Bab 1

1000 Kata
Matahari mulai terbit, sinar dari sang pencipta menyinari kamar Dellia begitu juga dengan tempat lainnya. Cahaya yang menemani setiap insan untuk mencari rezeki dan hal yang membuat manusia bahagia. Dellia turun dari atas kasur dengan mengucek pelan matanya, baju piyama bewarna pink dengan gambar doraemon membuat Dellia tampak seperti anak sekolahan padahal umurnya sudah dua puluh satu tahun. Dellia menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya, biasanya Dellia akan mandi saat suara azan subuh sedang berkumandang tapi karena sangat lelah semalam, Dellia memilih untuk hanya shalat shubuh saja lalu kembali tidur. Sebelum masuk ke kamar mandi, Dellia menyempatkan dirinya untuk berdoa terlebih dahulu. Setelah selesai mandi, Dellia langsung memakain baju gamis bewarna biru laut dengan pasmina bewarna biru langit. Semoga hari lebih menyenangnya, gumam Dellia saat ingin keluar kamar. Di bawah sudah ada Ibunya yang berdiri di depan dapur, pasti Ibunya sedang menyiapkan sarapan pagi. Mereka sarapan juga tidak ribet, hanya dengan nasi goreng dengan telur dan air putih. "Mau Dellia bantu apa Bu?" tanya Dellia dengan cegiran malunya, sekarang Dellia hanya basa-basi karena jelas-jelas nasinya sudah hampir jadi. "Bantu apaan, Ibu udah selesai masak ni," jawab Siti- Ibu Dallia yanh menatap anaknya dengan mata yang memincing. Siti hanya bercanda ia tau anaknya tadi malam sibuk mengetik, Siti tau jika anaknya sedang sibuk menulis semalam. "De, kamu hari ni ngampus jam berapa?" tanya Wisnu- Ayah Dellia. "Jam sepuluh nanti Yah," balas Dellia sambil melirik sekilas ke arah jam disambil kulkas, sekarang sudah pukul delapan pagi. "Ayah pinjam motor mu ya, mobil Ayah rusak. Jadi nanti kamu naik ojek aja mau?" "Oke Yah," balas Dellia dengan senyuman tipisnya. "De, kamu panggil Rio dulu ke sini. Anak itu ya udah Ibu bilang jangan sering tidur setelah subuh tapi masih aja ngeyel," gomel Siti dengan tangan yang sibuk menaruh makanan yang sudah ia masak ke atas meja makan. "Iya Bu," Dellia langsung naik ke lantai atas, di mana tempat Adiknya tidur. Rumah Dellia memiliki dua lantai, sebelumnya ia tinggal di rumah tiga lantai saat SMP. Sambil berjalan ia melihat rumah yang baru ditinggali selama kurang lebih enam tahun. Sebuah musibah menghampiri Dellia dan keluarganya saat ia masih SMP, Dellia tidak tau pasti ada masalah apa dengan pekerjaan Ayahnya. Yang penting selama dua bulan saat awal rumahnya disita oleh bank, Dellia dan keluarganya sangat sulit hanya untuk makan. Mereka tinggal di rumah saudara Ayahnya selama 5 bulan, tepat ke lima bulan itu tiba-tiba ekonomi Ayahnya kembali membaik dan tepat saat itu juga Ayahnya membawa keluarga kecil nya ke rumah ini. Dellia sangat bangga dengan Ayahnya yang bisa kembali membuat Dellia dan keluarga kembali nyaman. Karena saat tinggal di rumah saudara Ayahnya, istri dari Abang Ayahnya manatap tidak suka kepada keluarganya. "Bangun Dek, Ibu udah marah ni dari tadi kamu nggak bangun-bangub." Rio yang ditepuk-tepuk pundaknya oleh Dellia hanya mengeliat tidak nyaman dan mengeram kesal. "Bilang sama Ibu, Rio makan pas siang aja." Dellia menggeram kesal, tetap saja Ibunya pasti akan tidak suka jika Rio tidak ikut makan, " Terserah deh, biar Ibu aja ya ke sini bangunin kamu," jawab Dellia sambil tersenyum miring. "Kak, iya ku bangun Kak," Dellia mengangguk sambil terkekeh kecil. Rio pasti tidak sanggup mendengar omelah Siti. *** "Alhamdulillah kenyang," ucapan syukur Dellia memenuhi meja makan. Dellia menatap keluarganya yang juga sudah selesai memenuhi perut mereka masing-masing. Jam sudah menunujukkan jam 9 pagi. Dellia harus cepat menuju kampus karena hari ini ia akan di menggunakan kendaraan umum. "Bu, Yah. Dellia berangkat dulu ya," Dellia menyami kedua orang tuanya dengan tekun. "Kak nggak salam sama aku?" Dellia menggelangkan kepalanya. "Rio seharusnya kamu yang salam sana Kakakmu," nasehat Siti. Rio tidak menjawab, ia hanya bangun dari duduk dan mendekat ke arah Dellia mengulurkan tanganya. Dan Dellia menyambutnya. "Ih Ibu lihat ni Rio," rengekan Dellia terdengar, pasalnya bukan Rio yang menyium tangannya tapi malah Dellia yang mencium tangan Rio karena pria itu yang sangat jahil dengan memaksan Dellia mencium tangannya. "Hahahaha," tawa pria yang berumur sembilan belas tahun itu tertawa bebahak-bahak. Kedua orang tua itu hanya mengeleng kepalanya tidak habis pikir dengan kelakuan anak mereka yang sudah dewasa tapi masih bertingkah seperti anak kecil. Dellia menatap tajam Adiknya, ia langung pergi meninggalkan rumah. Dellia tidak menaiki ojek seperti yang disarankan oleh Ayahnya, ia memilih menaiki Bus. Entah kenapa pagi ini Dellia ingin merasakan keramaian. Tidak lama kemudian Bus tiba, dan Dellia langsung manaiki Bus itu. Ia duduk di kursi dengan meja sampingnya yang sudah diisi oleh dua Ibu-Ibu. Rasa AC yang dingin membuat Dellia merasa nyaman, Bus di daerahnya ini sangat bagus. Apalagi dengan peraturan jika pria duduk di belakang bus dan wanita di depan, jadi tidak ada desak-desakkan antara wanita dan pria. Awalnya Bus ini tampak damai, tapi suara keributan dari belakang membuat Dellia dan penumpang lainnya mengernyit ketakutan. "SINI LO, MAJU SINI LO PIKIR GUE TAKUT." Teriakan demi teriakkan terjadi, para Ibu di Bus ini juga ikut panik. Membuat keadaan semakin ricuh. "Itu kenapa Dek?" tanya Ibu yang berada di sampingnya. "Nggak tau Bu," jawab Dellia. Hingga tidak lama Bus berhenti di tempat perhentian. Di sanalah ia melihat pria yang gagah dengan wajah tegasnya keluar dari Bus dengan memar di wajahnya. Mata pria itu dan Dellia bertemu dalam beberapa detik. Dellia seperti pernah melihat pria itu tapi ia lupa di mana ia pernah melihatnya. *** Dellia memasuki kampusnya dengan berlari kencang. Karena kejadian tadi di Bus, supir yang mengendarai Bus itu tidak melanjutkan mobilnya selama beberapa menit karena supir juga berusaha untuk menenangkan pria yang masih didalam Bus. Setelah pria yang pertama kali Dellia liat pergi, kemudian pria yang menjadi lawannya tadi ingin mengejar juga. Tapi para penumpang manahan pria yang memberontak itu. Sungguh Dellia tidak habis pikir sudah dewasa tapi tidak malu bertengkar di tempat karamain. Selama perjalanan, banyak anak kampus yang terus meliriknya bahkan tidak malu memandang Dellia dari atas hingga bawah. Ini semua terjadi karena Riski salah satu Kakak tingkatnya yang dirumorkan suka dengan Dellia. Sebenarnya Dellia tidak pernah mendengar dari mulut Riski sendiri jika dia suka denganya, maka karena itulah Dellia hanya menganggap semua ini hanya isu belakang. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN