Bab 55

1932 Kata
Tidak lama Dellia datang saat terdengar keributan di luar sana. Dellia sendiri sudah menebak jika suaminya sudah pulang. Tiba didepan rumah Dellia sedikit terkejut dengan kedatangan seseorang yang tidak Dellia kenal. Suaminya dan wanita itu berdiri tepat di samping sofa. Dellia risih saat wanita itu memperhatikan Dellia dari wajah hingga kaki, hal itu membuat Dellia tidak nyaman. Adam yang melihat kediaman Kia dan Dellia langsung mengeluarkan suaranya. "Jadi gini De, ini Kia teman aku." Dellia mengulurkan tangannya dan Kia membalasnya. "Dan Kia ini Dellia, istri aku." Kia hanya bisa tersenyum kecil saja. "Ayo duduk." Dellia mempersilahkan tamu Adam untuk duduk. "Mau minum apa?" tawar Dellia. "Tidak usah repot-repot." "Tidak apa." Dellia menuju dapur dan membawa segelas jus jeruk dan air putih dingin untuk Adam. Kia terus memandangi punggung wanita hingga tidak terlihat lagi. Dan jujur wanita itu cantik dan tampak sangat sopan. Jadi seperti ini tipe Adam? Wanita yang berhijab. Tidak pernah ia sangka Adam bahkan bisa berdekatan dengan wanita yang menutup kepalanya. "Terima kasih," ucap Kia saat Dellia telah tiba dengan dua cangkir minuman. Kia mencicipi minuman itu begitu pun dengan Adam. Dellia melirik ke luar mencari anaknya dan yang terlihat hanya Sankara yang asik bermain. "Abimayu mana Mas?" tanya Dellia. "Udah di kamar, tidur." Setelah jawaban Adam hanya keheningan yang tercipta, Dellia menatap Adam meminta penjelasan ada tujuan apa wanita itu ke sini karena sedari tadi tidak ada yang berbicara. "Kia meminta untuk menginap disini selama beberapa hari, setelah mendapat rumah sewa Kia akan pindah." Dellia terdiam beberapa saat, ia menatap lagi ke arah wanita yang tampaknya seumuran dengan suaminya itu. Dellia merasa tidak enak jika menolak, tapi Dellia juga tidak nyaman jika ada orang asing yang tinggal seatap dengannya. "Kita perlu ngomong berdua Mas." Adam setuju dan pergi ke belakang mengikuti Dellia yang di depan. Kia yang duduk disofa hanya bisa terkekeh samar saat melihat istri Adam tampak tidak suka dengannya. Padahal Kia hanya emang berniat untuk meminta bantuan. Adam juga tampak bukan pria yang peka, lagi pula jika diposisi Dellia, Kia juga tidak merasa nyaman jika ada wanita asing yang minta tinggal. Tapi mau gimana Kia sendiri tidak punya teman lain disini kecuali Adam. "Mas gimana sih, masa langsung izinin Kia buat nginap tanpa persetujuan aku?" tanya Dellia saat mereka sudah berada dibelakang rumah tepatnya di dapur. "Aku tadi kan minta persetujuan kamu." Dellia tampak cemberut. "Mana ada, Mas nggak minta persetujuan aku." Adam mengusap kepalanya agak bingung, mungkin emang perkataannya tadi terdengar tidak meminta izin. "Kamu nggak ngizinin? Kasian loh dia jauh kesini minta tolong." Dellia berusaha tenang, tidak mungkinkan Adam ada niat lain selain hanya menolong. "Oke aku izinin tapi cuman dua hari." "Oke," balas Adam. "Ayo balik ketempat Kia." Adam mengenggam telapak tangan Dellia dan berjalan bersama dengan bergandengan tangan. "Boleh kamu tinggal disini tapi cuman dua hari aja ya." Adam berucap kepada Kia saat Adam dan Dellia sudah kembali duduk disofa ruang tamu. Kia mengangguk saja, dua hari adalah waktu yang sebentar. Kia akan berusaha lebih cepat mencari rumah sewa dan mungkin akan meminta bantuan Adam juga nantinya. "Ayo Mbak aku tunjukkin kamarnya." Dellia beranjak bangun duluan, Kia pun bangun dan mengikuti Dellia yang sekarang sudah naik ke lantai atas. "Ini kamarnya ya." Dellia membuka pintu kamar yang berada diujung kanan, sedangkan ujung kiri bekas kamar Dellia dan Adam sebelum memiliki anak. Tepatnya di lantai dua, sedangkan Dellia berada di lantai satu. Dellia sengaja memberi kamar untuk Kia berada jauh dari tempat biasa Dellia dan keluarga kecilnya berkumpul. "Makasih." Dellia mengangguk sambil tersenyum pelan mendengar ucapan terimakasih dari Kia. Setelahnya Dellia pamit untuk ke bawah. Kia mendapat sekeliling agak mengerikan, tampaknya hanya ia sendiri yang tidur di atas. Apa wanita itu tidak bisa memberinya tempat di lantai pertama saja? Padahal rumah ini luas pasti di bawah tidak hanya memiliki dua kamar. Mau bagaimana lagi Kia menumpang di sini, Kia menutup pintu dari dalam. Kia menatap kamar dengan kagum, sungguu rapi dan besar. Pasti akan sangat nyaman tinggal di sini. "Semoga semua berjalan seperti yang aku inginkan." Kia langsung merebahkan tubuhnya, sangat melelehkan seharian ini. *** Malamnya Dellia menyiapkan makanan untuk makan malam. Kedua anak beserta Adam sudah duduk rapi dan siap untuk makan tapi berbeda dengan Kia yang tidak kunjung turun dari atas. "Mas coba telepon kawan kamu kenapa belum turun biar bisa makan." "Ini." Adam malah menyodorkan ponsel kepada Dellia. Adam emang sejak dulu malas berbicara kepada orang lain kecuali hal yang penting. Tadi saat di kantor Kia meminta nomor Adam dan Kia juga sempat meneleponnya saat di kantor untuk menanyai perihal menginap di sini. Dellia langsung menelepon Kia, Dellia hanya malas saja ke atas jadi lebih baik menyuruh Kia turun melalui telepon saja. Tidak lama setelah putusnya sambungan telepon antara Kia dan Dellia, Kia langsung turun kebawah. Selama mereka menyatap makan malam Dellia melirik Kia yang terlihat sesekali melirik Adam. Dellia menghela nafasnya pelan, ia tidak boleh terlalu berprasangkan buruk bisa sajakan Kia hanya ingin melirik saja sebab mereka sudah lama tidak bertemu. Dellia melirik Adam yang sampai sekarang masih saja tidak menjelaskan lebih rinci perihal hubungannya dengan Kia. Tapi ya emang sudah sifat Adam yang terlalu tertutup. Sekarang hanya tinggal Kia dan Dellia di dapur, suami dan kedua anaknya sudah duduk di ruang TV. Dellia sendiri heran, kenapa Kia tidak ke kamarnya saja. Di sini pun Kia tidak membantunya. Dellia sekarang sedang mengelap piring yang tadinya dicuci oleh Adam. "Dellia kamu hebat banget bisa luluhin hati Adam." Dellia tersenyum pelan dengan disertai kekehan samar. Wanita itu tidak tau saja apa yang terjadi hingga rumah tangganya dengan Adam bisa seperti ini. Mungkin jika tau Kia pasti menyesal setelah memujinya. "Makasih Mbak." "Jangan panggil Mbak, panggil aja Kia." Dellia mengangguk pelan. "Jadi gimana kalian bisa menikah?" tanya Kia penasaran. Dellia pun menceritakan semuanya kecuali hal yang buruk yang terjadi selama masa pernikahannya dengan Adam. Dellia rasa hal-hal yang buruk tidak layak diberitahukan kepada orang lain. Selama bercerita, Dellia bisa melihat sendiri jika Kia adalah orang yang baik walaupun Dellia sendiri tidak tau Kia hanya akan baik pada pertemuan pertama atau akan baik seterusnya. "Kamu mau dengar cerita aku bisa kenal sama Adam," tawar Kia. "Boleh," jawab Dellia. "Jadi aku tu sama Adam dekat dari SMP, awalnya aku liat Adam yang diam banget di ujung kantin terus aku samperin karena kasian aja lihat dia sendirian. Pas aku ajak ngomong Adam diam banget, walaupun begitu aku coba dekatin terus dan ya pada akhirnya Adam mau menyaut walaupun tetap cuek. Kami pun berteman dekat hingga SMA, masih terkejut banget loh pas kami masih aja satu kelas pas SMA." Lalu Kia juga mencerotakan kisah kebersamaan Adam dan Kia lainnya. Dellia sudah mulai risih saat Kia terus menceritakan tentang kedekatan mereka seperti Adam yang perhatian padanya sekarang. Padahal menurut Dellia ia tidak perlu tau hal dekat seperti itu karena itu juga hanya masa lalu. Dellia juga terkejut saat Kia bercerita jika dulu pernah menyatakan suka dengan Adam hanya saja Adam menolak. "Udah sih gitu aja, tapi kamu nggah usah cenburu. Lagi pula setelah itu aku menikah dengan pria lain. Adam sendiri emang buat aku nyerah saat itu, Adam tampak tidak perduli dengan perasaan aku. Makanya dia aku sedikit syok ngeliatin dia nikah, dulu dia bilang nggak mau nikah lo." "Ya mau gimana lagi namanya juga sudah ketetapan Allah," jelas Dellia. "Suami Kia nggak ikut ke jakarta?" tanya Dellia yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya. "Tidak kami sudah bercerai palingan dia sekarang masih di Medan." Dellia mengangguk dengan kaku, berarti sekarang Kia janda. "Lihat deh." Kia menunjuk ke arah Adam yang sedang bermain dengan Sankara dan Abimayu. "Mereka dekat banget ya. Sekarang Adam benar-benar sudah berubah." Dellia menatap wajah Kia yang memandang tabjuk pada Adam, Dellia tidak suka tatapan itu. "Adam emang sangat sayang dengan istrinya apalagi dengan kedua anaknya." "Ayo ke sana." Kia beranjak duluan setelah mengajak Dellia menuju ke arah Sankara dan Abimayu. Melihat Kia yang agak dekat duduknya dengan Adam membuat Dellia langsung duduk ditengah-tengah. Adam mengelus pelan pinggang Dellia saat istrinya itu duduk didekatnya. Kia menatap kearah Adam dan Dellia dengan mengernyit heran. Mereka sangat dekat, tampak jelas sangat saling mencintai. Bagaimana bisa Dellia bisa meluluhkan hati Adam? "Mama, ini masangnya gimana?" Abimayu menyerahkan sebuah mainan bongkar pasang pada Dellia. Dellia membantu Abimayu memasang mainannya, setelahnya ikut bermain dengan kedua anaknya, berbeda dengan Kia yang asik berbicara dengan Adam. Keesokan harinya Siti datang sendirian dengan supir yang mengantar. Nenek satu ini pasti ingin mengantar Sankara ke sekolah. "Halo cucu nenek." Siti tersenyum cerah, sudah beberapa hari tidak bertemu membuatnya rindu. Siti sangat ingin melihat cucunya belajar untuk hari ini. "Halo nenek," jawab Sankara sambil memeluk perut neneknya. "Ayo sayang." Siti tidak banyak berbasa basi setelah berpamitan dengan semuanya. "d**a anak Mama." Dellia melambaikan tangan pada anaknya itu. Pemikiran Dellia pada Sankara sangat tepat, sebab sekarang anaknya sudah tenang belajar sekolah tanpa harus ia temani. "Mas hati-hati ya." Dellia menyalami punggung tangan Adam, sedangkan Adam mencium pipi Dellia. Tidak jauh dari sini ada Kia memandang keluar kecil itu dalam diam. Kia meremas tangannya dengan kaku, kenapa Kia tidak memiliki keluarga seperti itu? Suami yang mencintainya dan mertua yang menyayanginya? Mantan suami dan mantan mertuanya sama sekali tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Jujur Kia iri. Apa yang sudah dilakukan Dellia hingga bisa mendapatkan kebahagian sebesar itu? "Ayo masuk." Ajak Dellia pada Kia saat ia sudah berada di teras. Kia langsung tersadar dari lamunannya dan langsung ikut masuk ke dalam rumah. "Kamu kok nggak cari rumah sewa?" tanya Dellia pada akhirnya, bukan tanpa alasan Dellia bertanya hal ini sebab Kia sudah pukul segini tapi Kia tidak terlihat ke luar untuk mencari rumah. "Udah ada kok," jawab Kia, belum sempat Dellia membalas Kia kembali berucap. "Aku besok udah bisa mulai kerja di kantor Adam." "Oh bagus dong." Jujur sebenarnya Dellia tidak tau jika Adam memberikan kerja pada Kia. Tapi Dellia sadar untuk apa bercerita masalah pekerjaan Adam padanya walaupun Dellia ingin Adam bisa terbuka padanya meskipun masalah kantor sekalipun. "Kamu di rumah terus tapi dapat rumah, cari secara online ya?" "Oh Adam belum cerita ya kalau dia juga udah nyari rumah buat aku. Adam baik banget ya." Dellia hanya diam, apa yang harus Dellia jawab jika benar adanya jika Adam tidak terbuka padanya. "Adam juga yang bayar rumah sewanya." "Serius?" Dellia menampilkan raut terkejutnya. "Iya, jadi Adam kok nggak cerita sama kamu sih." Dellia diam beberapa saat dan memilih untuk pergi meninggalkan Kia. *** Malam ini Adam emang agak telat pulang karena lembur. Dellia sendiri menunggu Adam di ruang tamu sendirian, kedua anaknya sudah tidur duluan. "Assalamualaikum," salam Adam. "Waalaikumsalam." Ada perasaan senang saat Adam sudah mau membiasakan diri untuk berucap salam. "Udah shalat?" tanya Dellia setelah mencium tangan Adam. "Belum." "Setelah shalat Dellia mau ngomongin sesuatu." Adam mengangguk. Setelah Adam selesai shalat Dellia langsung duduk disamping sajadah Adam. "Kenapa sayang?" Adam merebahkan kepalanya ke atas paha Dellia. Melihat Adam seperti ini membuat Dellia tidak tega jika menegur terlalu keras karena Adam tampak kelelahan, tapi tetap saja hal ini tidak boleh disepelekan. Adam melepaskan topi yang berada dikepalanya lalu menaruh tangan Dellia tepat dikeningnya. "Elus." Dellia yang paham langsung mengelus kening Adam sampai rambut. "Dellia dengar Mas Adam yang nyari dan bayar uang rumah sewa Kia. Mas udah nggak ngehargai Dellia lagi ya? Udah ngerasa bebas ya? Apa karena Dellia terlalu baik jadi Mas nggak perduli dengan keputusan Dellia." Adam yang awalanya menutup kedua matanya langsung membuka dan menatap wajah Dellia yang tampak kesal. "Mas salah ya? Maaf?" "Mudah banget ya kamunya minta maaf." "Jadi kamu maunya gimana?" "Mas akui kesalahan Mas, jangan kayak nanya gitu. Udah jelas Mas salah." "Iya aku akui kalau aku salah." Jawaban Adam benar-benar membuat Dellia geram. Sungguh Adam seperti menyepelekan masalah ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN