kecurangan

1442 Kata
Reegan duduk di atas sofa kulit berwarna merah yang terletak dibelakang meja. Dikelilingi anak buahnya yang berdiri di belakangnya. Reegan menatap pria di hadapannya." Kenapa kau membantu gadis itu melarikan diri?." Lucian terdiam sesaat, tangannya memainkan gelas wiski lalu meletakkannya di atas meja. "Maaf,aku hanya tidak ingin melibatkan seorang wanita, apalagi dia tidak tahu apa apa." Mata gelap Lucian melihat sekilas ke arah Reegan. "Atau..jangan jangan kau menaruh hati padanya?." Reegan mengatupkan bibirnya,menatap Lucian. "Sudahlah,kau tidak perlu bersikap seperti itu karena wanita, semua proyek yang kita bangun sekian lama bisa jadi berantakan." Lucian menyilangkan kedua tangan di dadanya. "Yakin hanya itu alasanmu?." Tindakan Lucian di luar perkiraan Reegan, sahabat sekaligus partner kerja telah membebaskan gadis incarannya selama ini. "Apa aku pernah membohongimu?." Lucian memiringkan kepalanya lalu tersenyum tipis ketika mengeluarkan rokoknya. "Aku mau dia." Gerakan Lucian yang hendak menyalakan rokok tertahan. "Apa?." "Aku ingin dia jadi milikku." Ucapnya tegas. Lucian tertawa pelan lalu menyalakan rokoknya seolah olah apa yang dikatakan Reegan hanyalah sebuah lelucon. "Bukankah kau sekedar untuk balas dendam pada gadis itu?apakah dengan memperkosanya itu tidak cukup membuat mentalnya terpuruk?." Kata kata Lucian menusuknya lebih dari ia kira.Reegan mengambil gelas wiski di atas mejanya lalu menyecapnya.lalu meletakkan gelas wiski diatas meja. Reegan menarik nafas dalam dalam lalu mengembuskannya kasar,ia menoleh ke belakang dan menatap anak buahnya di belakang. "Cari gadis itu,dan bawa ke sini dalam keadaan hidup..jangan kembali sebelum kalian menemukannya." Semua anak buahnya mengangguk,lalu mereka meninggalkan ruangan. "Apa kau tidak puas?." Lucian mematikan rokoknya di asbak yang ada di atas meja.Lalu berdiri dan mendekati meja membuka koper miliknya,mengambil dokumen berwarna coklat,lalu ia kembali duduk di samping Reegan. "Percayalah,dia bukan gadis yang kau cari selama ini,wajahnya saja yang mirip...baca." Lucian menyerahkan dokumen itu pada Reegan. Reegan membuka dokumen itu lalu membacanya pelan . "Aku tidak perduli dia gadis yang aku cari atau bukan." Reegan menyerahkan kembali dokumen yang berisi daftar riwayat hidup dan akte kelahiran Siene. Lucian menyimpan dokumen itu di atas meja,lalu ia menghela nafas panjang,ia menundukkan kepalanya tidak mengerti apa tujuan sahabatnya itu terhadap Siene. "Aku masih ada pekerjaan." Reegan menepuk pundak Lucian lalu ia berdiri melangkahkan kakinya keluar ruangan,meninggalkan sahabatnya sendirian. "Lucian meraih gelas wiski lalu menyecapnya,memainkan gelas itu sesaat lalu meletakkannya kembali.Ia menyandarkan tubuhnya di sofa menatap langit langit ruangan.Ingatannya menerawang jauh pada masa lalu. Demi tampuk kekuasaan sebagai ketua aliansi besar,Reegan tega mengkhianati dan menjebak sahabatnya sendiri Alexander alvaro dengan seorang wanita bernama Qiel mereka di buat mabuk dan melakukan hubungan terlarang dan menyebabkan wanita itu hamil.Akibat kelicikan Reegan pada sahabatnya membuat Alexander mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pemimpin aliansi. Sementara wanita itu membalaskan dendam pada Reegan dengan menghabisinya dan juga keluarga Reegan. Lalu menghancurkan semua proyeknya. Namun Reegan berhasil selamat dari amarah wanita itu.Dan wanita itu menghilang entah kemana. Lucian menarik nafas panjang." Qiel.." gumamnya pelan.Lalu ia menatap sebuah foto yang tergeletak di atas meja. "Elena dan Qiel memiliki wajah serupa, aneh.." Lucian berdiri, sesaat tertegun memasukkan kedua lengannya kedalam saku celana,ia menundukkan kepalanya. "Aku harus menemui Elena dan menyembunyikannya dari Reegan.Lucian tersenyum tipis menganggukkan kepala berkali kali lalu ia melangkahkan kakinya dari ruangan. **** Sebuah mobil terparkir dihalaman rumah Elena sesaat ia menatap rumah itu dari balik kaca mobil. Lalu ia keluar dari pintu mobil dan menutupnya. " Sepi." Ucapnya pelan.Lalu ia melangkahkan kakinya mendekati rumah Elena.Namun langkahnya terhenti saat seseorang menyentuh pundaknya dari belakang. Lucian menoleh lalu membalikkan badan. "Pak Arga?anda di sini?." Tanya Lucian menatap Arga. Arga mengerutkan dahi. "Seharusnya saya yang bertanya pada anda.Sedang apa anda di rumah Elena?." Arga balik bertanya menatap curiga. "Saya ada perlu dengan Elena, apa dia ada dirumah?." Lucian tertawa kecil mengusap tengkuknya. "Dia sudah lama tidak tinggal di sini lagi." "O,ya?." Lucian mengernyitkan dahi menatap Arga lalu menoleh ke belakang menatap sesaat pintu rumah Elena. Arga mengangguk,sesaat tertegun menatap Lucian. " Sebaiknya anda pulang,percuma anda ada di sini lama lama." Ucap Arga sinis. Lucian berdecak,lalu ia mengangguk. "Baiklah,terima kasih atas infonya." Lucian melangkahkan kakinya,sesaat menoleh menatap Arga yang berdiri di sampingnya,lalu menepuk pundak Arga dua kali.Arga menoleh menatap Lucian yang tengah tersenyum menatapnya.Lalu ia beranjak pergi meninggalkan rumah Siene. "Rupanya gadis itu mendengarkan kata kataku malam itu." Gumamnya pelan. **** Sementara di tempat lain,di markas kedua Salavatrucha.Seorang pria tengah menatap sosok wanita dihadapannya tengah meringkuk diatas kasur dengan tatapan cemooh. "valeri." Pria itu membungkuk menyibak rambutnya yang tergerai menghalangi wajahnya yang lebam lebam biru dan terdapat sobekan di pelipis dan bibirnya hingga wanita itu tidak sanggup berdiri lagi. "Jadi,nama samaranmu itu Risma,bukan begitu?." Pria berambut panjang yang sedari tadi hanya duduk menikmati pertunjukan angkat bicara. "Lucius,kau memang licik!." Seru Risma menatap benci pria yang di sebut namanya. Lucios menatap Risma dan mengembuskan asap rokok ke wajah Risma." Kau fikir aku bodoh dan tidak tahu penyamaranmu nona Valeri alias nona Risma?." Ucapnya terkekeh. "Kau cukup cerdas berhasil mengelabui kami sekian lama." "Joe." Ucap pria berambut panjang itu memanggil temannya yang berdiri dibelakangnya,lalu joe berjalan maju ke depan menatap pria yang berambut panjang.Lalu beralih menatap Risma. "Dimana kalung liontin itu." Ucapnya pelan lalu mengangkat tubuh Risma untuk berdiri supaya sejajar dengan nya. Risma diam tidak menjawab pertanyaan pria yang bernama Joe. "Katakan." Ucapnya lagi. Namun Risma tetap tak bergeming.Ia menutup mulutnya rapat rapat. "Katakan!." Pria itu memukul perut Risma dengan tangan kanannya hingga tubuh Risma terjungkal ke atas tempat tidur yang tak jauh dari tempatnya berdiri.Lalu pria itu kembali menarik tangan Risma supaya berdiri. "Kalau kau tidak mau bicara,aku akan melenyapkanmu juga putri kesayanganmu itu." Joe menarik rambut Risma ke belakang hingga wajahnya mendongak ke atas.Risma mengatupkan bibirnya menatap benci pria itu. "Atau kau ingin melihat aku membunuh gadis yang bernama Elena?." Ucapnya tertawa keras lalu mendorong kepala Risma. "Joe,kau bawa anak buahmu.cari gadis itu sampai dapat dan bawa kemari,dan perintahkan anak buahmu yang lain mencari keberadaan bocah kecil itu." Ucap pria berambut panjang menatap Joe. Joe mengangguk lalu berjalan meninggalkan ruangan. Risma tertunduk mengusap luka di wajahnya,tidak ada rintihan dari mulut Risma meski ia dalam keadaan mengenaskan.Sebagai Interpol ia memilih mati dari pada membuka rahasia. "Kau dengar?." Pria berambut panjang itu mengangkat satu kaki nya ke tepi kasur, "dalam 24 jam,kau akan melihat dua mayat sekaligus kalau kau masih tutup mulut." Pria berambut panjang itu menurunkan kakinya lalu ia balik badan.Sesaat menoleh ke arah Risma. "Aku tahu bagai mana cara untuk membuatmu buka mulut." Lalu ia kembali melangkahkan kakinya dan memanggil dua orang anak buahnya dari depan pintu. Tak lama dua orang pria datang dihadapan pria berambut panjang itu,lalu mereka berbicara pelan di depan pintu,dua anak buah pria itu menatap Risma sesaat lalu kembali melanjutkan pembicaraannya dengan pria rambut panjang itu.Lalu mereka masuk kedalam bersamaan.Mereka bertiga menatap Risma sesaat.Lalu saling pandang satu sama lain dan tertawa keras. "Kau tidak perlu takut,mereka akan membawamu terbang ke surga,hahahahah." Pria berambut panjang itu menatap ke dua anak buahnya,lalu menepuk d**a salah satu dari anak buahnya dengan tertawa keras,di ikuti dua anak buahnya ikut tertawa. "Kau tidak akan mendapatkan apa apa dariku,sekalipun kau bunuh aku." Menatap benci ketiga pria di hadapannya.Pria itu menatap geram Risma lalu ia menatap dua anak buahnya memberikan kode untuk segera melakukan perintahnya.Lalu pria itu beranjak pergi meninggalkan ruangan dengan mengunci pintu ruangan.Kini di ruangan itu hanya ada desah nafas Risma yang memburu karena takut,dan dua pria yang tengah bersiap menerkam Risma bersamaan. Satu jam berlalu,Risma terkulai lemas bermandikan keringat terbaring diatas tempat tidur,tubuhnya di selimuti oleh kedua pria itu tertawa puas lalu kembali mengenakan pakaiannya,salah satu pria yang telah selesai menggunakan pakaiannya lebih dulu berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kamar keluar memanggil pria berambut panjang.Tak lama mereka datang menghampiri tubuh Risma yang terbaring di atas tempat tidur,mereka menatap tubuh Risma lalu tertawa keras.Pria berambut panjang itu mendekati tepi ranjang dan sedikit membungkuk menyentuh wajah Risma membangunkannya. "Bangun!." Ucap pria berambut panjang itu mengguncang wajah Risma,pria berambut panjang itu kembali mengguncang wajah Risma,namun tidak ada pergerakan sama sekali.Lalu ia meletakkan satu jarinya di hidung Risma untuk memastikan dia masih hidup. Pria berambut panjang itu menatap kedua anak buahnya. "Dia pingsan" Ucapnya pelan.Dua anak buahnya membulatkan kedua matanya mereka saling pandang. "Antarkan dia ke rumahnya,sekarang dia sudah tidak berguna lagi buat kita,tuan Reegan sudah mengetahui dimana uang dan kalung itu berada." Ucap pria itu menatap anak buahnya.Lalu pria itu beranjak pergi meninggalkan ruangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN