Bertemu, Kalah Taruhan, JADIAN?!

1807 Kata
 "Elista Maharani Pradipta! sampai kapan tidur dalam posisi ikan kering dimasukkan dalam toples gitu?!" Nikmatnya tidur seketika musnah saat mendengar teriakan horror familier, membuatnya meloncat bangun sambil mengelus d**a, melirik mama yang kini berkacak pinggang di samping kiri, serta gayung berisi air diatas kepala, siap tumpah kalau sedetik saja ia masih tidur. "Tutup mulutnya, cantik. Mama lahirin anak gadis, bukannya jelmaan kuda nil." "Mama bisa aja deh." Ia mencium kedua pipi mamanya setelah meloncat – seolah ranjangnya setinggi tebing, dan lari begitu saja kekamar mandi sambil bersinandung, mungkin ia bisa lanjutin tidur di kamar mandi barang 5 – 10 menit. Mama hanya menggeleng ketika mendengar sinandung riang anaknya – disertai bunyi gayung jatuh berulang kali. "mandi yang bener. Jangan ributnya aja yang ditonjolin. Awas kalau gak harum!" "iya mamaku tersayanggggg." Jawaban si bungsu membuatnya tersenyum sebelum menutup pintu kamar kembali. Melanjutkan sarapan yang tertunda. ∞õ∞ "Kok lama? " "Bukannya tadi kata mama abis dibangunin, lo langsung semangat '45 kekamar mandi, dek?"Paginya selalu indah kalau bisa membuat si bungsu mendengus jengkel, dengan mulut sibuk mengunyah dan menelan secara bersamaan.  "kebablasan lanjutin tidur dikamar mandi, kak." Ia mengelus rambut adiknya yang acak – acakan itu dengan sayang. "Udah pendek segini masa gak sisiran, dek? Cantik – cantik kelakuan kayak gadis hutan." "Bodo amat, kak." Gemas karna tak dianggap, ia langsung mengambil segelas s**u coklat milik adiknya itu, dan meminumnya sampai habis. "s**u lo abis, dek. Enak banget. Bikinin lagi dong..." Lista melirik dengan kening berkerut kearah kakak tertua nomor dua, Febrian Risnadi Pradipta kini mengelap mulutnya dengan tisu karna belepotan s**u. Aksi malas merespon terlupakan. "itu bukan milik gue, kak. Sejak kapan gue suka minum itu?" Hah? "Biaaannn!!!!! Lo apain s**u diet gue?!"   Teriakan histeris di belakang mereka membuatnya terpingkal hingga sakit perut. "mampus lo kak, diomelin kak Erika." Bukan Bian namanya kalau yang bersangkutan memasang wajah berdosa. Malah, pria berumur 20 tahun, mahasiswa kedokteran semester awal, dengan sorot mata hijau toska serta wajah papah versi muda, Putra Pradipta , menyengir penuh humor. Lesung di kedua pipi kakaknya semakin dalam saat tersenyum. "Duh kak Rika, lo itu udah langsing ngalahin model VS, ngapain minum s**u diet tak penting itu? ntar cantiknya musnah tak tersisa, loh." Lista melirik ekspresi kembaran kak Bian – selisih 10 menit lebih dahulu keluar sehingga dinobatkan begitu saja sebagai yang tertua, Erika Assifa Pradipta, berdiri disampingnya sambil berkacak pinggang. "Lo itu kapan ngerasa bersalahnya sih?!" "gue Cuma bersalah kalau gak ngagumin kecantikan dewi milik lo, kak." "gombalan remah basi banget, dek." "Gapapa, yang penting bisa bikin wajah lo merona kayak sekarang. Duh, andai gue gila, udah gue ajak lo duduk manis didepan penghulu, beneran." "Mamaaaa... kak Bian mulai gila, maaa..." "Bian, jangan ngomong ngaco." Teguran mama membuatnya tertawa terbahak – bahak. "Lista, sampai kapan kamu duduk nontonin stand – up receh kak Bian? Lupa kamu itu masih pelajar?" ia melirik jam yang berdetak di dinding belakangnya, langsung meloncat dari kursi dan berlari ke dapur untuk pamit ke sekolah, berlari begitu saja melewati kedua kakak kembarnya yang menertawakannya. Mereka tak tahu bahwa gerbang masuk sekolahnya akan ditutup kurang dari 10 menit. *** "Pagi, Elista." "Bareng gue yuk ke kelas." "udah sarapan, Lista?" "lo kasih gue nomor palsu lagi, yah? Soalnya dari kemaren gue sms selalu gagal." "Malam ini ada acara, gak? Jalan bareng yuk ma gue." Ia hanya menggaruk kepala tak gatal saat keluar dari parkir sepeda, setelah menginjak pedal gila – gilaan hingga punggungnya basah kuyup, disambut perhatian basi dari beberapa cowok – baik sekelas maupun tidak. Sejujurnya, ia risih. Tersenyum basa – basi adalah respon paling bagus ntuk situasi k*****t seperti ini. "permisi yah, gue hari ini ada ujian Fisika, belom nyiapin contekan. Dadaahh..." keringat dingin perlahan mendinginkan suhu tubuhnya, saat tak sengaja bersentuhan pundak dengan salah satunya, berhenti mendadak sembari mengigit bawah bibirnya kuat, melangkah mundur saat cowok tersebut perlahan mendekat sambil tersenyum. Ia takut, Ya Tuhan. Tenang, Lista, tenang. Tidak ada yang nyakitin lo disini, gak ada. Tarik napas perlahan, keluarkan, terus.... "Yaampun sayang, kutungguin daritadi dikelas, ternyata disini, yuk." Ia langsung berpaling, bersyukur tak putus – putus dalam hati saat penolongnya itu mendekat dan berdiri disampingnya. Cowok itu tak merangkulnya, sungguh ia sangat bersyukur dalam hati, namun gesture d******i sanggup membuat para pengganggu perlahan menjauh dengan berbagai alasan. "Gue benci ngakuin, tapi makasih atas bantuannya." Biarpun mereka sekelas selama 3 tahun, baru kali ini ia berbicara dengan Fernando Hayman. Cowok itu terlalu menjulang hingga ia sedikit mendongkak saat menatapnya. Terbius seketika ketika cowok itu membalas tatapannya, sorot mata tajam bak Elang disertai iris mata hitam kelam, membuatnya sedikit terintimidasi. "Bantuan gue gak gratis loh." Ia sangat menyesal, sempat berpikir bahwa cowok disampingnya yang memiliki hobi melempar hati cewek manapun seperti buang sampah di sungai, bisa berbuat baik. "Apaan?" "Lo jadi pacar gue." Ini namanya lolos dari kejaran buaya lapar, kecemplung sukarela ke kawah berapi. "Najis!" Ando tersenyum saat Lista menjauh begitu saja sambil mendengus. Hanya cowok buta saja yang tak menginginkan gadis bersorot mata toska di kedua matanya, namun menyisakan bercak coklat terang, sehingga sorot mata gadis itu sangat unik dan membius bila dipandang lama, belum lagi wajah blasteran Turki – Jerman membuat teman sekelasnya terlihat sangat cantik serta polos walau tingkahnya terlalu laki. 3 tahun ia mengamati Lista dari jauh, mempelajarinya diam – diam bak predator mengincar mangsa, terkadang menahan kedua tangannya saat tak sengaja bersisian di suatu waktu, untuk tidak mengacak rambut pendek yang mengikal, seperti saat ini. Sekarang, semua itu akan terbayar.   "Bagaimana kalau kita taruhan?" "Gue gak tertarik." "Berarti lo pengecut."  Ucapan sambil lalu saat melewatinya membuat Lista berhenti. Ingin rasanya ia menantang Ando ntuk sparring ditengah lapangan basket saat ini juga, tak peduli bahwa cowok itu Atlet Taekwondo tingkat Provinsi, dan ia hanyalah remah basi. "Lo mau taruhan apa?" Ando berbalik sambil menahan senyum karna berhasil membuat Lista tertantang, berjalan malas mendekat dengan senyum tipis. "Gak susah kok. Lo Cuma ngalahin skor gue saat ujian Fisika, gimana? Kalau gue menang, lo harus jadi cewek gue selama 1 Tahun, kalau gak, gue akan lakuin apapun yang lo mau, gimana?" Tengkuknya seketika seperti disentuh es batu."Apa untungnya buat lo bikin taruhan kayak gini?" "Selingan doang." Ia mundur saat Ando melangkah semakin dekat kearahnya. "Tapi bukan berarti gue gak serius, mengingat lo adalah hal yang paling gue inginkan saat ini. bersiaplah ntuk kalah, Lista." "Lo akan kalah duluan dari gue, Ando udah hukum alam yang nantang, pasti kalah telak dengan yang ditantang.." Ia suka cara Lista mengucapkan namanya, serta tatapan ambisi yang berkobar di sorot mata uniknya. ah, ini akan menarik. "Let see, dear." Ia termangu menatap Ando berbalik saat hidung mereka saling bersentuhan, meninggalkannya yang membatu menatap kepergian cowok paling sinting itu. Bodo amat. ∞õ∞ "Jadi?" "Apaan?" "Yaaa, taruhan lo sayangku..."  Cindy, sahabatnya, rupanya sangat gemas hingga membuat ekspresi ingin mencekiknya. "Yaa.. gue abaikan dong. Wong dia pasti kalah, Cindy. Gue kan anak kesayangan Bu Maria, gak ada dalam sejarah selama 3 tahun bersekolah disini nilai Fisika gue amblas. Percaya deh, dia pasti bertekuk lutut mengakui kehebatan gue." "Gimana kalau tebakan lo salah?" Lista tertawa meremehkan saat tak sengaja bertatapan dengan Ando yang membawa bungkusan berisi makanan, mungkin dari kantin, batinnya, melengos saat cowok itu melempar senyum. Jujur, sejak ia mengiyakan taruhan terkonyol dalam sejarah hidupnya, membuatnya sedikit tertarik memperhatikan Ando, menyadari untuk ukuran cowok popular 1 sekolah, Ando termasuk irit bicara, lebih banyak menyembunyikan diri di perpustakaan atau bermain basket dan bola saat pulang sekolah, menjadi pelatih Judo ntuk para junior di hari tertentu, bukan tipikal mudah bergaul akrab karna Ando lebih sering sendiri kemana – mana, atau dengan Jayden, mungkin sahabatnya tapi beda kelas. Kayak gini yang ditaksir 1 sekolah, pesonanya ada dimana? Bukan rahasia lagi, dibalik semua penilaian kilatnya, tetap saja Ando digilai hingga ia geleng – geleng kepala bila melihatnya, sudah sering melihat cara Ando menolak beberapa cewek yang menyatakan cinta, menepuk d**a sendiri tanda prihatin sembari berpikir kenapa ditolak mengingat Ando termasuk Don Juan dengan slogan, "setia itu bencana nasional." "Liatin aja teross ampe jatuh tuh iler." Ia panic sambil mengelap bawah bibir dengan tergesa, menepuk Cindy yang tertawa hingga menepuk meja saking lucunya, versi dia. "Gila lo jahil amat!" "Siapa suruh sok imut berpaling saat disenyumin, tapi lirik balik? Ketinggian gengsi lo!" "Gue Cuma penasaran." "Ati – ati berakhir naksir. Tapi gapapa sih, kan lo calon pacarnya juga." Ia langsung menutup mulut Cindy yang tertawa tertahan karna panic, sempat bertatapan dengan Ando yang mengerutkan kening memperhatikannya saat ia menoleh ke belakang, "Mulut tuh mulut direm dikit, ngegas mulu." Cindy menarik napas karna Lista terlalu kuat menekan mulutnya hingga ia nyaris kehabisan napas. "Mati juga gue lama – lama kalau gini." "Pengumuman nilai ujian Fisika udah gue tempel di Madding. Nilai dibawah 65 kata ibu Maria langsung remedy sehabis pulang sekolah." Lista langsung berlari keluar kelas saking penasarannya dengan hasilnya, mendahului teman – temannya yang bingung akan tingkahnya. Gue pasti menang, gue harus menang! ∞õ∞ Lista mondar – mandir di depan ruang guru sembari menggaruk kepala yang tak gatal, sesekali melirik kedalam ruangan guru, mengawasi Ibu Maria yang kini berbincang dengan guru lain. 'Bu, nilai saya kok 70 pas, dan Ando 72? Saya kan lebih pinter serta disayangin ama ibu daripada dia, bu.' "Sebelum kelar ngomong, gue udah diskors berat kayaknya." Keluhnya sambil terduduk di lantai sembari bersandar di tiang, menatap iri kepada beberapa temannya yang bermain di lapangan sambil tertawa sebelum remedy dimulai. 'Tukeran posisi, yuk.' "Lo kalah." "Gue mau ujian ulang!" Ia tak sempat berdiri karna Ando duduk disampingnya. Mungkin perasaannya saja, tapi, baru kali ini ia melihat pendar kepuasan dalam sorot mata hitam elangnya itu. "Tetep aja lo kalah, sayang. Trima aja." "Lo pasti nyogok beliau, kan? ngaku aja deh..." "Gue Cuma nyogok dengan kepinteran gue, kok." "Lo kan sering tidur di kelas, kok bisa dapat nilai segitu tuh."  Ia tersenyum mendengar dumelan Lista yang memanyunkan mulutnya. Rambut ikal pendek menggemaskan itu bergerak menghalangi sorot mata uniknya. Spontan ia langsung menyelipkan anak rambut menggganggu itu ke telinga kiri Lista, menikmati sorot kaget dalam sepasang mata almond itu. "Makanya jangan suka remehin orang." Selama ini ia selalu menang, karna Tuhan sayang dengannya sebagai penghiburan atas beberapa kejadian mengerikan yang dialami. "Pokoknya, taruhan kita batal!" "Yaudah, selamanya gue akan anggap lo lebih rendah daripada kecoak. Jujur saja, gue paling anti 1 ruangan dengan orang pengecut. Sayang aja orangnya itu adalah lo." Ia dilahirkan dan hidup hingga saat ini, bukan untuk direndahkan. "Lo itu maksudnya apaan, sih?! Maksa gue ntuk ikut taruhan ginian, terus.." "Tapi lo iyain, kan?" "Karna gue gak nyangka akhirnya juga gini!" ingin rasanya ia menggaruk wajah Ando yang tersenyum puas dengan alat penggaruk rumput. Arggh! "Gue benci sama lo!" "Gak boleh bilang benci saat kita udah pacaran, sayang." "Musnah saja lo sana!" ia langsung menabrak lengan kanan Ando cukup keras saat melewatinya, anehnya, malah ia yang meringis kesakitan, sedangkan yang ditabrak malah bahagia. "dasar beton!" Seumur hidupnya, baru kali ini ia merasa bahagia, "sampai jumpa besok pagi, sayangku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN