Bab 11

1000 Kata
Adam sebenarnya agak gemas dengan gadis itu yang terkadang menggelang sendiri apalagi dengan pipi yang memerah. Apa dia malu karena Adam menatap perempuan itu? Cih, gampangan sekali, masa ditatap saja jadi terpesona, batin Adam. "Udah siap kan makannya? Jadi sekarang kita bisa membahas ini di ruang sebelah," tunjuk Adam ke ruangan yang emang terdapat kursi sofa. Ini adalah ruang tamu kedua, tempat ini lebih terasa kekeluargaannya dari pada ruang tamu pertama yang terasa kaku karena properti nya yang sangat menampilkan ketegasan. Sampai di sana yang berbicara hanya orang tua Adam dan Dellia, sedangkan yang lain hanya diam. Dellia pun tidak menyimak pembicaraan itu, karena ia asik dengan pikirannya sendiri. Adam dan Dellia disuruh saling mengenalkan diri. Dengan kaku Dellia memperkenalkan dirinya, dan Adam memperkenalkan dirinya dengan pede tanpa kaku seperti Dellia. "Nggak nyangka ya sudah besar sekali anak kecil solehah yang dulu Papa lihat saat kecil," Alva menatap Dellia dengan senyuman tulusnyam. Dellia membalasnya dengan tersenyum kecil. Ia sadar maksud dari Pak Alva itu sama seperti yang seperti pernah Ayahnya cerita. Awalnya Dellia mau menyebut mereka sebagai calon mertua, tapi sekang Dellia sudah ragu. Ia ragu setelah tau siapa pria yang akan dijodohkan dengannya. Alva memilih perempuan ini karena bukan tanpa sebab. Tapi saat melihat perempuan kecil itu menyalaminya lalu berdoa saat makan dan hal kecil lainnya yang biasanya jarang dilakukan anak seumurannya membuat Alva jadi kagum. Dan memikirkan untuk menjodohkan gadis kecil itu dengan anaknya "Dam, kamu nggak mau ngomong sesuatu gitu?" tanya Alva pada anaknya yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya dari Dellia. Anaknya itu menatap dengan tajam dan mengitimidasi. "Adam biasa aja liriknya," sambung Alva lagi sambil berbisik di samping telinga anaknya, ia tidak mau tatapan Adam membuat calon mantunya jadi tidak nyaman. "Jadi gimana De? Apa kamu menerima pinangan kami?" tanya Alva dengan senyumannya. "Saya dengan Ayah kamu sudah sepakat bahwa kami tidak akan memaksa kamu," sambung Alva. "Iya sayang, jujur saja. Apa pun keputusan kamu, Ayah tidak akan memaksa," sambung Wisnu lagi. Dellia berkeringat dingin, hingga sebuah tangan besar menyentuh tangannya. Dellia melirik ke samping dan rupanya Riolah yang memegang tangannya. "Dellia nggak bisa kasih keputusan sekarang," ucapan itu membuat seluruh ruangan menjadi senggap. "Kenapa nak?" tanya Wisnu. Kalau saja bisa Dellia akan berkata jika ia ragu karena pria yang akan dijodohkan dengannya adalah pria yang arogan. Adam mengeram marah. Ia kesal jika seperti ini. Adam sungguh malas jika harus menunda lagi, Adam ingin segara mendapatkan jabatan itu. Jika gadis itu menolak perjodohan ini, tentu hal yang direncakan oleh Adam akan semakin tertunda. Jika dengan cara seperti ini, Adam tidak perlu melakukan hal kriminal untuk mengambil jabatan Papanya dan tentu juga dengan perjodohan ini, jabatannya akan naik dengan hanya waktu dua tahun. "Terima aja, kamu bakalan bahagia dengan menikah dengan saya," ucap Adam terpaksa. Ia berdusta, tujuan Adam ingin membuat gadis itu tidak bahagia, bukan membuat gadis itu bahagia. Dellia melirik sekilas ke arah Adam, di mana suara angkuh itu? Kenapa sekarang terdengar bersahabat. Bukannya merasa tersanjung dengan ucapan itu Dellia malah merasakan perasaan yang tidak mengenakan. "Maaf, saya ragu," balasan itu membuat Adam memutar bola matanya malas. s**l jawaban itu membuat harga diri Adam terjatuh. Banyak wanita yang ingin bersanding dengannya, bahkan Adam jadi sulit mencintai orang lain karena orang-orang sudah lebih dulu mencintainya. "Boleh kita berbicara berdua saja?" pinta Adam sekaligus tanya. Semua yang berada di ruangan ini menatap Adam dengan senyuman mengejek mereka. Dan Adam tidak perduli sedikit pun, bahkan ia tidak malu. Pandangan Adam hanya terus fokus ke arah Dellia yang hanya diam tidak memberikan tanggapan. "Yasudah kalian boleh ngomong di sana," Wisnu menunjuk ke arah meja kecil sekaligus kursi imut yang berada dekat dengan pintu belakang. Dellia beranjak berdiri, melihat itu Adam ikut bangun hendak mengikuti Dellia. Di sana Adam lebih dahulu duduk, karena tempat duduk yang kecil membuat Adam hendak meletakkan kakinya ke atas meja. Tapi ia buru-buru menurunkan kembali kakinya saat ia mengingat ia sekarang berada di rumah orang, bukan rumah sendiri. Untung saja kakinya ini belum menyentuh meja kecil itu. "Tunggu sebentar," seru Dellia yang membuat Adam menghela nafas kasarnya. Gadis ini sudah dua kali membuat Adam kesal dan menunggu. Adam memilih mengeluarkan ponselnya dan membuka email. Ia terkadang tersenyum kecil saat Wisnu melihat ke arah sini. Pria tua itu sangat protektif dengan anaknya. Apa pria tua itu takut jika Adam akan melakukan hal yang tidak-tidak? Adam tidak sebodoh itu untuk melakukan hal yang tidak senonoh di rumah ini. Tidak lama kemudian gadis itu datang dengan sebuah jas di tangannya. Adam melirik dengan kening berkerut. "Jasnya emang belum kering banget, tapi kamu bisa keringin di rumah kamu aja. Aku kasih terus karena bisa saja kita tidak bertemu lagi," ucapan Dellia barusan membuat Adam terheran lagi. Tidak ketemu katanya? Jadi dia sudah mengambil keputusan untuk menolaknya? s**l! Adam juga sudah sadar sejak awal jika gadis inilah yang menumpahkan jus di jas nya tadi sore. Atau jangan-jangan gadis ini menolaknya karena isiden tidak sopan Adam sore tadi? "Jadi kamu nolak aku?" sumpah Adam jijik dengan nada suaranya saat ini. Jika saja ia tidak memiliki maksud lain, tidak mungkin Adam akan mau bersifat selembut ini. Ia tidak biasa berbicara aku-kamuan. "Bukan gitu, tapi aku kan bilang bisa saja," jawab Dellia yang sekarang sudah duduk di depannya. "Lo- hm kamu marah karena kejadian kita tadi sore? Maaf banget aku sama cewek nggak kenal emang kayak gitu, kamu juga nggak mau kan kalau misalnya kita udah nikah tapi aku malah ramah sama perempuan lain?" alibi Adam berharap Dellia akan percaya. Karena sungguh Adam juga bingung mengasih alasan lain, selain ini. "Aku kamu udah jadi istri aku, ya nggak mungkin aku bersifat kayak gitu sama kamu," sambung Adam lagi. Dellia terdiam, apa benar yang pria ini ucapkan? Lain sisi pria yang tidak mau ramah dengan perempuan yang bukan mahramnya itu sudah benar, tapi Adam juga tidak dibenarkan untuk bersifat sombong dan angkuh seperti itu. "Tapi tetap saja kamu nggak sopan," Adam terdiam sebentar, ia berpikir apa yang harus ia ucapkan setelah ini. Yang sering mengucapkannya tidak sopan ya cuman Papa dan Mamanya saja. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN