Ana berada di hadapanku duduk dan diam-diam mengamati apa yang ia lihat di sekelilingnya. Suasana Apartemenku, sesekali ia menggerutu dan memutar kedua bola matanya lalu ekspresinya berubah lagi. Kadang-kadang ia membuatku penasaran atas apa yang kini tengah ia pikirkan. Ia melirik ke arahku lalu melirik ke arah lain, tampak ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu. Kedua kakinya bergerak, mengetuk-ketuk lantai seolah ada sesuatu yang mengganggunya ia menghela nafas sebelum kembali menatapku dan mengatakan sesuatu.
Aku tak suka menceritakan privasiku, tapi Ana bukan seseorang yang bisa mengikuti apa yang orang lain perintahkan tanpa di jelaskan sesuatu. Ia butuh penjelasan. Sangat merepotkan karena harus melakukannya, aku ingin dia mengikuti apa yang ku inginkan tanpa banyak pertanyaan.
“Aku tahu untuk apa aku di sini! Kau ingin mengunci mulutku kan. Aku tidak bisa merasa aman denganmu, duduk di sini seolah tak melihat apapun di gudang itu. Bukankah kau seharusnya menyerahkan diri? Kau habis membunuh!.”perkataannya membuat sebelah alisku erangkat tinggi. Aku memililiki alasan kuat untuk melakukan suatu hal.
“Mereka sekelompotan mafia Ana. Puluhan orang terbunuh di tangan mereka kenapa aku harus melakukan itu. Aku hanya membantu orang-orang yang merasa marah karena kehilangan keluarga mereka.”
“Benarkah!,”aku meraih cangkir kopiku menatapnya dari balik bulu mata, ia meragukan ucapanku. Terlihat tak percaya dan aku tahu ia akan berpikir demikian. “Mereka mafia? Bisa kau buktikan!.”
Cengkraman tanganku menguat, sedikit terkejut dengan ucapannya. ia masih berpikir aku mafia. dan menyamakanku dengan orang-orang itu. Ku rasa tak penting menjelaskan banyak hal, Ana tidak akn percaya dengan semua yang ku ceritakan. Dan dia tidak perlu tahu banyak hal. “tidak penting membuktikan semua hal itu padamu!.”
Ekpresinya menunjukkan betapa penasarannya ia dengan semuanya. Kau tidak perlu tahu apapun Ana, lakukan saja apa yang ku minta. “kenapa tidak penting? Kau tidak berusaha untuk meluruskan hal ini padaku!.”
“kenapa aku harus melakukannya!.”Ya. kenapa.
Ia diam untuk beberapa saat, banyak umpatan, kekesalan yang kini tengah ia pikirkan. Matanya menyipit, menatapku sengit. Helaan nafas jengkel lolos dari bibirnya, ia menyerah sepertinya. Aku tidak terlalu yakin ia tidak akan bertanya nantinya tentang hal ini lagi.
“Baiklah, terserah aku tidak peduli. Apa kau masih ingin membunuhku?.”aku hampir saja tersenyum ketika ia mengatakan tentang hal itu, aku tidak mungkin membunuhnya aku sudah berjanji, berbeda ketika sandiwara ini belum terjadi. Ia masih memikirkan tentang hal itu. ia masih berada dalam ketakutannya. Ana yang lucu.
“bantu aku dengan sandiwara ini maka aku akan melepaskanmu.”aku berjanji. Aku harap dia percaya dan segera menutup mulutnya rapat-rapat, tak ada yang ingin ku jelaskan lagi. Aku ingin kembali ke pekerjaanku, sekarang.
“Apa tidak ada wanita lain? Kenapa harus aku!.”pikiranku kembali berputar pada kejadian itu, seharusnya aku merapikannya segera setelah melihatnya, kedatangan nenek terlalu tiba-tiba dan aku tak punya pilihan, jika di pikir-pikir alasan ini cukup bagus untuk menghentikan perjodohan ini.
“nenek memergokiku memegang fotomu ketika mengunjungi kantorku!.”
Ekspresinya kembali terkejut, matanya membulat sempurna, bibirnya terbuka. Tiba-tiba saja ia menggelengkan kepalanya, entah apa yang tengah ia pikirkan, dia membuatku kembali penasaran. “kau terdengar seperti pengagum rahasia ku. Kau mencari tahu tentangku karena ingin membunuhku lalu nenekmu memergokimu dan mengira jika kau terobsesi padaku begitu!.”
Binggo, dia menebaknya dengan benar, tapi tidak dengan kalimat pengagum rahasia. “hilangkan pemikiran tentang obsesi, nenek ku hanya mengira kau kekasihku karena aku memiliki fotomu.”aku melihatnya mendengus, hanya perasaanku saja atau dia terlihat kecewa. Wanita ini sangat aneh, dia membuatku bingung. Matanya melirik ke arah lain sebelum kembali menatapku lagi.
“Apa aku bisa menolak?.”
“tidak.”tentu saja tidak, maaf karena aku kau tidak bisa bebas Ana. Kakek tidak akan main-main untuk membuktikan kebenaran.
“lalu kenapa kau bertanya!.”membuatnya kesal cukup menghiburku, ekspresi jengkelnya membuatku ingin tertawa, beberapa kali ia menghiburku sedikit menghibur. Seharusnya ia juga tidak perlu bertanya, ia seharusnya sudah tahu jika dia tidak akan bisa menolak hal ini, aku menginginkan ia membantuku melakukan hal ini dan kita berdua tidak akan berada dalam masalah.
“aku akan mengatur sandiwara ini, kau hanya harus mengikutiku! Kita akan melakukannya selama 3 bulan. Itu jangka waktu pacaran bukan, cukup ideal bagi kakekku sebelum akhirnya kita putus dan berlanjut di jalan hidup masing-masing. Setiap kali kau keluar dari pintu Apartemen ini, kau akan menjadi kekasihku. Kau mengerti.”
Ana harus mengingat siapa dirinya, menjadi kekasih pura-pura ku seharusnya tidaklah sulit, ia akan tinggal di sini untuk sementara dan menikmati semuanya gratis, aku tidak melarangnya untuk melakukan hal apapun, dan sebagai gantinya ia harus melakukan apa yang aku inginkan. Ana terlihat masih ragu, membuatku kesal. Bukannya ikuti saja apa yang ku minta.
“kakekmu berada di San Fransisco kenapa kita harus bersandiwara di sini?.”
“kau lupa!,”Ia terdiam, matanya melirik ke arah kiri. Mencoba untuk emngingat sesuatu yang terlupakan.“kakekku berkata akan mengawasi kita di pesta kebun kemarin. Dia akan menyewa seseorang untuk mengambil foto kita dan mencari tahu tentang hubungan ini. Percayalah!.”
“Ya. Aku percaya, kau sudah menunjukkan nya bukan. Nomor sepatuku benar 41.”Ana tersenyum dengan ekspresi yang berubah masam. Dia sangat ekspresif, perasaannya tergambar jelas di wajahnya tak bisa berbohong.
“Bukankah seharusnya kau senang? Aku yakin wanita yang akan dijodohkan denganmu adalah wanita yang sangat cantik. Kenapa kau tidak ingin menikah dengannya? Oh apakah kau Gay?.”
Pertanyaannya menyinggungku, apa aku terlihat seperti pria gay! Jika kau tahu apa yang ku lakukan kau tidak akan berani melakukan hal itu. aktifitas panas bukanlah benar-benar menjadi hobby, hal itu hanya selingan untuk melepaskan penat. Aku lebih menyukai pekerjaanku dan menjatuhkan musuh-musuhku. Melihat mereka hancur, hal itu membuatku merasa senang.
“Apa aku terlihat seperti itu?.”ias menatapku dari kepala hingga ke ujung kaki, mengamatiku seperti ayah mertua yang tengah menilai calon mantunya.
“Ya. Kau cukup rapih.”bibirku berkedut mengulum senyum. Tidak ada sangkut pautnya antara sexualitas dan kerapihan. Lucu sekali Ana.
“aku sudah terbiasa rapih nona Wren.”
“jadi kau sering berhubungan s*x dengan para wanita?.”
Ia menjadi canggung dengan pertanyaannya sendiri, aku mencondongkan tubuhku ke arahnya. Ujung bibirku tertarik membentuk seringaian. Ia menatapku serius.
“kenapa kau tertarik dengan hubungan ku nona Wren! Apa kau mulai tertarik padaku!.”
“Apa kau sudah gila! Kau bukan tipeku dan aku tidak akan menyukaimu!.”tiba-tiba saja ia bersuara keras, kedua bola matanya berputar. Pertama kalinya aku bertemu dengan wanita yang menurutku cukup lucu dan menyebalkan secara bersamaan. Dia membuatku banyak bicara.
“begitu pula aku! Aku tidak akan menyukaimu itu juga yang menjadi salah satu alasan kenapa aku memilihmu.”ekspresinya, aku menyukainya. Ia tampak terisnggung dengan ucapanku, entah kenapa. Tubuhnya bergerak mundur bersandar pada punggung sofa dengan kedua tangan bersedekap.
“kau akan menempati kamar atas, kamarku berada di lantai bawah. Jika butuh sesuatu, katakan saja.”
“kau akan membantuku?.”tiba-tiba saja ia berubah menjadi antusias.
“bibi Gail yang akan membantumu. Dia adalah asisten rumah tanggaku. Sentuh bel mikrofon yang berada di samping saklar lampu kamar. Dia akan segera datang menemuimu di atas.”
Ana tampak kecewa, seharusnya ia tak berpikir sebaliknya. Mana mungkin aku ingin ia repotkan dalam segala hal. “tidak apa jika aku mengacak-acak dapurmu?.”
Aku tidak keberatan selama ia setuju untuk berada dalam sandiwara ini dan tak membuat ku repot berada dalam satu apartemen yang sama dengannya. “kau boleh melakukannya sesukamu! Jangan bocorkan hal ini kepada siapapun kau mengerti.”
“baiklah, kita sepakat. Jangan menyesal dan mengingkari janjimu untuk tidak membunuhku atau aku akan menuntutmu.”
Lagi-lagi ia membahas tentang kematian.
“ya. kau bisa pegang janjiku.”
**
Wanita itu tidak disiplin, baru hari pertama dan dia sudah membuatku hampir terlambat. Ada rapat penting yang harus ku hadiri di jam 9 dan dia malah terlambat bangun kalau saja kakek tidak memantau kami aku akan meninggalkannya dan memilih untuk pergi bekerja lebih dulu di bandingkan harus menunggunya seperti ini. Dia membuatku kerepotan, dan ini baru hari pertama, hari pertama.
Di dalam mobil aku menjelaskan secara rinci detail apa saja peraturan dalam hubungan ini. poin penting sudah ku sebutkan dan seperti biasa, ia akan bertanya lebih jauh mengenai apapun itu yang ku katakan tentang peraturannya. “menyebalkan.”umpatnya. Phil memberhentikan mobilnya di pinggir jalan tepat di depan gedung kantor Ana. Ekspresinya terlihat masam, kejengkelannya tidak sebanding dengan kejengkelanku karena ia terus-menerus menolak untuk mengikuti keinginanku dan memprotes segala hal.
Keras kepala.
“Jangan mendobrak pintu mobilku.”ucapku ketika ia mendorong pintu mobil dengan keras saat keluar dari mobil. Langkahnya terhenti, tubuhnya berputar menghadap ke arahku.
“berhenti membuatku kesal.”sebelum kembali melanjutkan langkahnya menaiki beberapa anak tangga dengan terburu-buru menuju lobby. Aku masih memerhatikannya dan melihat seorang pria berdiri tak jauh darinya melihat Ana kleuar dari mobilku barusan. Aku mengenalinya, dia Niel sahabat Ana Wren, portofolionya juga masuk ke dalam emailku tadi malam.
Phil mulai melajukan mobilnya ketika pria itu menegur Ana dan berjalan bersama dengannya masuk ke dalam gedung. Aku melihat jam tangan di pergelangan kiriku sebelum melihat ke arah jendela. Aku belum melihat sesuatu yang mencurigakan, hanya saja.. hal ini tidak akan bertahan lama, mereka hanya terlambat untuk memulai.
“carikan seseorang untuk membuntuti Ana Wren. Jangan sampai wanita itu menyadari keberadaannya. Pantau saja dari jauh dan berikan informasinya padaku, setiap aktifitasnya dan juga pantau keberadaan orang suruhan kakek. Aku ingin tahu sejauh mana mereka memerhatikannya.”
“baik sir.”