Senyuman Papa selalu saja membuat hati Syara merasa begitu bahagia. Kini Syara sandarkan kepalanya dibahu sang Papa seraya menggamit lengannya. Awalnya semuanya terasa damai juga tenang. Ditemani sayup-sayup suara lagu favorit dari Syara di tip mobilnya. Yakni, lagu dari Lewis Capaldi yang berjudul "Before You Go". Syara yang menyanyikannya dengan merdu membuat Papa yang mendengarkannya begitu bahagia.
Namun kenyamanan itu menghilang seketika dikala terdengar suara klakson dari sebuah truk besar yang kehilangan keseimbangannya.
Tin..tiiiiiiiiiiiiin..tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii..
"Aaaaaaaaaaaaaaa... Papaaaa... Awaaaaaaaaas..." pekik Syara dengan kencangnya.
Bruukkk...bruukk..
Truk yang kehilangan keseimbangannya itu kini telah bertabrakan dengan mobil Papa Syara. Alunan lagu dari tip mobilnya masih terdengar jelas ditelinga Syara. Namun semakin lama Syara semakin merasakan sakit dikepalanya karena penglihatannya yang semakin lama semakin menghilang. Hingga kini Syara mulai kehilangam kesadarannya.
Niiiiiii.. nuuuuuu.. niiiiii.. nuuuuuu.. niiiiii.. nuuuu..
Mobil ambulans mulai datang dan hendak membawa Syara, Papanya juga korban yang lainnya. Polisi yang dating menemukan ponsel Syara yang berdering disana. Dan tertera nama Mama disana. Dengan segera polisi itu mengangkatnya dan memberikan kabar kepada Mama Syara mengenai hal buruk yang kini menimpanya. Mendengarnya membuat d**a Mama Syara terasa begitu sesak. Kepalanya terasa begitu pening seketika. Dan kini Mama mulai pingsan.
Syarif yang berada didekatnya pun mulai merasa kebingungan. Sebab ia juga mendengar kabar yang polisi berikan. Karena seperti biasa Mama selalu saja mengaktifkan pengeras suara diponselnya setiap ia menelpon anggota keluarganya dirumah. Tanpa aba-aba, Syarif mulai menghendong Mama menuju mobilnya dan segera membawanya menuju rumah sakit yang polisi tadi telah berikan alamatnya.
Selama diperjalanan Mama masih belum tersadar dari pingsannya walau sudah berulang kali Syarif mengoleskan minyak angin diarea hidungnya. Hingga kini mereka tiba disana dengan perlahan Mama mulai membuka kedua bola matanya dengan perlahan. Hingga ia kembali teringat tentang hal apa yang baru saja terjadi. Mama pun mulai berteriak histeris dan hal itu membuat Syarif kebingungan dan kini mulai berusaha untuk menenangkannya.
Syarif peluk erat-erat tubuh sang Mama seraya mengelus punggungnya. Dan kini dengan perlahan Syarif mulai menuju kekamar yang telah polisi berikan sebelumnya. Setibanya disana, Syarif juga Mamanya semakin merasakan sebuah kehancuran yang tiada tara dalam kehidupan mereka. Sebab mereka kembali mendapatkan sebuah kabar duka yang begitu menyayat hati. Kondisi Syara saat ini sedang kritis sedangkan Papa telah dipastikan jika meninggal dunia ditempat kejadian.
Tangis Mama semakin histeris karena masih tak percaya dengan apa yang terjadi kepada suami juga putri kesayangannya. Bahkan saat ini Mama kembali pingsan dipelukan Syarif. Sungguh hal itu semakin membuat Syarif merasa frustrasi. Tangisnya tak terbendung lagi dan kini ia mulai semakin membenci sosok Syara saat ini. Sebab baginya semua ini terjadi karena Syara. Sebab Mama juga Papa yang terlalu menyayangi Syara lebih dari mereka menyayangi diri mereka sendiri. Hingga hal buruk ini datang menimpa mereka dengan mudahnya tanpa adanya sebuah pertanda sebelumnya.
Kini Mama dibawa keruangan Unit Gawat Darurat sedangkan Syarif masih terduduk lesu didepan ruangan itu. Meratapi tentang bagaimana nasibnya selanjutnya juga berharap jika Papanya tak benar-benar meninggal dunia.
"Harusnya lo yang meninggal Kak! Bukan Papa! Lo jahat Kak! Gara-gara lo semua ini terjadi! Gara-gara lo keluarga kita sebentar lagi bakalan hancur! Aaaaaaargh!!" Umpat Leon dengan emosinya yang terus saja meledak-ledak. Tak ada sedikit pun niat dari Syarif untuk menjenguk Syara yang kini juga tengah meregang nyawa. Sebab jika memang dapat memilih ia ingin Syara lah korban meninggal dalam kecelakaan itu bukan seorang Papa yang ia cintai.
Tak lama kemudian seorang dokter datang menghampiri Syarif dan mengabarkan jika Mamanya sudah siuman. Dengan segera Syarif segera menghampiri sang Mama. Kembali mencoba untuk menguatkannya juga menenangkan sang Mama yang lagi-lagi kembali histeris.
"Papaaaaa... Syaraaa... Mama gak mau kehilangan kaliaaaan! Dimana mereka Syarif? Dimana mereka sekaraaaaang!!! Hiks..hiks..hiks..hiks.."
"Mama tenang ya Ma. Please Mama tenang dulu. Mama harus bisa untuk terima Ma kepergian Papa! Semua ini terjadi karena Kak Syara Ma! Kak Syara penyebab utamanya!!!" ucap Syarif penuh penekanan disetiap katanya.
"Enggak Papa masih hidup! Syara gak salah! Hiks..hiks.. Pasti truk itu yang salah! Hiks..hiks.. truk itu yang sudah membunuh Papa kamu Syarif! Truk itu yang sudah membuat Kakakmu terluka! Dimana Papaaaa.. dimana Syaraaa.. hiks..hiks.." pungkas Mama yang masih bersikeras ingin menemui suami juga putrinya yang sudah sangat Mama rindukan.
Namun kini dengan segera Syarif mencegahnya. Sebab saat ini jenazah Papa sedang dimandikan dan Syarif juga tak ingin jika Mama dipertemukan dengan Kakaknya, Syara. Sehingga ia putuskan untuk kembali membuat Mamanya yang sedang stres dapat membenci Syara seutuhnya. Dan melupakan setiap kebaikan juga moment membahagiakan dikala Syara yang mendapatkan banyak penghargaan.
"Kak Syara itu pembunuh Ma! Kak Syara yang sudah menyebabkan semua ini terjadi! Andai Papa dan Mama gak terlalu memanjakan Kak Syara! Andai Papa gak jemput Kak Syara! Semua hal buruk ini gak akan menimpa kita Ma! Papa gak akan ninggalin kita gitu aja Ma! Hikss..hikss.." jelas Syarif lagi dengan penuh amarah juga penekanan disetiap katanya
.
Setiap tekanan yang Syarif berikan membuat Mamanya semakin down dan kini perasaannya juga pikirannya semakin tak karuan. Mama semakin histeris meminta Syara juga Suaminya agar segera dipertemukan dengannya. Dan kini Mama kembali tak sadarkan diri. Hal itu membuat Syarif semakin ingin melenyapkan Syara dari Bumi. Setelah Mamanya sudah tertidur pulas kini Syarif mulai mengurus pemakaman Papanya hingga selesai bersama dengan keluarga besar dari Mamanya yang tinggal di Jakarta. Sebab memang tak ada satu pun saudara dekat dari Papa yang ada disini. Melainkan tinggal di Padang.
Kini Syarif kembali kerumah sakit dengan perasaan yang hancur. Ia bagai hidup sebatang kara karena harus mampu mengurus segalanya sendirian. Terlebih saat ia diberi kabar jika jiwa sang Mama tergoncang hingga disaat Mama mulai sadarkan diri, Mamanya tak bisa untuk diajak bicara seperti sedia kala. Saat dirasa kondisi tubuh Mama sudah membaik, Syarif mulai membawanya pulang dan meninggalkan Syara begitu saja dirumah sakit. Hanya ia titipkan kepada perawat juga ia lunasi segala administrasinya.
"Tapi Mas, Mas ini adik dari Mbak Syara kan? Jadi seharusnya Mas mendampingi Mbak Syara disini. Karena Mbak Syara membutuhkan keluarganya Mas," jelas suster disana.
"Maaf sus saya gak Bisa. Karena Mama saya jauh lebih membutuhkan saya. Dan saya rasa, Kak Syara juga masih koma dan butuh istirahat panjang kan disini. Jadi saya pasrahkan Kak Syara kepada pihak rumah sakit saja. Untuk biaya, akan saya transfer seperti biasa Sus," pungkas Syarif.
"Baik Mas jika memang seperti itu kemauan Mas," jawab suter dan Syarif berlalu begitu saja meninggalkan rumah sakit. Tanpa sekali pun ia melihat seperti apa kondisi Syara saat ini.
***
To be continue