Karyawan perempuan yang melihat ulah dua rekan kerjanya itu hanya bisa memutar bola matanya dan kemudian mendelik pada mereka berdua. Ketika dia hendak membantu Erlangga, Pak Danang berdehem padanya, membuat dia urung.
"Kalian memiliki tugas masing-masing," ucap Pak Danang secara pelan namun bisa didengar karyawan perempuan tadi. Dua karyawan yang tadi mengerjai Erlangga pun kembali terkekeh tanpa suara dan melakukan toss secara diam-diam agar tidak dilihat manajer mereka.
Bagi Erlangga, perlakuan rekan kerja macam itu sudah wajar dia terima. Dulu di Amerika pun dia sempat mengalami tindakan rekannya yang kekanakan begitu dengan alasan perpeloncoan pegawai baru. Ada juga yang beralasan kurang masuk akal, seperti mengatakan bahwa Erlangga sudah membuat pacarnya terpikat.
Aneh, kan? Apa salah Erlangga? Mereka hanya berlindung di balik ketidakmampuan mereka sendiri dan melampiaskan pada Erlangga. Orang yang merundung atau mem-bully orang lain adalah seorang pengecut yang sadar dirinya pecundang tapi berusaha menutupi.
Tak apa, Erlangga masih bisa tahan dengan yang ini. Pengalaman memang guru terbaik dalam kehidupan. Asam garam bekerja di restoran seperti ini membuat Erlangga tidak terlalu menggubris tindakan kekanakan dua pegawai lelaki tadi.
Erlangga masih tetap patuh menyapu dan mengepel lantai setiap dia melihat ada yang kotor.
"Permisi." Erlangga mengucapkan itu sambil terus menunduk saat dia mengambil kotoran makanan di bawah meja pengunjung dengan menggunakan sapu dan pengki.
Para mahasiswi yang di meja itu terdiam menahan napas sebelum tadi mereka riuh bergosip dan berkelakar. Mata mereka semua memperhatikan Erlangga yang sedang menyapu.
Mereka saling mengambil ponsel mereka dan mulai mengetikkan pesan online di grup chat mereka.
[Ya ampun! Dia kenapa ganteng sekali! Mak, aku bisa pingsan ini! Dia menyapu di sebelahku!]
[Sialannya, dia menunduk terus! Bagaimana aku bisa lihat wajah ganteng maksimal dia, nih! Hei, Mir, gantian tempat duduk denganku, dong! Sepertinya posisimu lebih bisa melihat wajah dia dengan jelas.]
[Wo ho ho ho ... tidak bisa, Sumanto! Nikmati saja punggung dia itu, yah!]
[Ahh, dasar wewe gombel kau! Ehh, tapi tak apa aku tak bisa lihat wajahnya, setidaknya p****t dia ada di depan hidungku nih. Ough, sepertinya kalau diremas akan sangat pas di tanganku.]
[m***m! Dasar s****l! Jangan lihat-lihat p****t calon suamiku!]
[Calon suami biji mata lu lumer?! Dia itu calon suami aku! Jangan ngaku-ngaku, yah!]
[Ya ampun, tangan dia ... ototnya ... aduhaaiii ... itu tangan kalo peluk aku pasti rasanya wow banget! Apalagi kalo sentuh-sentuh aku ...]
[Hei! Berhenti bayangkan calon suamiku!]
Ternyata para mahasiswi di meja itu saling chat antar mereka sendiri. Yah, karena Erlangga masih ada di dekat mereka, mana mungkin mereka bisa menggosip mengenai lelaki itu secara gamblang? Dan kini Erlangga sedang mengepel.
Mereka saling menelan saliva sambil terus memandangi Erlangga kemudian mengetik chat untuk orang di samping mereka, saling berdebat di grup chat itu memperebutkan menyebut Erlangga sebagai calon suami atau apalah.
Sesudah Erlangga menyelesaikan tugasnya di sana, pria itu menyingkir pergi untuk membersihkan area lainnya. Para mahasiswi tadi pun mulai kasak-kusuk sambil cekikikan dan melirik Erlangga yang sudah agak jauh dari mereka.
Yah, Erlangga dalam waktu singkat telah menjadi sebuah fenomena, bagaikan keajaiban dunia ke-8 yang baru.
-0-0-0-0-
Selama hampir seminggu ini, Sae Fastfood ramai pengunjung, terutama pengunjung perempuan. Dari yang masih berseragam biru, abu-abu, seragam kantor, hingga yang tidak berseragam alias mahasiswi dan para mahmud alias mamah muda haus lelaki bening kinclong, mereka semua datang ke Sae Fastfood hendak memandangi keajaiban dunia ke-8 tersebut.
Ada yang beruntung bertemu Erlangga di jam kerja dia, namun ada juga yang kecewa ketika mengetahui bahwa mereka datang saat Erlangga ada di shift lainnya.
Ini membuat angka penjualan di Sae Fastfood menjadi melambung tinggi. Tempat itu juga jadi lebih ramai. Jika dulu biasanya paling ramai hanya di akhir pekan dan itu pun tidak memenuhi seluruh meja yang ada, kini kadang pengunjung harus berdiri dulu menunggu dapat meja.
Apalagi jika itu adalah jam kerja Erlangga, mereka sudi berdiri demi bisa bertemu Erlangga. Namun jika mereka tidak menemukan Erlangga, maka mereka akan pergi dan kembali lagi ke Sae Fastfood di jam kerja Erlangga nantinya.
The power of fans itu memang mengerikan, yah!
Yang senang akan kondisi baru Sae Fastfood tentu saja manajer dan supervisor di sana. Pendapatan Sae Fastfood cabang kampus Brajamuka meningkat pesat hanya dalam seminggu, mengalahkan Sae Fastfood cabang lain di kota tersebut.
"Pak Wildan, apakah kita tidak membuka lowongan lagi untuk pelayan?" tanya Pak Danang selaku manajer di situ. "Pengunjung semakin bertambah banyak dan pelayan kita mulai kewalahan."
"Hm, itu semua gara-gara bocah anyar itu, yah? Erlangga." Pak Wildan tersenyum kecil.
"Halah, Pak Wil, jangan melulu mengkaitkan ini dengan bocah baru itu." Pak Danang seolah tidak senang jika atasan dia memuji ramainya Sae Fastfood dikarenakan Erlangga. "Resto ini jadi makin ramai karena yah memang menu kita enak dan terjangkau."
Pak Wildan tidak menyahut dan hanya tersenyum. Dia enggan berdebat mengenai itu dengan si manajer yang sepertinya kurang menyukai Erlangga. Apakah pacar Pak Danang juga terpikat pada Erlangga?
"Pak Wil, bagaimana, nih?" Pak Danang mencoba bertanya sekali lagi tentang usul dia tadi.
"Nanti akan saya tanyakan dulu ke pusat, apakah perlu adanya penambahan pelayan di sini." Pak Wildan menyahut.
"Atau, kita ambil saja pelayan dari Sae Fastfood yang sepi pengunjung, Pak! Agar kita tidak perlu repot-repot membuka lowongan." Pak Danang memberikan usul lagi.
"Cukup masuk akal, sih Pak Dan. Tapi semua harus ditanyakan dulu ke pusat agar kita tidak salah bertindak." Demikian jawaban dari Pak Wildan.
-0-0-0-0-
Hari ini adalah hari Sabtu, kampus Brajamuka masih buka, tidak libur. Kampus hanya libur di hari Minggu saja. Dan bagi Sae, sama sekali tidak ada hari libur. Meski nantinya hari Minggu kampus tutup, tapi pasti Sae masih saja ramai karena ada banyak mahasiswa yang kos di dekat area itu akan datang untuk makan dan sekedar nongkrong mengerjakan tugas dibantu dengan wi-fi gratis.
Sabtu ini, Sae sudah mulai rame sejak pagi. Ada saja orang yang datang silih berganti, bahkan sepertinya Sae lebih ramai dari sebelumnya. Apakah itu karena adanya Erlangga? Bisa jadi. Karena mayoritas pengunjung bergender perempuan. Paham, kan?
“Hei, hei, siapa dia?”
"Kau belum tau dia? Payah kau ini!"
“Woahh! Ganteng! Tuan tamvan!”
“Tapi sayang sekali …”
“Sayang kenapa?”
“Sayang sekali dia memegang pel dan sapu.”
“Yah, kita tak usah memikirkan apa yang dia pegang, toh tidak akan kita jadikan pacar. Cukup kita nikmati saja kegantengan dia.”
“Iya! Benar juga, yah! Setidaknya kita jadi punya hiburan kalau ke sini.”
“Lumayan, kan, ada yang bisa bikin mata kita bening seketika setelah ruwet dengan yang di kampus!”
“Hi hi hi! Benar juga!”