Langkah kaki Sara terhenti karena ucapan yang baru saja dilontarkan oleh majikan yang kini telah menjadi suaminya, tangannya yang sempat terulur untuk menarik handle pintu ditarik pelan ke bawah seiringan tarikan napas beratnya.
“Kenapa berhenti melangkah? Silakan kamu keluar dan batalkan pernikahan kita, saya tidak keberatan asal kamu menggantikan biaya rumah sakit ayah kamu,” cecar Edwin terdengar santai, langkahnya agak maju ke depan.
Sara kembali menghela napas panjang, hatinya sangat tidak menyangka jika majikan yang dia kenal baik selama 10 tahun selama tinggal di lingkungan mansion, rupanya tidak sebaik yang dia pikirkan. Ya, mungkin kata baik itu karena dia jarang berinteraksi dengan Edwin.
Tumit gadis itu pun berputar menghadap pria dewasa itu. “Ayah saya mengalami kecelakaan kerja di jam kerja, bukan sedang bermain di luar sana. Seharusnya ayah saya pasti memiliki asuransi keselamatan kerja jika tercatat resmi sebagai karyawan perusahaan Tuan, jadi jika mengalami kecelakaan pasti semua perawatan rumah sakit ditanggung oleh pihak asuransi. Tapi sayangnya saya juga tidak tahu entah ayah saya memiliki asuransi kerja atau tidaknya, hanya Tuan yang tahu sebagai atasannya.” Sara menjeda ucapannya sejenak dengan kembali menarik napasnya dalam-dalam.
Edwin yang terdiam, cukup dibuat terhenyak dengan pengetahuan yang dimiliki oleh Sara, sangat tidak menyangka.
“Sekarang Tuan meminta saya mengganti biaya perawatan ayah saya jika saya ingin membatalkan pernikahan ini! Sedangkan Tuan sendiri tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa jadi dipersulit seperti ini? Dan dalam kecelakaan mobil itu ayah saya meninggal Tuan, sedangkan ayah Tuan masih bisa diselamatkan. Apakah dengan saya membayar uang 250 juta itu ayah saya kembali hidup?” tanya Sara dengan tatapan seriusnya.
Rahang kokoh itu mengatup seraya mencari sebuah jawab untuk gadis itu, sepertinya menghadapi anak sopir pribadinya tidak semudah yang dia bayangkan.
“Jangan kamu campur adukan masalah uang dengan nyawa seseorang! Dan untuk masalah asuransi, asuransi juga ada batasan untuk bisa mengklaim biaya perawatan ICU yang begitu mahal. Dan kamu tidak perlu sok pintar di sini! Bilang saja kamu tidak sanggupkan untuk mengganti uangnya, berarti tandanya kamu tidak bisa membatalkan pernikahan ini!” tegas Edwin, tatapannya bagai belati yang ingin menusuk hati Sara begitu dalamnya.
Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah jendela yang terbuka, salah satu tangannya terkepal dengan kuatnya seakan melampiaskan amarahnya yang sudah bergemuruh dihatinya. Sepertinya orang yang tidak memiliki status sosial tinggi tidak boleh melawan orang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi darinya.
“Sebaiknya kamu urungkan niatmu untuk membatalkan pernikahan ini. Lagi pula dengan pernikahan ini hidupmu akan terjamin walau saya tidak pernah menganggap pernikahan kita pernah terjadi. Kamu bisa hidup normal seperti biasanya tanpa harus melayani saya sebagai suami, saya juga tidak akan pernah menganggap kamu sebagai istri saya. Karena hanya satu istri yang saya akui selama hidup saya yaitu Hana Dhiya istri yang sangat saya cintai.” Pria itu kembali menegasnya status mereka berdua.
Sara mengerakkan kepalanya pelan menatap pria yang berparas tampan itu. “Berapa lama saya harus terikat dengan pernikahan yang tidak pernah akan Tuan anggap? Sebulan, dua bulan, setahun atau seumur hidup saya?” tanya Sara, netranya yang sembab agak memicing.
Edwin bergeming, hanya mendengar dan menatap lekat istri keduanya itu.
“Bisakah Tuan menjawabnya? Sedangkan Tuan hanya mencintai satu wanita yaitu istri Tuan sendiri Nyonya Hana! Apakah saya memiliki kesalahan hingga terjebak dengan pernikahan yang tidak dianggap ini? Katakan Tuan apa kesalahan saya? Jangan bilang karena ingin bertanggungjawab atas kematian ayah saya, lalu menikahi saya, tetapi nasib saya digantung!” cecar Sara suaranya agak meninggi, dan kakinya berani melangkah maju mendekati pria dewasa itu.
Semakin lama langkah gadis itu mendekat, iris netra berwarna hazelnya bisa ditatap dengan jelas oleh Edwin, membuat pria itu menelan ludahnya sendiri, netra gadis itu walau sembab tetap terlihat cantik.
Selama ini Sara selalu menundukkan pandangan dan hormat dengan majikan ayahnya setiap mereka berpapasan, tetapi kali ini tidak, dia memberanikan dirinya menghadapi pria itu.
“Kamu tidak ada kesalahan apa pun,” jawab Edwin tegas, dan tidak menggeser posisi berdirinya.
Jarak mereka hanya sejengkal, gadis itu pun mendongakkan wajahnya menatap tajam. “Jika tidak ada kesalahan, maka batalkan pernikahan ini atau ceraikan saya saat ini juga! Dan jika Tuan Edwin sangat mencintai Nyonya Hana pasti tidak akan membuat hatinya terluka, ceraikan saya saat ini juga tanpa embel-embel membayar biaya rumah sakit ayah saya!” desak Sara tampak tak gentar menghadapi Edwin.
Pria itu menyeringai tipis melihat keberanian istri keduanya yang masih bau kencur tersebut.
“Kamu tidak bisa mengatur hidup atau mendesak saya di sini! Sesuai dengan ucapan awal saya, jika kamu menginginkan batal atau bercerai tinggal bayar saja. Kamu juga keras kepala dikasih hidup enak dan nyaman malah ingin cari yang susah. Perlu kamu ketahui di luar sana banyak wanita yang menginginkan menjadi istri kedua saya, tapi sayangnya saya tidak mau. Menikahimu saja karena dipaksa oleh istri saya, jadi harusnya kamu patut bersyukur,” kata Edwin penuh dengan percaya diri, senyumannya pun tampak sinis.
Gadis itu lantas mendesis. “Jadi saya harus bangga menjadi istri Tuan Edwin yang tidak akan pernah dianggap selama-lamanya dan menikmati segala pemberian Tuan. Sayangnya, saya tidak bangga dinikahi oleh Tuan Edwin walau banyak wanita yang mendambakan Tuan. Ayah saya tidak pernah mengajarkan saya untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jadi baiklah Tuan, berikan saya waktu untuk mencari uang agar bisa bercerai dengan Tuan sesuai keinginan Tuan. Saya permisi,” imbuh Sara sangat tenang, kemudian membungkuk hormat sebelum tumitnya bergerak memutar.
Rahang kokoh itu semakin mengerat, harga dirinya dijatuhkan saat itu juga oleh istri keduanya.
“Kamu pikir saya percaya kamu akan dapat uang sebanyak itu dalam waktu cepat!” seru Edwin kembali tersulut amarah, bisa-bisanya ada gadis yang berani menantangnya dan itu gadis yang baru saja dia nikahi.
Baru saja Sara balik badan, kini dibuat lagi tak bisa melangkahkan kakinya.
“Sepertinya Tuan sangat merendahkan diri saya, terima kasih Tuan Edwin. Saya jadi termotivasi untuk segera mencari uangnya agar hidup saya tidak sia-sia dalam pernikahan yang aneh ini, apalagi saya tidak tertarik memiliki suami seperti Tuan kayak tidak ada pria lain aja di dunia ini,” jawab Sara begitu tenangnya, malah sempat agak terkekeh pelan, tanpa menolehkan wajahnya kembali.
“Saya permisi Tuan, percuma bicara sepanjang sungai jika ujungnya membahas uang,” lanjut kata Sara seiringan kakinya melangkah kembali.
Tanpa disadari oleh Sara jika kata-katanya membuat pria itu mengeram, lantas kaki pria itu turut melangkah cepat dan ditariklah tangan Sara sekuat-kuatnya.
“Akh!” jerit Sara, tubuhnya berbalik ke arah Edwin.