Bab 32

1030 Kata
"Selamat ya Dam," Adam dan Keisha berjabat tangan. "Makasih," balas Adam. "Mau aku temanin?" tawar Keisha. Dellia heran, apa wanita ini tidak bisa sadar bahwa ada Dellia di sini? "Aku istrinya, jadi kamu nggak perlu temain suami aku," balas Dellia, ia tidak mau dianggap wanita lemah yang tidak bisa menjaga miliknya. Dellia harus kuat untuk melawan calon-calon pelakor yang sangat mereseahkan. "Kalau begitu kami permisi," sambung Adam dan merangkup pundak Dellia untuk segera pergi dari hadapan Keisha. Adam membawa Dellia kesebuah meja khusus para peninggi yang disana hanya ada Sarah. "Mama nyuruh aku buat bawa kamu ke sini, aku ke sana dulu ya," Adam menunjuk ke arah di mana banyak pria yang sepertinya juga para pengusaha. Dellia mengangguk, setelah melihat Adam yang semakin menjauh Dellia langsung duduk di samping mertuanya. Dan langsung bersalaman dengan Mama mertuanya. Mereka hanya duduk berdua tanpa ada sanak saudara yang lainnya. Biasanya Mama mertuanya akan duduk dengan para Tante Adam. "Mau kue De?" tanya Sarah menawarkan kue yang berada di atas meja. "Nggak Ma, perut aku akhir-akhir ini kembung." "Nanti di rumah jangan lupa minum jahe ya, itu ampuh buat ngelangin perut kembung." "Iya, oh iya kok sendiri Ma? Tante Wanti sama Tante Caca mana?" tanya Dellia. "Ouh, itu mereka di sana," Sarah menujuk ke arah di mana tampat Wanti dan Caca sedang duduk. "Mama sengaja suruh mereka buat nggak duduk di sini karena Mama mau berduaan dengan menantu Mama yang cantik ini," jelas Sarah sambil mengelus bahu Dellia pelan. Dellia menatap wajah Sarah yang kentara sedih. "Mama juga cantik. Hm, kok Mama kayak sedih?" tanya Dellia pelan. "Mama bisa kok cerita sama Dellia, Dellia nggak bakalan bilang sama siapa-siapa," lanjut Dellia. Sarah menggelang pelan, ia mencoba sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan air mata. Sungguh Sarah sedih dengan nasib buruk yang bisa saja menimpa Dellia. Walaupun Sarah belum tau pasti apakah Adam sudah mencintai Dellia apa belum, tapi tetap saja Sarah resah. Ia tidak tega dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dengan Dellia. Ia tidak akan tega melihat Dellia yang bisa saja ditinggal oleh Adam. Sekarang yang bisa dilakukan oleh Sarah hanya dengan berdoa yang terbaik untuk rumah tangga Adam dan Dellia. "Nggak kenapa-napa De. Mama cuman bangga dengan Adam." "Oh gitu Ma, kira Mama kenapa tadi." "Ada yang ingin Mama kasih buat kamu De." "Mau sampaikan apa Ma?" "Ini," Sarah menyodorkan sebuah surat ke arah tangan Dellia, dan ia langsung menyambut surat itu. "jangan kasih surat ini ke Adam atau pun dengan orang lain," Dellia menampakkan wajah penasarannya, ia langsung membuka surat dan di dalam sana terdapat sebuah alamat rumah. "Ini rumah siapa?" "Ini rumah Mama yang baru." "Baru? Mama mau pindah, kok nggak bilang sama Mas Adam? Mas Adam pasti khawatir jika Mama menghilang." "Mama nggak bica cerita sekarang, tapi kamu harus sembunyiin surat itu." Dellia mengangguk dan kembali memasukkan alamat rumah itu ke dalam surat dan memasukkan surat itu ke dalam tasnya. Sekarang Dellia dan Sarah memfokuskan pandangan mereka ke arah Alva yang sekarang sedang berpidato. Tidak banyak yang Dellia mengerti tapi intinya malam ini posisi Adam sudah berubah, Adam sudah menjadi pemimpin utama dari perusahaan besar ini. *** "Mas," Dellia berlari dengan cepat menuju Adam saat pria itu malah meninggalkannya sendiri. "Jangan ikut saya," jawab Adam. Saya? Dellia tertegun, ke Mas Adam menjadi formal seperti ini, dan lagi kemana suara yang dulu berbicara lembut kepadanya? "Mas kenapa? Aku ada salah? Maaf Mas kalau aku ada buat salah," ucap Dellia beruntun yang sekarang sudah ikut menyusul Adam yang memasuki mobilnya. "Diam," Dellia pun hanya diam sampai mereka sampai ke dalam rumah. Dan Adam malah masuk ke dalam kamar lain, bukan kamar yang biasa mereka tempati. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Dellia merasa akan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi. Tanpa sadar air matanya tumpah, ia belum pernah diperlakukan seperti ini oleh Adam. Setelah selesai membenahi diri dengan memakain baju yang lebih nyaman di pakai, Dellia langsung menuju ke kamar yang tadi dimasuki oleh Adam. "Mas," pintu tidak terkunci hal itu membuat Dellia langsung memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar, ia sudah tidak bisa menahan semua isi kepalanya yang terisi dengan pikiran tentang Adam. "Kan udah saya bilang jangan pernah menginjakkan kakimu ke kamar ini," bentak Adam yang tiba-tiba membuat Dellia mundur dua langkah karena ia takut dengan kemarahan Adam. "Mas kenapa?" tanya Dellia. "Saya mau pisah." Deg. Perkataan itu membuat jantung Dellia seperti berhenti beberapa detik, ini sungguh hal yang sangat mendadak dan mengejutkan. Bahkan Dellia sendiri tidak tau apa yang membuat Adam membencinya segitunya. Ia tidak pernah merasa pernah membuat sakit hati Adam. Mereka masih baik-baik saja saat hendak pergi ke acara tadi. Sebenarnya ada apa ini? "Nggak Mas, aku nggak mau. Emang apa salah aku?" "Nggak ada sih," jawab Adam dengan senyuman miringnya yang membuat Dellia semakin was-was. "Hahaha bukan nggak ada, tapi saya nggak cinta sama kamu," sambung Adam lagi. Dellia tercekat untuk beberapa saat sebab ini hal yang sangat mengejutkan. "Jadi siapa yang Mas cinta? Keisha?" tanya Dellia dengan nada terbata-bata. Dellia kembali menangis, ia menghapus air mata yang tumpah ini dengan kasar. Ia tidak ingin menjadi wanita lebih seperti ini. "Nggak ada yang saya cinta." "Mas bosan?" tanya Dellia dengan tercekat. "Saya nggak pernah suka sama kamu jadi buat apa apa bosan." "Ini sebenarnya kenapa sih Ma, Ya Allah. Mas bilang, Mas cinta sama aku. Ini yang disebut cinta?" "Saya cuman nipu," sambung Adam lagi. "Kamu tau aku nikah sama kamu biar Papa mau ngasih jabatan dia sama aku. Dan itu alasan aku mau nikah sama kamu," jelas Adam. Dellia terdiam, ia tidak sanggup untuk berbicara sepatah kata pun ini sungguh kebenaran yang menghancurkannya bertubi-tubi. "Sekarang keluar!" Adam mengeram kesal, saat Dellia malah terdiam di samping ranjangnya tanpa bergerak sedikit pun. "Pergi!" Adam segera mendorong Dellia hingga wanita itu keluar dari kamarnya. Setelahnya ia menutup pintu dengan kencang. *** "Huek." Dellia terus memuntahkan isi perutnya sendiri, ini sebenarnya kenapa? Dellia mengusap perutnya saat terasa nyeri. Dengan pelan ia berjalan menuju kasur, mungkin perutnya sakit karena mau mens. Dellia naik ke atas kasur dan duduk di sandaran kasurnya dengan pandangan kosong menatap TV yang berada di depannya dengan datar. Air matanya juga terus terun, Dellia ingin berhenti menangis, tapi entah kenapa sangat sulit untuk menghentikan tangisannya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN