Roku

978 Kata
Agam langsung membenarkan cara duduknya, berdehem tidak jelas entah kenapa dia melakukannya. "Kamu sudah bangun dari tadi?" entah kenapa pertanyaan bodoh ini meluncur begitu saja darinya. Via mengernyit, tingkah atasannya ini sungguh ajaib menurutnya. "Barusan kok Pak, setelah bapak bilang apa yang telah saya lakukan sama Bapak tadi." terang Via jujur. Agam berusaha menutupi ekspresi kaget nya, stay cool dong! "Kamu salah sangka," Via menatap Agam tidak mengerti saat mendengar penjelasan itu. "Tadi saya bicara sama telepon bukan sama kamu." Via melongo. Masa sih? "Tapi kan bapak nggak pegang telepon?" BUM! Level kegoblokan Agam naik satu tingkat sudah, g****k-g****k-g****k. "Sudah saya masukkan ke dalam kantong. Kenapa kamu sekepo itu sama urusan saya, sih?!!" mendengar nada bicara bosnya yang mulai ngegas itu Via jadi menciut. Via akhirnya menyerah, iyain aja deh bosnya biar cepat, pikir Via tidak mau berpusing-pusing lagi. Lalu mendadak suasana menjadi awkward, Via berdehem agak keras membuat atensi Agam beralih padanya. "Bapak ke sini ada perlu apa ya, Pak?" Via menggaruk tengkuknya tidak enak, aslinya dirinya tidak berniat mengusir bosnya ini atau yang bagaimana. Tapi kan aneh aja masa bosnya datang ke ruang kesehatan seperti ini. Jika kalian berpikir Agam melakukannya karena khawatir padanya, maka Via pasti langsung membantah argumen itu. Mana ada ceritanya si Bosnya ini perhatian apalagi khawatir sama dirinya yang notabenenya hanya karyawan biasa. "Tadi saya mengecek keadaan kamu, terus karena Mbak Mega ada urusan dia suruh saya buat jagain kamu." Via mengelilingkan pandangannya, ternyata benar Mbak Mega tidak ada di mejanya. Dengan percaya Via menggangguk saja. "Kamu lapar?" "Ha?" Agam mendecak kesal, "Ck! Apakah telinga kamu itu sudah tidak berfungsi lagi!" Via mencuatkan bibirnya kesal. Ya maksudnya bukannya Via nggak dengar ucapan bosnya ini, tapi yang jadi pertanyaan adalah kalimat yang terlontar dari Agam itu sungguh aneh. Kamu lapar? Bila ditinjau baik-baik kalimat ini memiliki makna suatu perhatian yang terselip di dalamnya. Dan bila ditinjau lebih baik lagi, Agam tidak mungkin perhatian padanya. Jadi yang benar itu yang mana? "Kamu suka sekali ya melamun." Via meringis, "Maaf Pak saya lagi mikir pekerjaan." bohongnya. "Kamu masih sakit, pikir saja kesehatan kamu dulu." Agam mengambil sekotak nasi yang dia bawa tadi. "Ini jatah makan kamu tadi saya ambil kan, kamu pasti belum makan." Via menerima sodoran itu dengan sungkan lalu mulai memakainya dengan perlahan. "Kenapa tidak dihabiskan?" ucapnya saat Agam melihat sisa makanan di dalam kotak itu yang masih banyak. Via menggelengkan kepalanya pelan, "Saya sudah kenyang, Pak." "Kamu kan tidur dari sore berarti kamu belum makan dari tadi. Mana mungkin kamu kenyang hanya dengan makan sedikit seperti itu?!" sebenarnya dia juga bingung dengan dirinya sendiri, kenapa dia yang jadi repot dengan urusan orang lain sih. "Saya lagi diet Pak, kalau saya makan banyak malam-malam pasti berat saya nanti naik 1 kilo." Terang Via malu. "Oh," Agam berdiri merapikan bajunya sejenak lalu tanpa berkata apapun dirinya pergi dari ruangan itu. Meninggalkan Via yang cengo di tempatnya. Agam menutup pintu lalu menghembuskan nafas perlahan, "Sampai kapanpun wanita memang selalu merepotkan!" *** "Oi kupret! Gimana keadaan lo?!" pertanyaan yang seharusnya bernada khawatir itu berubah total menjadi sarkas oleh Sila. "Bad, buruk, elek!" jawab Via menggunakan tiga bahasa sekaligus. "Halah ra usah sok-sokan boso Jowo, lawong sampeyan ae ora iso boso Jowo." Via dan Sila sama-sama speechless tidak mengerti akan ucapan Angel barusan. "Tenang-tenang... biar gue translate!" Sila dengan percaya diri mengangkat kedua tangannya seolah minta diperhatikan. "Jadi barusan Angel bilang kalau 'kenapa sih muka lo makin lama makin butek aja sih, Vi" "Mau mati lo bangsul!" Via pasti akan langsung sadis bila berhubungan dengan fisik. Pokoknya Via itu harus menjadi yang utama, paling cantik, perfect, dan sempurna. Itulah dirinya! "Udah-udah kalian ini apa-apaan, sih?!" Angel melerai keduanya lalu menoleh ke arah Via sepenuhnya. "gimana keadaan sampeyan, udah baikan belum?" Via mengangguk pelan, "Ya lumayanlah, setidaknya nggak sebengkak tadi lagi." sambil menunjuk kaki bengkak nya itu. "Btw kalian kok jahat banget sih, enggak datang ke ruang kesehatan dari tadi sore!" Kesal Via. "Ga bespren deh!" Imbuhnya. "Halah jangan manja deh, kaki bengkak gitu doang aja minta didatengin. Biasanya lo kecebur di got aja juga nggak pa-pa." "Kecebur your head! Sejak kapan gue kecebur di got?!" "Kemarin waktu lo selamatin kucing di jalan." Via mencoba mengingat-ingat kembali. Ah..dia ingat! "Itu pengecualian, gue bukan kejebur ya tapi sengaja nyebur, camkan itu         baik-baik!" tegasnya seolah tidak mau diganggu gugat. Sila mengibaskan tangannya masa bodoh. "Halah sama aja bacanya jebur, gitu aja kok dibuat rempong." ucapnya tidak mau peduli. "Eh tapi tadi Pak Agam keruangan kesehatan kan, ngapain Vi?" Sila ikut-ikutan mepet untuk mengkepoi pembicaraan Angel dan Via. "Nggak tahu tuh bos sumpah aneh banget!" jawab Via dengan jengkel. Ya gimana nggak jengkel kalau dia ditinggal sendirian di ruangan itu, mana udah gelap lagi. Gimana kalau dirinya tadi digondol wewe gombel, kan nggak lucu! "Halah itu palingan juga nagih deadline ke Via." sahut Sila enteng. Via menabok lengan Sila jengkel, "gak ya!" Bantah nya. Drrt...drrt....drrrt... Acara ngerumpi mereka berhenti sejenak, "tuh HP bunyi bikin kaget aja deh!" tunjuk Sila ke arah ponsel iPhone itu, Via mengambil ponselnya yang berada di atas nakas lalu melihat ID card si penelpon. "Bentar ya gue keluar dulu." "Halah sok sibuk lo!" canda Sila sambil melempar bantal ke arah Via yang sudah berhasil keluar kamar itu. Via menarik nafas sejenak lalu menghembuskannya perlahan, ibu jarinya terangkat menggeser tombol hijau yang ada di atas layar itu. "Halo Assalamualaikum, Bu. Ada apa ya?" "....." Via mendengarkan baik-baik perkataan dari seberang sana, seperti yang dia duga sebelumnya pasti ini alasan ibunya menelponnya. Via menghembuskan nafas perlahan. "Nanti Via usahain ya, Ibu doain Via aja, ya." "....." "Ya sudah kalau begitu, wassalamualaikum." TUT! Via memasukkan handphonenya kedalam saku piyama nya, dirinya menyandarkan tubuhnya di tembok yang berada di belakangnya itu sambil menerawang ke atap langit-langit Villa dengan pikiran yang sedang melalang buana entah kemana. "Hidup memang terkadang tak se adil itu!" ***** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN