Salavathuca

1329 Kata
Lucian duduk di atas sofa menatap tubuh seorang wanita yang terbaring di atas kasur dalam kondisi mengenaskan. "Apa dia masih hidup?" tanya seorang pria yang duduk di kursi di belakang meja yang tertata rapi menatap layar monitor sesaat lalu menatap Lucian. Lucian menarik nafas dalam lalu mengembuskan kasar. "Sepertinya masih hidup tuan Reegan," ucap Lucian menatap tubuh wanita itu. "Siapa yang melakukannya?" Reegan menghirup kopinya lalu menatap foto foto di layar monitor yang baru saja orang kepercayaannya kirimkan. "Salavatrucha." Reegan mendengus kasar menatap foto foto orang orang dari kelompok garis keras di monitor. Salavatrucha adalah kelompok paling kejam berdiri semenjak tahun 1980, yang berisikan ribuan anggota penyelundupan narkoba, pasar gelap dan perdagangan manusia dan penjualan senjata. Tapi kelompok ini sulit untuk ditangkap dan kepolisian belum bisa mendapatkan bukti apapun mereka terlalu licik dan licin." Lucian mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya. Pria itu memainkan rokoknya sesaat sebelum menghisapnya dalam dalam. "Seharusnya kita tidak berurusan dengan mereka, tapi ini menyangkut gadis itu bukan begitu Reegan?." Reegan menatap Lucian lalu ia berdiri dan mendekatinya. "Coba kita lihat keseluruhan yang ikut terlibat dengan wanita itu." Reegan menepuk pundak Lucian,sahabat sekaligus partner kerja dalam bidang spesialisasi Game Theory, bergerak dalam bidang matematika yang mempelajari pola pola untuk memprediksi masa depan. Sementara Reegan sendiri ahli Fisikiawan Partikel Diskrit. Dia ikut melibatkan diri dalam masalah kelompok garis keras itu karena ada seorang gadis yang sedang dia incar yang ikut terlibat. Lucian mendongakkan kepala menatap Reegan yang berdiri di sampingnya, lalu beralih menatap wanita yang terbaring di atas kasur yang mulai ada pergerakan. "Sepertinya wanita ini sedang dalam penyamaran," ucap Lucian menatap wanita itu yang tengah merintih kesakitan.Lalu ia berdiri berjalan mendekati wanita itu. "Ahhk.." ucap wanita itu lirih,pandangan matanya tertuju pada pria yang tengah berjalan mendekatinya memiliki wajah rupawan namun terkesan kejam, sedangkan pria yang berdiri di dekat sofa memiliki wajah yang tak kalah rupawan dengan pria tadi menggunakan kemeja putih kancing yang terbuka sampai ke d**a bermata biru. Wanita itu bangun dan turun dari tempat tidur duduk di tepi kasur dengan wajah lusuh. "Terima kasih," ucap wanita itu pelan, sesaat menatap Lucian lalu tertunduk mengusap bola matanya yang lebam. Reegan berjalan mendekati meja lalu ia mengambil satu buah foto wanita yang tergeletak di atas meja, ia berjalan mendekati wanita itu, memperlihatkan sebuah foto pada wanita itu. "Apa hubunganmu dengan wanita ini?." "Elena?" ucapnya dalam hati, wanita itu mendongak menatap Reegan. "Mengapa kau melibatkan orang lain dalam masalahmu?" Reegan menyilangkan kedua tangannya di d**a, "Aku tidak mengira kau menempatkan sahabatmu sendiri dalam bahaya." "Bukan urusanmu," jawaban singkat wanita itu membuat Reegan berubah suram. "Aku tidak tertarik dengan uang curian, tapi gadis itu lebih penting dari pada uang itu, jadi kau harus bekerja sama jika kau ingin keluar dari organisasi itu." Reegan melirik ke arah Lucian yang berdiri disampingnya Lucian duduk ditepi kasur menghadap wanita itu. "Kau tahu?kau tidak akan selamat kalau bukan aku yang menyelamatkanmu." Lucian menghisap rokoknya lalu ia mematikannya di asbak kristal yang ada di atas meja samping tempat tidur "Aku tidak tahu siapa kalian,ucapan kalian tidak bisa aku percaya,atau sebaliknya?." Ucap wanita itu berdiri menatap Reegan lalu beralih menatap Lucian. "Terserah jika kau tidak percaya, aku tidak akan menahanmu." Reegan tersenyum tipis menatap tajam wanita itu. Reegan menarik kursi dan meletakkan didepan wanita itu, lalu menarik tangannya untuk kembali duduk. "Dimana bukti bukti kejahatan mereka kau simpan?." "Aku tidak tahu." Jawab wanita itu dengan tenang. Lucian menarik nafas gusar,lalu berdiri dan mengangkat dagu wanita itu. "Jika kau tidak mau bekerjasama,aku akan mengembalikan kau pada mereka." Lucian mendorong dagu wanita itu. "Lucian." Reegan berdiri dan menepuk pundak Lucian, "Kau bawa gadis itu ke rumahku,aku tidak mau dia terluka sedikitpun." Lucian tersenyum tipis lalu ia berjalan mengambil jas hitam miliknya yang tergeletak di sofa. "Oke." Lalu dia melangkahkan kakinya menuju pintu dan keluar dari ruangan setelah menutup pintu kembali. "Apa yang akan kau lakukan pada sahabatku?." Wanita itu menatap Reegan yang tengah berjalan menuju pintu.Reegan menoleh dan tersenyum miring. "Bukan urusanmu nona risma."Reegan menatap wanita itu yang terlihat pucat dan lesu,lalu kembali melangkahkan kakinya keluar ruangan meninggalkan wanita itu sendirian. "Apa yang harus aku lakukan? Elena..maafkan aku." Ucap wanita itu yang tak lain Risma sahabat Elena dengan nada tercekat, " aku harus kabur dari tempat ini." Reegan dari balik kaca ruangan lain memperhatikan gerak gerik Risma. "Tuan melepaskan wanita itu?." Ucap pria yang berdiri di belakang Reegan. Reegan mengalihkan pandangannya pada kaca itu lalu mengangguk sekilas. "Akan lebih baik begini,kita bisa melihat sejauh mana keterlibatan wanita itu dan Salvatruca." Risma terus berjalan hingga ia terduduk di tepi jalan,berusaha mengatur nafas sebisa mungkin,ketika akhirnya ia berhasil keluar dari rumah itu.Lalu ia menoleh kesamping menatap sebuah taksi yang sedang menepi.Ia menghampiri taksi tersebut. Risma mengetuk kaca mobil taksi tersebut,lalu keluarlah seorang pria dari dalam taksi menatap Risma dengan tatapan dingin. "Pak antarkan saya ke jalan Delima no sepuluh." Sopir taksi itu mengangguk lalu masuk ke dalam taksi. Risma langsung membuka pintu taksi lalu duduk di kursi belakang,tanpa menaruh curiga pada sopir taksi.Risma hanya memikirkan keselamatan putrinya sehingga ia tidak menyadari kalau pintu taksi sudah terkunci rapat dan membawanya menuju markas Salavatrucha. **** Sementara itu ditempat lain,Arga menempatkan beberapa penjaga di rumah Elena, apa yang dilakukan Arga sangat berlebihan menurut Elena dan itu membuatnya tidak nyaman. Elena berdiri di depan pintu menatap empat orang pria.Mereka ada dirumah Elena sudah lebih dari enam hari. Elena menoleh menatap Arga yang tengah duduk di kursi ruang tamu sedang memainkan ponselnya. "Lebih baik kau bawa pulang anak buah kamu itu." Ucap Elena berjalan mendekati Arga lalu mengambil ponsel milik Arga,ia lemparkan ke atas kursi disampingnya. "Tapi Si..itu untuk keselamatan kamu juga." Arga mendongakkan kepala menatap Elena. "Aku tidak mau ada penjagaan dirumahku,aku mohon." Elena melipat kedua tangannya memohon pada Arga. "Elena," Arga berdiri menyentuh tangan Elena lalu menurunkannya ke bawah dan menangkup wajah Elena. "Aku tidak mau terjadi apa apa sama kamu." Arga terlalu menyayanginya,sehingga dia menjadi sangat perhatian dan menempatkan empat penjaga dirumah Elena. "Tapi kau terlalu berlebihan,dan aku tidak menyukainya." Elena menghempaskan tangan Arga dari wajahnya,lalu ia duduk dikursi mendengus kasar. Arga jongkok dihadapan Elena, mendongakkan kepalanya menatap Elena. "Maaf,aku menolak permintaanmu kali ini,semua demi kamu." Elena diam menatap wajah Arga kesal. Apa yang dilakukan Arga memang benar, tapi itu akan menjadi beban perasaan bagi Elena.Ia merasa bahwa kini hidupnya tergantung orang lain dan itu sangat di hindarinya.Apalagi ia tidak mencintai Arga. "Hei..ayolah,jangan menatapku seperti itu,aku hanya terlalu khawatir." Arga menyentuh pipi Elena lembut. "Sudahlah." Elena menepis tangan Arga dari pipinya lalu berdiri dan berjalan masuk ke kamar dengan mengunci pintu kamar dari dalam. Arga tertunduk mengusap rambutnya kasar lalu menarik nafas dalam dalam,ia berdiri dan berjalan mendekati pintu kamar Elena,lalu ia mengetuk pintu kamar. "Elena.." "Pergi !! Arga menundukkan kepala dengan satu tangan masih mengetuk pintu berharap Elena membuka pintu kamar,Ia menghela nafas panjang mengangkat kepalanya menatap pintu kamar.Semua hal yang dilakukannya untuk Elena selalu salah di matanya,mungkin harus bersabar dengan apa yang tidak disukainya pada diri Elena yang keras kepala sebelum ia mendapatkan cintanya. Arga menggigit bibir bawahnya menghela nafas dalam dalam lalu ia hembuskan pelan. " Baiklah Elena,aku akan menarik mereka dari rumahmu,tapi biarkan mereka menjagamu dari jauh." Arga tersenyum tipis lalu balik badan melangkahkan kaki nya menjauh dari pintu kamar. Lalu ia menemui empat anak buahnya yang sedang mengawasi sekitar. "Hei kalian,aku minta kalian menjaga Elena dari kejauhan,jangan sampai Siene melihat kalian semua,kalian paham?." Arga menatap satu persatu anak buahnya yang mengangguk tanda mereka mengerti maksudnya. "Siap tuan." Lalu mereka beranjak pergi mengawasi Elena dari tempat tersembunyi dari pandangan Elena. Sesaat Arga tertegun,lalu ia menoleh ke arah rumah, ia berjalan mendekati mobil yang terparkir, membuka pintu mobil lalu masuk dan menjalankan mobilnya.Ia merasa lega meninggalkan Elena di rumah jika ada dalam pengawasannya,meski Elena kerap kali marah dengan apa yang Arga lakukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN