Keesokan harinya Keira sudah berada di rumahnya. Dia memandangi setiap sudut rumah yang begitu banyak kenangan - kenangan indahnya bersama Dean. Hampir di setiap tempat pernah mereka lakukan hubungan suami-istri. Tanpa terasa kenangan - kenangan indah tersebut membuat bening - bening kristal keluar dari mata indah Keira. Kenangan bersama Dean begitu melekat erat di dalam pikirannya. Tanpa terasa dia memegang dadanya yang terasa begitu sakit. Kenangan indah bercampur dengan kenangan buruk. Rasa sakit kehilangan anak yang belum sempat lahir ke dunia membuat Keira tidak dapat lagi membendung semuanya. Dia menangis terisak dengan segala kesakitan yang luar biasa menghujam jantungnya. “Maafkan Mama, Nak. Maafkan Mama.” Hanya kata - kata maaf yang mampu terucapkan dari bibir Keira denga