Sakukura

1292 Kata
03 Hening, yang terdengar hanya suara mesin penyejuk udara yang bekerja maksimal di tengah cuaca sore hari yang hangat. Milly yang berbaring miring ke kanan, berusaha untuk membetahkan diri dengan ponselnya. Padahal sebenarnya dia sudah bosan menggulirkan jari telunjuk ke aplikasi biru, beralih ke aplikasi hijau, atau aplikasi merah muda, dan selalu berakhir di aplikasi ungu. Satu setengah jam bukan waktu yang singkat untuk memelototi layar sentuh tersebut, tetapi Milly tidak punya pilihan lain daripada harus membalikkan tubuh ke kiri dan berhadapan dengan Rahagi, yang sejak tadi berkutat dengan laptop di pangkuan. Ketukan di pintu yang disertai suara panggilan Prita, mau tak mau membuat Milly harus bangkit dan beringsut ke pinggir tempat tidur. Memaksakan jalan dengan kaki yang sedikit mengangkang karena semut-semut tengah berkerumun di beberapa bagian bawah tubuh. Milly belum sempat sampai di depan pintu ketika benda berat ber-cat putih itu terbuka. Wajah Prita yang kali ini dihiasi masker hijau tampak tertegun melihat cara jalan putri bungsunya yang agak mirip gaya kepiting. "Apa, Ma?" tanya Milly sambil memijat betis kanan. "Ehm ... aduh, sampai lupa mau ngomong apa. Coba, Mil, kamu tanya terus, kali nanti bisa ingat," pinta Prita yang membuat alis Milly terangkat sebelah. "Yee, malah bengong. Buruan tanya!" omel sang mama. Milly meringis. Dia sudah tahu bila mamanya itu rada pelupa, tetapi biasanya kalau soal omongan, ingatan Prita itu kuat. "Mama mau nanya tentang ... nama mamang bakso?" tebak Milly. "Ihh, itu sih udah hafal di luar dunia," jawab Prita. "Hrithik Roshan masih duda atau udah nikah lagi?" "Nehi!" "Pon Nawasch jadian ama Author dan sering teleponan?" "Kagak mungkinlah, Author cuma tau swadikap!" "Kan mereka ngobrol pake bahasa Inggris." "Dah, nggak usah bahas Author. Nanti dia ge-er. Terus salto. Next question!" "Balon yang meletus warna apa?" "Kuning." "Hijau, Ma." "Suka-suka mama dong!" Milly menghela napas sebelum melanjutkan pertanyaan yang membutuhkan kemampuan berpikir selevel Albert Einstein. "Film terbaru Lee Min Ho?" "Annyeong." "Gunung terkenal di Jepang?" "Sakurakura." "Ada gitu?" Milly menggaruk-garuk dahi, berusaha mengingat-ingat. "Adalah. Mama kan pernah tinggal lama di benteng Takeshi." Tawa Rahagi yang ditahan sejak awal acara tebak-tebakan itu akhirnya bergema di ruangan itu. Pria berparas tampan tersebut sampai memegangi perut, benar-benar salut dengan daya khayal anak beranak yang saat ini kompak memandanginya dengan alis menyatu. "Jangan ketawa, Ra. Bantuin mbak inget-inget!" sergah Prita yang telah maju satu langkah. Rahagi hanya manggut-manggut, tetapi bahunya masih berguncang meskipun bibirnya sudah menutup. Pria itu berusaha untuk bersikap tenang, walaupun sebenarnya masih ingin mentertawakan dua perempuan berbeda generasi yang sama-sama kocak. "Baby!" seru seseorang dari arah belakang Prita. "Ayo, kita siap-siap. Bentar lagi otewe ke gedung!" pekik Didi sambil menyeruak masuk ke kamar, tak peduli tubuh Prita terdorong ke samping. "Sayang," panggil Didi dengan suara yang dilembut-lembutkan. "Kamu kok masih rebahan?" tanyanya sembari mengedip-ngedipkan sebelah mata pada Rahagi yang membalas dengan senyuman miring. "Ini juga udah mau siap-siap, Om. Please deh, jangan nyerobot masuk ke kamar pengantin baru," celetuk Milly yang langsung menutup mulutnya karena keceplosan. "Jangan ingetin soal itu, Mil! Kamu itu cuma istri pertama. Bentar lagi juga sayangku itu bakal bosan sama kamu, dan nyari aku buat jadi istri kedua. Iya kan?" Didi mengulaskan senyuman manis yang membuat Rahagi jadi meringis. "Udah, kamu duluan keluar, Di. Nanti aku nyusul," tukas Prita sambil mendorong tubuh asistennya itu hingga ke luar dari kamar. "Itu yang tadi mau mama omongin, Mil. Sekarang baru ingat," sambungnya sembari mengusap punggung sang putri. "Oke, Milly mau mandi dulu bentar," sahut Milly seraya membalikkan tubuh. "Hati-hati pas pake sabun." "Kenapa?" Milly berbalik. "Bakal perih. Kan baru pertama kali buka segel, pasti lecet." Milly menatap Prita dengan raut wajah bingung. Demikian pula dengan Rahagi. Sementara sang mama mengulum senyum, kemudian berbalik dan jalan menjauh sambil bersenandung lagu berbahasa Rusia. *** "Sayang, kamu yakin nggak tambah gemuk?" tanya Meimei. "Nggak tau, Tan. Tapi emang seminggu terakhir ini aku demen ngemil," jawab Milly. "Emang kenapa?" tanyanya sambil memandangi pantulan diri di cermin besar. "Ukuran gaunnya jadi pas body gini. Fitting terakhir kan masih agak longgar." "Jangan-jangan Milly hamil!" celetuk Eri yang langsung mendapatkan hadiah jitakan dari Milly. "Sembarangan kamu! Aku masih ting ting!" desis sang pengantin perempuan sambil memelototi sahabatnya yang tengah mengusap bekas jitakan. "Belum belah duren?" timpal Meimei. "Emang ada duren?" Milly balas bertanya. "Suamimu kan mantan duren," sela Eri. "Bukan duren yang itu!" Meimei menepuk dahi, gemas dengan kepolosan dua gadis muda di hadapan. "Terus duren yang mana?" cecar Eri yang betul-betul penasaran. "Aku kok jadi bingung dengan masalah perdurenan ini." Milly mendengkus. Dia sudah lelah harus menebak-nebak sepanjang hari. Tadi Prita, sekarang Meimei dan Eri. "Udahlah, nggak usah dibahas. Kita beresin aja pake gaun dan hiasan kepala. Sebentar lagi acara mau dimulai." Meimei bergegas menyelesaikan pekerjaan merias dan membantu Milly berganti pakaian. Sementara itu di kamar sebelah, Didi tak henti-hentinya menyunggingkan senyum kala melihat penampilan Rahagi yang tampak sangat tampan. Mikail yang diminta Prita untuk menemani di ruang ganti khusus pria itu hanya bisa memutar bola mata, kala menyadari senyuman Didi itu tertuju pada sang paman yang juga merupakan adik iparnya. Hubungan kekeluargaan yang sangat rumit. "Udah kelar?" tanya seorang perempuan berseragam wedding organizer yang melongok dari pintu. "Bentar lagi, Dear," jawab Didi. "Say cheese, Sayang," pintanya pada Rahagi yang mau tak mau akhirnya menurut. Beberapa kali Didi mengambil foto Rahagi dengan berbagai pose, sebelum kemudian menyerahkan ponsel pada Mikail, dan meminta pria tersebut untuk memotret dirinya bersama Rahagi. Beberapa menit kemudian, Rahagi yang tengah berdiri di selasar, terkesima kala melihat penampilan Milly yang baru ke luar dari ruangan sebelah. Jika tadi pagi Milly mengenakan kebaya putih dan rok kain batik, kali ini Milly mengenakan gaun putih panjang yang tampak sangat pas di tubuhnya. Riasan yang tidak terlalu tebal. Hiasan rambut yang indah dan memegangi buket bunga, tampak sangat cantik sekaligus memesona. Di sisi lain, Milly juga terpukau dengan penampilan Rahagi. Tubuh tinggi tegapnya dibalut setelan jas mengilat, wajah dipoles bedak tipis dan rambut tersisir rapi. Tampak semakin tampan dan ... seksi. Bukan hanya Milly yang mabuk dengan daya pikat sang suami, Eri dan kedua perempuan lainnya yang merupakan tim Meimei pun sampai tercengang. Mereka memandangi Rahagi nyaris tak berkedip. Bibir Milly melengkung ke atas membingkai sebuah senyuman ketika Rahagi mengulurkan tangan kanan. Kala Milly menyambut, Rahagi langsung mengajak istrinya tersebut menuju tempat resepsi. Sepasang pengantin baru itu menyusuri selasar hotel dengan langkah perlahan. Diiringi dengan Eri yang berpasangan dengan Mikail, serta dua orang dayang-dayang tadi. Setibanya di depan pintu masuk ballroom, seorang pria yang merupakan panitia acara meminta pasangan tersebut untuk diam di tempat dan menunggu perintah selanjutnya. Alunan musik berirama cepat membuat senyuman Milly merekah. Dia sempat menoleh pada Eri yang mengacungkan jempol sebagai tanda oke. Sementara Rahagi tampak bingung karena tidak mengenali lagu yang sedang dimainkan oleh band pengiring. Tiba-tiba Milly melepaskan pegangan dan jalan memasuki ruangan yang penuh dengan tamu-tamu yang datang dari berbagai kalangan. Suasana hening mendadak berubah menjadi riuh dan dimeriahkan dengan tepuk tangan teman-teman Milly. Tanpa rasa malu, perempuan berkulit putih itu meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama lagu favorit. Gerakannya yang lincah tampak memukau penonton yang menyorakinya dengan gegap gempita. Rahagi berulang kali mengulum senyum kala melihat Milly mengusap wajah dengan tisu, yang diulurkan Meimei dan Didi secara bergantian dari samping pelaminan. Belum lagi dengan desis omelan Prita yang kesal karena Milly malah menari tadi, dan mengubah pesta berkelas menjadi kelab malam sesaat. "Om, kenapa senyum-senyum mulu?" tanya Milly sambil mendekatkan diri. "Nggak kenapa-kenapa," kilah Rahagi. "Pasti seneng lihat aku diomelin mama." "Nggak, biasa aja." "Jangan bohong!" "Ben ... ahh!" Rahagi meringis kala kuku Milly menancap di punggung tangan yang berada di atas paha kiri. Milly menghentikan siksaan ketika menyadari bila Prita tengah mendelik tajam dari samping kanan pelaminan. Sementara Rahagi mengelus-elus punggung tangan sembari berusaha mengatur ekspresi wajah agar tetap tenang. Dalam hati Rahagi berjanji akan membalas perbuatan sang istri dengan sesuatu hal yang menarik, baginya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN