Saveri tadi. “Veri, kamu yakin mau menawar sebuah lukisan dengan harga segitu? I mean itu hanya sebuah lukisan, dan kalau kamu mau, kamu bisa mendapatkan lukisan dari pelukis terkenal dunia dengan harga segitu,” komentar Dafhina hati-hati. “Ini bukan tentang lukisan. Aku hanya ingin menyumbang dengan caraku. Seperti yang kita tahu, tiga perempat dari hasil penjualan barang dalam acara lelang penggalangan dana ini untuk korban perang dan seperempatnya lagi untuk kepentingan pengembangan yayasan. Jadi pelukis itu tidak mendapatkan sepeserpun dari hasil karyanya. I think kalau pelukis itu saja bisa menyumbang dengan caranya, kenapa aku tidak melakukan hal yang sama juga? Dan untuk lukisannya, itu hanya bonus bagiku,” jelas Saveri dengan kedua mata berbinar karena berhasil mendapatkan masterpiece dari Madilyn. Dia berhasil mengalahkan penawaran dari penawar lain, yang Saveri ingat telah mendapatkan lukisan karya Madilyn yang pertama kali ditawarkan di acara lelang penggalangan dana kali ini. Dafhina sedikit terkejut melihat antusiasme Saveri yang sangat tidak biasa ini. Sampai-sampai dia tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang menatap tajam ke arahnya. Namun di balik rasa penasarannya atas perubahan sikap suaminya ini terselip rasa bahagia ketika melihat Saveri menunjukkan jenis ekspresi dan senyum yang sudah lama tak dilihatnya selama mereka menikah. “Are you happy?” tanya Dafhina tiba-tiba. “Kenapa kamu jadi nanya soal kondisi perasaanku?” “I don’t think so. Tapi aku ngerasa kamu seperti sedang bahagia hari ini.” Saveri tersenyum tipis. Ekspresinya kini kembali ke pengaturan awal. “It's just your feeling,” balas Saveri. Proyektor masih menampilkan wajah Madilyn. Perempuan yang tadinya hanya tersenyum tipis itu kini sedang tersenyum lebih lebar bahkan menunjukkan deretan giginya yang putih . dan rapi. Saveri masih menatap wajah di proyektor itu dengan perasaan yang tidak menentu. Dalam hati dia memohon agar semua yang terjadi saat ini bukanlah mimpi seperti biasanya. Kalaupun hanya sekadar bermimpi dia tak ingin bangun sebelum menghampiri Madilyn, memeluk dan menciumi perempuan itu dengan segenap rasa rindu yang selama ini ditahannya. Detik berikutnya Saveri sadar kalau semua ini bukanlah mimpi ketika mendengar pembawa acara meminta pada Madilyn untuk memberi salam hormat sekaligus ungkapan terima kasih pada orang yang baru saja memberikan penawaran tinggi untuk masterpiece-nya. Saveri melihat dari layar proyektor Madilyn sedang berdiri lalu berbalik badan sambil celingukan mencari keberadaan orang yang dimaksud sang pembawa acara. Lampu sorot membantu Madilyn mencari sosok yang sedang dicarinya karena ballroom memang masih dalam keadaan gelap saat ini. Gerakan lampu berhenti tepat di depan Saveri yang masih duduk di kursinya. Laki-laki itu menarik napas dan tersenyum lembut pada perempuan yang telah membawa pergi separuh hatinya. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN