Praangggg ....
Natt tersentak kaget begitu ia meletakkan gelas bir ke meja dan suara benda pecah dari arah pintu masuk menghentikan keriuhan bar. Ini adalah bar kedua tempatnya bekerja, yang langsung menerimanya karena sekarang adalah akhir minggu dan bar tersebut kekurangan tenaga. Ia tak mungkin bekerja di bar milik Darren meski pria itu tidak memecatnya secara langsung. Pria itu akan menguasai dirinya seperti perabot yang sudah dibeli.
Natt menoleh, Dan di sana, di antara keriuhan para pengunjung bar, Natt bisa melihat Darren Ario Ellard, dengan tongkat bisbol yang Natt kenali, bertengger di pundak. Berdiri di tengah pintu masuk. Dengan beberapa pengawal di belakang. Lengan kemeja pria itu digulung hingga siku, tanpa dasi dan dengan dua kancing teratas yang terbuka. Lutut Natt terasa seperti jeli, terhuyung ke belakang. Sumpah pria itu benar-benar bukan omong kosong.
Semua pengunjung berhenti menari, berhamburan ke sana kemari, Suara bising bercampur pekikan mengalahkan suara musik. Menyebar ke seluruh ruangan. Sebagian mencoba mencari tahu karena rasa penasaran tapi lebih banyak yang melarikan diri lewat pintu keluar darurat ataupun pintu belakang.
Natt tak tahu kenapa dirinya tidak ikut melarikan diri, karena tahu kedatangan Tuan Darren kemari pasti karena dirinya. Kakinya terlalu lemah untuk bergerak, apalagi berlari. Tubuhnya terhuyung ke belakang, bersandar ke meja dan tanpa sengaja menjatuhkan gelas yang tadi diletakkan di sana. Tamu yang ia layani pun sudah pergi entah ke mana.
Tatapan Darren langsung menemukan Natt yang pucat pasi. Pandangan mereka bertemu dan Darren menggoyangkan sedikit bahunya. Baammm ...
Pemilik bar keluar dari ruangannya. Segera mencari tahu akar keributan dan bergegas menghadang. Namun, kepanikannya segera terbang begitu Darren menyodorkan selembar kartu nama kepadanya.
“Aku akan mengganti semuanya dengan murah hati. Dan khusus untuk malam ini, aku akan menjadi pengunjung khusus. Jadi singkirkan semua orang-orang dari hadapanku, kecuali ...” Seringai di bibir Darren naik, tangannya terangkat dan telunjuknya menunjuk tepat ke arah Natt. “Dia.”
Si pemilik bar mengikuti arah tangan Darren.
“Aku ingin dia yang melayaniku.”
***
“Duduklah,” pintah Darren setelah Natt meletakkan dua gelas bir di meja.
Dalam sekejap, suasana bar menjadi begitu hening yang dipenuhi ketegangan. Tak ada lagi pengawal Darren yang membantu pria itu menghancurkan beberapa perabot, pun dengan seluruh pelayan bar. Seperti sebelumnya, bar itu menyisakan dirinya dan Tuan Darren seorang.
“Menunggu dan bersabar sama sekali bukan gayaku. Uang, perhatian, dan kesabaranku. Berapa banyak lagi yang akan kau minta dariku?”
Natt masih berdiri terpaku dengan kakinya yang lemas di depan meja. Tangannya meremas nampan di d**a, menyalurkan ketakutan yang masih tidak berhenti mengaliri aliran darahnya. Tongkat bisbol yang dibawa pria itu diletakkan bersandar di meja, di dekat kaki Tuan Darren. Natt berusaha tidak melirik ke tempat tersebut, tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria itu dengan tongkat bisbol kepadanya.
Apakah Tuan Darren tipe pria yang kasar meksipun pada seorang wanita? Ya, ia tahu pria itu adalah seseorang yang tak pernah menghargai seorang wanita dari cara bicara yang selalu merendahkannya, tetapi dalam hati Natt berharap Tuan Darren bukanlah seorang yang ringan tangan.
“Aku sudah mengeluarkan uang begitu banyak, apa kau masih menolak untuk menemaniku?”
Natt duduk. Tetapi sebelum pantatnya menyentuh sofa, lengannya ditarik dan terduduk di pangkuan Darren. Natt tersentak kaget, langsung akan melompat. Tetapi dengan cepat pantatnya kembali mendarat di paha Darren. Kali ini pria itu menahannya pinggangnya dengan cekalan yang kuat.
“A-apa yang Anda lakukan, Tuan?” cicit Natt.
“Ini.” Darren menangkap dagu Natt dan langsung memagut bibir wanita itu dengan lumatan yang rakus dan kasar. Meluapkan seluruh kefrustrasiannya akan penolakan Natt yang tidak henti-hentinya mengusik egonya sebagai seorang arogan yang tampan.
Semua wanita yang ia lirik saja, rela melakukan apa pun untuk lebih dari sekedar mengemis lirikan matanya. Dan Natt setelah menggodanya, dan berhasil tak hanya mendapatkan lirikan matanya, melainkan seluruh perhatiannya yang sudah dirampas karena obsesinya terhadap tubuh seksi Natt, malah menolaknya mentah-mentah.
Wanita itu mempermainkan egonya sebagai seorang pria, tapi sayang. Natt tidak tahu dirinya tak suka permainan ini berakhir begitu saja. Tentu saja ia harus memastikan permainan ini menjadi miliknya.
Natt berhasil melepaskan diri dari lumatan Tuan Darren hanya karena pria itu memberinya kesempatan untuk bernapas. Pria itu menciumnya dengan cara yang kasar. Sengaja untuk melecehkannya. Melihat kilat yang menghiasi bola mata gelap Tuan Darren, jelas pria itu sengaja ingin membunuhnya.
Darren terkekeh geli. Menyandarkan kepalanya di punggung sofa dan menatap Natt yang berusaha bernapas dengan tergesa. “Kau tak akan mati konyol hanya karena sebuah ciuman, Natt Honey.” Darren memberi jeda sejenak. “Setidaknya sebelum aku mencicipi tubuhmu.”
Natt melompat turun dari pangkuan Darren. Nyaris terjungkal ke belakang karena sepatu hak tingginya yang terpeleset.
“Saya sudah mengatakan akan membayar semua uang Anda.”
Darren mendengus sinis. “Aku tak tahu, kenapa orang plin plan sepertimu berhasil masuk dan bekerja di perusahaanku. Sepertinya aku perlu menyelidiki bagian HRD yang meloloskanmu.”
Natt membelalak. Kehilangan suara untuk berkelit.
“Kau mungkin plin plan, tapi kau tentu ingat permohonan yang kau katakan padaku, kan?”
‘S-saya akan melakukan apa pun untuk Anda. Tolong selamatkan saya dari dia, Tuan.’ Permohonan pilunya bergema di kepala meskipun Natt menolak untuk ingat.
“Aku sudah membelimu. Membeli tubuhmu, kenapa kau masih saja berkelit. Jangan menguras kesabaranku lebih dari ini. Sekali aku membuangmu, aku tak akan menerima sampah sepertimu untuk kedua kalinya.”
Natt menahan hatinya yang terasa diinjak-injak oleh kata-kata hinaan Darren. “S-saya mencintai kekasih saya.”
Darren tertawa. “Ya, kau bisa mencintainya sesukamu. Apa itu ada hubungannya dengan transaksi kita?”
Wajah Natt yang seputih kapas kini membeku. Ia lupa berurusan dengan orang berengsek macam apa yang ada di depannya. Bahkan kata berengsek masih terlalu halus untuk pria tak berhati nurani di depannya ini.
“Kemari barangmu dalam tiga menit dan ikut denganku. Aku tidak akan mengatakan apa yang akan kulakukan padamu jika kau berani melarikan diri lagi kali ini. Biarkan otakmu sendiri yang menerka.” Darren menegakkan punggungnya, mengambil tongkat bisbolnya dan mengetukkannya di lantai tiga kali. “Aku bukanlah orang yang bisa kauhadapi. Jaga sikap aroganmu tetap merendah di depanku.”
Natt tak bisa menahan kelumpuhan yang menyerang kedua kakinya meski ia harus berpura-pura. Ia jatuh terduduk di sofa, menatap ancaman nyata di kedua mata Darren. Ia tidak punya pilihan lain selain menyerahkan tubuhnya kepada pria itu, ratap Natt sesak.
***