Pagi sekali, Pram dan Hanum berangkat ke bandara dengan diantar supir mereka. Mitha, Yuda, Yuki, Yudhis, dan Bik Denok melepas kepergian mereka.
Yuki memeluk bahu Mitha dengan erat.
"Barang Mitha yang mau dibawa ke rumah Mommy sudah disiapkan, sayang?" Tanya Yuki.
"Sudah Mitha masukan di dalam tas Mommy. Ada di kamar"
"Bang, ambil barang Mitha di kamarnya" ujar Yuda.
"Ya Daddy"
"Ayo sayang, kita ke rumah Mommy. Bik Denok, Mitha kami bawa ke rumah sebelah ya. Kalau Bik Denok kesepian, boleh main ke rumah kami" ujar Yuki.
"Terimakasih, nyonya. Titip Mitha ya, dia kalau belajar harus benar-benar di awasi, karena suka tidak fokus, bukannya belajar malah nonton drama Korea" ujar Bik Denok.
"Jangan khawatir Bik, pasti akan kami awasi" janji Yuki.
Mitha mencium punggung tangan Bik Denok.
"Mitha tinggal dulu ya Nek"
"Iya sayang, jangan nakal ya, harus nurut sama Dedi, Momi, dan Bang Yudhis"
"Heum"
"Assalamuallaikum"
"Walaikum salam"
Bik Denok menatap kepergian mereka. Dua orang anak Pram dan Hanum sudah dianggapnya cucu sendiri, karena mereka juga sangat menghormati dan menyayanginya seperti nenek mereka sendiri.
Prasatya mewarisi sosok Pram, tinggi, gagah, ganteng, dan sangat cerdas. Sehingga diusianya yang belum genap 18 tahun sudah menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Amerika. Sedang Mitha, mewarisi kecantikan, kepolosan, dan keceriaan Hanum. Meski untuk urusan pendidikannya, Mitha masih kalah dari maminya. Tapi Mitha tidak bodoh, dia juga cerdas, tapi terkadang sikap labil dan manjanya lebih mendominasi. Berbeda dengan Hanum yang terbiasa hidup susah, semangat Hanum dalam mengejar cita-citanya sungguh luar biasa.
Yudhis sudah turun dari lantai atas, dengan membawa tas di tangannya. Ia berpamitan pada Bik Denok, sebelum menyusul yang lain meninggalkan rumah Mitha.
Tiba di rumah Yuda, Yuki menunjukan kamar Mitha yang ada di lantai bawah. Yudhis yang juga sudah tiba, meletakan tas Mitha di atas tempat tidur, lalu ia ke luar dari kamar untuk menuju kamarnya di lantai dua. Yuda juga sudah naik ke atas, bersiap untuk pergi ke bengkelnya. Sedang Yuki masih bersama Mitha. Yuki tidak lagi mengurusi perusahaan setelah Yudhis dianggap mampu mengatasi semuanya.
"Ini kamar Mitha selama Mitha tinggal di sini. Tidak keberatankan tinggal di kamar ini?" Tanya Yuki yang sudah melepas cadar yang menutupi sebagian wajahnya.
"Tentu saja tidak, Mommy. Kamarnya nyaman, Mitha suka"
"Syukurlah, sekarang Mitha ganti baju seragam dulu ya Sayang, setelah itu kita sarapan, baru nanti Bang Yudhis antar Mitha ke sekolah, oke?"
"Iyees, Mommy" Mitha menganggukan kepalanya.
"Mommy tinggal dulu ya, Mommy mau ke dapur dulu" Yuki mengusap pipi Mitha lembut.
"Iyess, Mommy" Mitha memberikan senyum termanisnya untuk Yuki.
Sesungguhnya hati Mitha merasa sedih, karena harus berpisah dengan kedua orang tuanya. Tapi sayangnya ia tidak bisa ikut mereka pergi, karena harus menjalani ujian akhir di sekolahnya.
****
Yudhis menolehkan kepalanya, ia menatap Mitha yang duduk diam di sebelahnya. Pandangan Mitha tampak di arahkan ke luar jendela, sesekali tangannya terangkat untuk menyusut air matanya.
Mereka tiba di halaman sekolah, Yudhis memarkir mobilnya.
"Mitha"
"Ehmm" Mitha menolehkan kepalanya.
"Jangan menangis dong sayang. Mitha harus fokus pada ujian, jangan sampai mendapat nilai jelek. Abang tidak mau ya punya adik yang nilainya jelek. Senyum dong!" Yudhis menghapus air mata di pipi Mitha. Mitha berusaha mengukir senyum manis di bibirnya.
"Senyumnya yang manis dong, jangan terpaksa" Yudhis mencubit pipi Mitha.
"Ehmm sakit" rajuk Mitha, Yudhis tertawa.
"Sakit?"
"Heum"
Cup
Tanpa Mitha menduga, Yudhis mengecup pipi kanannya.
"Selamat berjuang ya, semangat!" Ucap Yudhis, tapi Mitha masih terpana akan kecupan kilat Yudhis di pipinya.
"Heyy, kenapa melamun, ayo cepat, nanti terlambat!" Yudhis menepuk pipi Mitha lembut.
"Eeh, enghh, doain Mitha bisa menjawab semua pertanyaan ya Bang" ucap Mitha setelah tersadar dari terpananya.
"Pasti"
"Assalamuallaikum, Bang" Mitha mencium punggung tangan Yudhis.
"Walaikum salam" Yudhis mengusap lembut kepala Mitha.
Mitha ke luar dari mobil, lalu melambaikan tangannya sebelum melangkah meninggalkan Yudhis. Yudhis menatap punggung Mitha, senyum membayang di bibirnya. Tapi senyum itu memudar seketika, begitu melihat tiga orang siswa mensejajari langkah Mitha, dan tawa mereka terdengar sampai ke telinganya. Mitha tampak meladeni candaan mereka, Yudhis tidak bisa mengalihkan tatapannya, sampai Mitha dan ketiga temannya menghilang dari pandangannya.
****
Yudhis mampir ke bengkel Daddynya, sebelum pergi ke kantornya. Itu memang dilakukannya setiap pagi, untuk menyapa dan mendapatkan doa dari Bundanya.
Tiba di bengkel, ternyata Daddy dan Mommynya sudah ada di sana. Mereka tengah duduk di ruang makan bersama Bunda dan kakak Daddynya. Yudhis mengucap salam lalu mencium punggung tangan mereka satu persatu. Dikecupnya pipi Bundanya dengan penuh cinta.
"I love you, Bunda" bisiknya lembut.
"Bunda mencintaimu sayang" balas Ajeng juga dengan lembut.
Yudhis duduk di dekat Yuki, mommynya. Sementara Yuda duduk di kepala meja, Ajeng dan Yuki duduk di sebelah kanan dan kirinya. Sedang kakak Yuda duduk di sebelah Ajeng. Mereka, keluarga poligami yang sangat bahagia. Ajeng yang lemah lembut dengan keikhlasannya, dan Yuki yang tegar dengan ketulusannya.
"Bagaimana dengan Alea, Bang?" Tanya Ajeng pada Yudhis. Yudhis menarik dalam napasnya, sebelum menjawab pertanyaan Bundanya.
"Hubungan kami sudah berakhir Bunda" jawab Yudhis pelan. Sebelumnya, Yudhis sudah menyampaikan hal ini pada Daddy dan Mommynya.
"Kalian putus?" Tanya Ajeng sambil menatap Yudhis dalam.
"Iya, Bunda. Maafkan aku, Alea tetap pada pendiriannya untuk tidak ingin menikah sekarang. Dia minta waktu, aku memberinya pilihan, menikah sekarang atau hubungan kami berakhir. Dan dia tetap tidak ingin menikah cepat. Jadi aku putuskan untuk mengakhiri hubungan kami" tutur Yudhis. Ajeng memejamkan matanya, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi makan.
"Sejak awal kalian menjalin hubungan, sebenarnya Bunda sudah bisa merasakan kalau Alea itu wanita yang ambisius, dia tidak akan rela mengorbankan karirnya demi sebuah rumah tangga. Dia berusaha menyembunyikan rapat hubungan kalian demi popularitasnya."
"Maafkan aku Bunda"
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Bang. Semuanya sudah terjadi, Alea mungkin bukan jodohmu, tapi yakinlah, kalau Allah pasti sudah mempersiapkan jodoh yang terbaik untukmu, aamiin"
"Aamiin" sahut semuanya.
"Mitha sudah kamu antar ke sekolahnyakan, Bang?" Tanya Yuki.
"Sudah Mommy" jawab Yudhis.
"Mitha anaknya tetangga kalian?"
"Iya, Aunty. Orang tuanya pergi ke Surabaya, karena bibiknya Hanum meninggal. Mitha sedang ujian jadi tidak bisa ikut. Jadi Mitha tinggal di rumah kami sementara orang tuanya pergi" ujar Yuki menjelaskan.
"Ooh, jaga Mitha baik-baik Bang, jangan sampai mengecewakan orang tuanya"
"Iya, Bunda" Yudhis menganggukan kepalanya.
BERSAMBUNG