Tiga hari kemudian... Pagi kembali menjelang. Karena obat dengan dosis yang cukup tinggi yang kini diberikan kepada Syara, membuatnya telat bangun. Jam tujuh pagi. Tak seperti biasanya dikala adzan Subuh berkumandang. Karenanya, Syara kembali merasakan pusing dikepalanya. Juga ia merasa berdosa karena lagi-lagi ia melewatkan salat Subuhnya. Hal itu membuat Syara bagai telah kehilangan sesuatu dari dirinya. Dan kini ia dengan perlahan mulai mencoba untuk menuruni bankarnya dan pergi ke toilet. Beruntungnya kian hari kesembuhan kaki Syara kian membaik. Meski pandangan matanya masih saja buram. Tetapi baginya dengan ia dapat kembali berjalan dengan baik adalah suatu hal yang luar biasa. “Alhamdulillah, ya Allah. Akhirnya aku sudah gak kesakitan lagi seperti yang biasa-biasanya. Apa mungkin