Villa masih tampak lengang, pandanganku menerawang diantara gelap di depan sana. Kejadian di jamuan makan tadi seperti melemparku kembali pada kejadian tujuh tahun silam. Keluarga Aditama yang selama ini mati matian aku hindari akhirnya datang lagi. Entah apa sebenarnya yang membuat mereka begitu membenciku, padahal selama tiga tahun hidup seatap aku sudah berusaha diam dan tahu diri. Ponselku terus bergetar, tidak satu pun panggilan juga pesan masuk yang aku tanggapi. Terlalu melelahkan terus bergelut dengan semua rasa marah dan sakit hati, karena dipermalukan di depan begitu banyak orang. Siapa sebenarnya ayah kandungku? Aku memang selalu menolak tahu. Untuk apa? Dua puluh enam tahun hidupku baik baik saja meski tanpa kehadirannya. Mama sendiri yang sudah memilih pergi, jadi aku juga