Juu Nana

1433 Kata
Via membereskan kopernya sambil sesekali mencuri pandang ke arah Agam yang juga sedang melakukan hal yang sama itu, mereka berdua hari ini berencana akan kembali ke Surabaya. Sialnya karena ucapan Agam tadi membuat Via jadi tidak bisa fokus sama sekali, apa-apaan bosnya ini mengatakan hal seperti itu padanya! Karena barang bawaan Agam jauh lebih sedikit daripada Via sehingga membuat Agam lebih cepat menyelesaikan aktivitasnya itu. Agam langsung mengambil handphonenya dan pergi entah kemana. Via mendengus ditempat. "Kenapa jadi canggung gini, sih!" gumamnya sambil terus membereskan barang bawaannya, "alah tau deh, pusing gue!" akhirnya Via selesai juga, dirinya langsung lesehan di karpet sambil menyandarkan punggungnya pada sofa.  Kalau diingat-ingat memang beberapa hari ini seperti ada something antara dirinya dan Agam. "Jangan baper Via, lo kan cuma pacar pura-pura nya," Via menggeleng sambil tersenyum, mana pantas dirinya disandingkan dengan Agam yang berkelas itu. Benar-benar beda kasta! "Sudah selesai." Via langsung bergerak kaget, air mukanya berubah seketika. "Eh ... sudah kok, Pak." Jawab Via kelimpungan. Semoga Agam tidak mendengar ucapannya tadi. Agam menatap Via sebentar lalu setelah itu mengangguk sekali, "ya udah ayo." kemudian mereka berdua mengambil kopernya masing-masing dan bergegas ke airport. ***** Via memandang langit yang tampak jelas itu, setelah beberapa menit mereka lepas landas saat ini pesawat mereka sedang mengudara. Via bergerak gelisah sejak tadi, sikap Agam padanya sungguh sangat cuek tapi kenapa Via jadi kepikiran banget. Padahal hubungan mereka dulu juga begini, kan. Via langsung menyandarkan punggungnya pada kursi pesawat yang besar itu, lalu melirik Agam yang berada di samping kanannya. Posisi Via sekarang tepat berada disebelah jendela, Agam nampak fokus dengan berkas entah apa yang ada di tangannya itu, tidak lupa kacamata yang jarang terlihat itu dirinya pakai.Via meneguk ludahnya susah payah. Sebenarnya boleh nggak sih kalau Via baper? "Nggak boleh!" "Ha?" Agam langsung menoleh ke arah Via sambil mengernyit, Via melotot kecil. Aduh .... dirinya itu emang suka g****k deh. "Nggak pa-pa Pak, itu yang nggak boleh main HP." Via langsung mengangkat HP-nya yang mati itu, Agam menatap Via aneh. Pasalnya kan Via naik pesawat bukan cuma sekali dua kali tetapi kenapa jadi aneh begini. Agam mengedikkan bahunya cuek lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Beberapa menit dilanda keheningan menyebabkan mata Via memberat, perlahan kepalanya tertunduk, menyender ke arah jendela lalu terpejam. Agam yang masih sibuk sendiri itu awalnya tidak sadar, namun saat merasa tidak ada pergerakan di sebelahnya Agam jadi menoleh. Via lagi bobok ternyata. Agam tersenyum sendiri, melihat posisi Via yang kurang nyaman itu mendorongnya untuk membenarkan posisi Via. Tanganya membenarkan letak kepala Via yang awalnya menyender jendela supaya menyender ke bahunya. Agam juga lebih merapatkan tubuhnya ke arah Via, menyingkirakan beberapa helai rambut Via yang terjatuh menutupi wajah cantiknya itu. Wanita cantik itu banyak, yang bertubuh semampai pun banyak, bahkan yang lebih dari Via dan mencoba menggoda dirinya pun sudah tak terhitung. Tapi entah kenapa hatinya sudah jatuh, jatuh sejatuh-jatuhnya pada gadis ini. Pengusaha muda ini mengangkat tanganya, lalu merapatkan tubuh Via agar mendekat ke arahnya. Ternyata benar kata Ibu, Bapak, dan Adiknya. Kalau jatuh cinta itu indah. ****** "Woy gawat! Ibu negara ada di luar!" Firman yang baru datang itu langsung berteriak heboh. Semuanya kompak melotot kaget. "Siapa-siapa?!" Heboh Sila seperti biasa. Vernon yang baru datang dari kamar mandi itu mendecak malas. "Ibu negara Sil, siapa lagi kalau bukan Bu Vera." Jawabnya santai. Vernon memang yang paling tidak lebay dalam menyikapi sesuatu. Semuanya kompak membulatkan bibirnya. "Ngapain Bu Vera kesini, Man?" Angel menatap tanya Firman yang tengah sibuk menyemprotkan parfum ke tubuhnya itu. Faedahnya apa coba? "Hm?" Firman nampak menerawang. "Ya mana gue tau lah!" Jawabnya asal lalu kembali 'sok' sibuk dengan pekerjaanya. Angel mendecih pelan lalu menatap Via dan Sila yang ada di dekatnya. Letak kubikel mereka memang berdekatan. "Ngapain yha Bu Vera kesini?" Tanya Angel masih penasaran, pasalnya setahunnya Bu Vera baru akan mengunjungi kantor jika ada masalah atau keperluan mendadak. Dan juga setahunnya Bu Vera hanya akan ke ruangan Agam lalu kembali pulang, tapi ... kenapa kali ini Bu Vera sampai datang ke divisi mereka? Via ikut berfikir juga, "jangan-jangan mau ada PHK." Jawabnya yang langsung nyeplos. "Woy kalo ngomong mulutnya dikondisikan ya! PHK-PHK pala lu!" Sembur Sila. Kalau dirinya sampai di PHK alamak di ceramahin panjang lebar sama ibu bapaknya. "Hush, diem dulu guys!" Firman langsung memberi instruksi saat melihat Bu Vera yang berjalan mendekat ke ruangan mereka itu. Tidak lupa dua Bodyguard dan satu asisten perempuan menemaninya. Semua penghuni disana berdiri serentak, "Siang, Bu!" Mereka kompak memberi salam. Vera menatap mereka dengan wajah tak berekspresi lalu mengangguk sekali. "Silakan lanjutkan pekerjaan kalian, saya hanya ada keperluan dengan seseorang!" Perintahnya yang langsung membuat semua orang di sana duduk serentak. "Via!" Via langsung mengelus dadanya kaget, dirinya hampir jantungan gegara panggilan itu. "Eh.. i-iya Bu?" Via tersenyum kaku, saat ini semua orang tengah memandang ke arahnya. "Ikut ibu sebentar, ya." Via hanya mengangguk canggung dan mengikuti langkah Vera. Semua orang mengernyit heran saat mendengar kalimat yang digunakan Vera kepada Via itu nampak berbeda, dan jangan lupakan ekspresi wajah Vera yang lebih bersahabat itu. Ada hubungan apa diantara mereka?! Mereka berjalan ke arah ruang Agam, Via sudah was-was sejak tadi. Haduh ... mau diapain nih dirinya. Setelah menyuruh dua Bodyguard dan asistennya untuk menunggu di luar, Vera kemudian masuk ruangan Agam. Tanpa salam! "Ibu!" Ekspresi yang sangat berlebihan itu membuat Vera mendengus kecil, "ibu kesini bukanya seneng tapi Abang kok kayak kaget gitu?" Agam melihat Via, lalu kemudian menggeleng cepat. "Ibu duduk dulu." "Pacar kamu ga kamu suruh duduk?" "Ha?" Via dan Agam kompak membeo, namun seolah sadar dengan penyamaran mereka, Agam langsung pura-pura merangkul bahu Via lalu mendudukanya di sofa. "Ibu ngapain kesini?" Vera mengangkat rantang di tanganya yang tidak ternotice sama sekali oleh Via itu. "Ibu bawa makanan, buat kita makan siang." Lalu mulai membuka rantang itu dan menatanya di atas meja. "Tumben." Celetuk Agam membuat Vera langsung melotot. "Kamu ini yha Bang! Ibu sengaja bawain bekal gini bukanya makasih malah ngatain!" Agam langsung merengut, ibunya kenapa sih suka banget ngomel-ngomel gini. Atau ... memang semua ibu-ibu itu begini yha? Via yang melihat pertunjukan yang langka itu menahan senyumnya, ternyata meskipun memiliki jabatan yang tidak main-main tapi tetap saja Agam takut sama ibunya. "Via," Via yang merasa di panggil itu langsung menoleh cepat ke arah Vera. "Iya, Bu?" "Kamu makan juga yha, ibu sengaja bawain makanan yang banyak." Vera kemudian menyodorkan makanan ke arah Via yang langsung diterimanya dengan canggung itu. "Kamu tau ga, Vi." Via melongok ke arah Vera yang mulai berbicara itu, "kamu merupakan gadis pertama yang dikenalkan Abang ke ibu, seneng banget rasanya ibu saat ngelihat Abang bisa kayak pria normal begini." "Abang emang normal, Bu!" Sahut Agam cepat. Vera menoleh sinis ke arah Agam lalu kembali memandang ke arah Via, "pria normal yang jomblo 29 tahun." Agam langsung kicep. Ya ampun ... ibunya membuka aib saja. Via terbelalak, bahkan sampai tersedak-sedak mendengarnya. Membuat Vera dan Agam dengan cepat memberikan air padanya. "Kamu syok banget yha, Vi?" Via meringis kaku sambil mengelap bekas air di mulutnya itu, "Uhuk.. a-aku kaget aja Bu, hehe." Lalu menyengir kuda. Agam memanyunkan bibirnya kesal, apa yang salah sih sama jomblo? Kalau jomblo salah pasti sudah ada perserikatan jomblo-jomblo yang mendemo. "Oh iya, umur kamu berapa sayang?" Vera langsung mengelus rambut pirang Via itu, saat pertama kali melihat penampilan Via dulu Vera kira Via bukan gadis yang baik. Tapi setelah mengenalnya lebih dekat begini, ternyata gadis ini sangat polos, pemalu, dan sopan. Jelas aja Agam bisa kepincut sama Via. Via merunduk kikuk, "20 tahun, Bu." "Hah?!" "Apa?!" Vera dan Agam kompak histeris, bahkan Agam sampai berdiri dari tempat duduknya. "20 tahun?! Ibu kira kamu sama Gita lebih tua kamu." Penjelasan dari Vera itu sudah bisa Via tebak, benar kan ucapannya dulu. Via meringis kecil, "aku sejak SMP selalu ambil akselerasi, dan aku sudah mulai magang di kantor ini sejak kuliah. Jadi jabatan aku sudah bagus di umur segini, Bu." Penjelasan dari Via barusan semakin membuat Vera lebih terkesima. Dan jangan lupakan Agam yang lebih terjatuh ke dalam pesona gadis ini. Tapi ... kenapa Via semuda ini, sih?! Agam kira umur Via itu 25 tahunan, dan nyatanya 20 tahun? Ini dirinya jadi mirip p*****l ga, sih? "Ibu ga nyangka kalau kamu ternyata masih muda begini, tapi kamu tau kan kalau umur Agam itu semakin lama semakin melapuk. Dan kalau Agam nikah di umur 30 tahun ke atas pasti dirinya nanti bakal mirip kayak Om-om," Agam hanya melotot kecil saat mendengar sindiran ibunya itu. Hellow... Agam itu bukan tua ya, tapi DEWASA! "Jadi ibu mau hubungan kalian lebih serius, secepat mungkin kalian harus bertunangan." Lanjut Vera tanpa melihat lebih lanjut ekspresi wajah Via dan Agam. "TUNANGAN?!" ****** TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN