"Bawa apa?" Ando duduk disisi kiri Lista yang terperanjat dan langsung menggeser sejauh mungkin. Rencana menikmati istirahat tanpa gangguan musnah seketika. "Jangan menjauh, Lista. Gue gak nafsu buat jadiin lo makan siang, kok."
"Lo pergi ke perpustakaan deh!"
"Lagi males."
"Main bola ama yang lain, atau lakuin apa kek, jangan gangguin gue mulu!"
Dimatanya, Lista persis seperti anak kucing yang marah bila diganggu. "Kapan gue gangguin lo?"
Ando terlihat sangat menggemaskan untuk dijadikan samsak tinju barunya. "Terserah lo deh!"
ia meremas pinggiran kursi kayu dengan kuat, saat Ando tak tahu diri mendekat dan duduk tepat disampingnya. "Gausah tegang, sayang. Gue Cuma mau nanya lo bawa apa, bukannya lakuin aneh – aneh."
"Kepo banget sih jadi cowok!"
"Gue lapar, Lista. Gak sarapan dari pagi."
"Yaudah kekantin sono! Lo kan biasanya jam segini makan disana atau beli roti manis ntuk dibawa ke kelas. Ngapain nyamperin gue?!"
Duh! Rutuknya saat Ando memiringkan kepala dengan senyum, hingga lesung pipi sebelah kiri itu seperti dipaku dari luar. "Sayang, kalau mau kasih perhatian tinggal action aja, gausah stalking, lo pacar gue, bukan fans."
Terserah deh terserah! Lista memilih membuka kotak bekal berwarna pastel ketimbang merespon ucapan sampah Ando, tersenyum saat tercium aroma pastry dicampur segarnya buah Strawberry yang menggugah. "enak..."
Ia sering mendengar betapa tajamnya sorot mata Ando yang hitam kelam setiap berbicara atau menatap seseorang, hingga banyak yang salah tingkah karnanya, termasuk dirinya. Sedikit, sih. "Mau?"
Ia berharap Lista tak menyadari kekagetannya saat sepotong Pastry Strawberry kini di atas tangannya dengan beralas 2 helai tisu. "Lo bikin sendiri?"
baru kali ini ia melihat seorang cewek sumringah saat mengunyah. "Bukan, ini kerjaan kakak gue kalau stress ama kuliahnya. Lo sempet ketemu kan?"
ingatan betapa cantiknya kakak Lista dengan sepasang sorot mata coklat terang berbinar waspada tempo lalu, terbayang sejelas melihat gumpalan awan di langit. pertama kalinya merasa was – was. "Yap. Tapi, masa nunggu dia stress dulu baru masak?"
tawa Lista serenyah kulit pastry yang kini memenuhi mulutnya. "Gak sih, kak Erika emang dasarnya hobi masak jadi kalau sempat dia pasti bikin sarapan dan biasanya enak, makanya gue bawa kesekolah. Kalau lagi stress kayak sekarang, dia pasti eksperimen bikin kue yang lumayan sulit, jam berapapun itu. Untungnya gak pernah gagal jadi gaada yang protes, bikin kak Bian, kembaran dia selalu sumringah bila kak Erika stress, karna artinya dia bakal makan enak. Lucu yah. " Merasa banyak bicara, ia memilih tertarik menikmati semilir angin. "Lo sendiri berapa saudara, Ndo?"
"diantara kedua kakak kembar lo, siapa yang paling deket dengan lo?"
"sebenarnya dekat dengan keduanya, tapi kalau secara emosional lebih condong dengan kak Rika, karna dia lebih paham juga mengerti apa yang gue mau tanpa harus diomongin, trus bisa pengaruhin kak Bian bila kami berantem ntuk ngalah ama gue. Lo sendiri? Bukannya gue pernah dengar lo punya kakak cowok kan?"
"Lo gak deket ama ortu jadi lari ke kakak?"
Dua kali. "Ortu gue kebetulan dokter di rumah sakit, jadi agak susah cari waktu luang, cuman mereka gak abaikan gue kok, malah tiap pagi wajib sarapan dirumah sebelum pergi dan tukar cerita gitu. Lo sendiri?"
Pertanyaannya normal, kan? Batinnya saat Ando memilih berdiri sambil membuang gumpalan tisu ke bak sampah. "Trimakasih atas kuenya, Lista."
Hah?
Ia bisa saja bertingkah seperti seorang aktris yang mengejar actor – pasangannya dalam suatu film ditengah hujan lalu berpelukan seolah 1 menit kemudian terjadi kiamat, tapi ini dunia nyata, tak bernafsu ntuk mengetahui makna ucapan Ando. "Dasar cowok aneh."
∞
Kepalanya sakit karna membentur stir mobil berulang kali. Jawaban serta ekspresi bahagia Lista seakan menghajar akal sehatnya, menimbulkan perasaan yang dikiranya sudah mati setelah 3 tahun lalu. Ah... dia benci merasa iri akan sesuatu yang mustahil dimiliki.
Bagaimana rasanya dicintai? Itulah yang membuatnya pergi begitu saja saat Lista memberondongnya balik, tak peduli sorot terkejut dari binar mata uniknya, tersenyum miris saat 4 potong pastry strawberry berlapis tisu disertai secarik kertas bertuliskan selamat makan yang sangat rapi saat ia pergi ke kantin ntuk makan siang, pura – pura tak peduli saat menyadari Lista meliriknya dari balik bahu.
"mau kemana dia?" ia keluar dari mobil ntuk mengejar Lista kini berusaha menyetop angkot. Rupanya bakat mengawasi tanpa banyak tanya sudah musnah sejak menjadikan gadis itu sebagai pacarnya. "Lista!"
Gue pikir dia udah pulang. "Apa?"
Ia tak sempat menjauh saat Ando menarik pergelangan tangan kanannya, ntuk bernaung diantara pepohonan depan sekolah. "Gue aja antar lo pulang."
"Gak usah. Gue mau naik angkot aja."
"Lista.." lepas dong! "Kita searah juga kok. Yuk.."
"Gak ma..." ucapannya terputus karna ia setengah diseret kea rah parkiran mobil cukup jauh dari sekolah, dengan genggaman cukup kuat, anehnya tak menyakitkan, apalagi menakutkan.
Malah ia merasa dilindungi.
Wake up, Lista. "Lo terbiasa maksa, yah?"
Ando membukakan pintu mobil ntuknya, dan tersenyum. "Tergantung siapa yang gue hadapin."
∞
"Jadi," Lista menatap sepasang anak kecil yang berkejaran di taman sembari bermain gelembung sabun. Ia paling suka berada di taman dekat komplek rumahnya, terasa menenangkan, seolah berada di tengah hutan. "gue seharusnya ke sekolah pake sepeda kayak biasa, Cuma dicegat ama kak Bian didepan pagar sambil ngotot ntuk antar – jemput gue mulai hari ini hingga lulus. Gue gak mau karna tau jadwal kuliah dia itu padat banget, jauh pula jaraknya dengan sekolah gue, Cuma dia maksa dan kami bertengkar hebat hingga kak Rika turun tangan dengan mengacungkan spatula ntuk misahin kami, memohon gue ntuk mengalah dengan kak Bian."
Ia memperhatikan Lista yang bercerita sambil m******t eskrim vanillanya. Ini pertama kalinya ia berkencan di ruang public, karna biasanya semua mantannya suka nongkrong di kafee terkenal, atau ke mall terbaru. Benar – benar lucu. "karna itu lo akhirnya naik angkot?"
Lista terlihat salah tingkah. "sebenarnya gue bingung waktu itu pulangnya kayak gimana. Nelpon ortu gak enak karna takut bikin mereka repot, kak Erika pasti sibuk kalau kak Bian begitu, ikut Cindy ngerasa durhaka banget karna rumah kami beda jalur, makanya gue mikir mending beraniin naik angkot aja."
Membayangkan Lista ketakutan sepanjang jalan naik angkot, memancing orang asing ntuk mengerjainya, menimbulkan perasaan asing tak mengenakkan. "Lo bisa hubungin gue, Lista."
"gue gak tau caranya minta tolong dengan lo, Ando."
"Lo Cuma bilang, 'tolong', gue akan penuhin apapun yang lo inginkan, Lista. Gue ini pacar lo."
"Beneran? Lo gak akan nolak? Gak akan ngetawain gue?"
Ia mengingat – ingat kapan pernah meremehkan Lista sebelumnya. Gadis aneh. "Gak akan, Lista. Believe me, okay?"
Lista menatap jari kelingking kanan Ando didepannya, menunggu ntuk ditautkan. Symbol perjanjian kekanakkan, tapi ntah kenapa menjadi lucu. "I try."
"Ando.."
"Ya?
"Makasih udah nolong gue dari naik angkot hari ini."
"anytime for you." melihat Lista terlihat tak nyaman, ia jadi bingung. "Kenapa?
"Maaf atas pagi tadi. Pertanyaan tadi terlalu sensitif, yah?" seharusnya ia menganggap tadi pagi biasa saja, namun batinnya serasa ditampar oleh perlakuan Ando yang menurutnya terlalu manis. "Gue gak peka."
"Bukan salah lo, kok. Lagian Lista, lo cewek paling beruntung yang pernah gue temui."
Kalimat itu lagi.
Sebelum sempat bertanya, Ando sudah menggenggam tangannya dan berdiri. Dimatanya, tatapan hitam kelam yang mendominasi kini terlihat sedih. "Bagaimana kalau kita pulang? Udah sore banget."
∞
"Ando aneh." Gumamnya sambil duduk manis didepan TV dengan mangkok besar berisi sereal coklat kesukaannya. Ia tak sadar menghabiskan waktu selama 4 jam lebih di taman dengan Ando sebagai pendengar setia, membahas hal apapun kecuali keluarga , lalu diantar pulang disertai janji akan menjemputnya esok pagi ntuk berangkat bareng. "Kenapa dia baik ama gue? Kan kami Cuma boongan?"
"Siapa yang boongan?" Lista hampir saja membanting mangkoknya saat mendengar suara lelah kak Bian yang baru pulang. ia terlalu asyik merenung rupanya hingga tak sadar. "Gue ngambek."
"Tau, kok. Makanya bawa ini." Bian langsung memamerkan pack ice cream ukuran sedang kesukaan Lista, s*****a kalau sedang ngambek padanya. "maafin kakak, yah gabisa jemput hari ini."
*ilustrasi eskrim kesukaan Lista
Lista langsung berlari dan memeluk kakaknya yang tertawa, merebut eskrim, membuka tutupnya tergesa lalu mencoleknya dengan tangan. Erangan kepuasan membuat Bian tersenyum. "gue dimaafin nih ceritanya?"
"Gara – gara lo, gue hampir naik angkot hari ini. Kan kakak tau gue paling takut naik itu diantara semua transportasi yang ada."
Lista mengucapkannya dengan santai, tapi dadanya serasa dihantam batu gunung. "Trus?"
"Untungnya gajadi karna Ando liat, dan akhirnya dianter deh ama dia."
"Siapa?"
Lista terhenti m******t eskrimnya. Siap ntuk lari melihat ekspresi familiar dari kak Bian kalau menemukan hal aneh. "gue mau taroh eskrim ke kulkas, kak. Ntar meleleh."
"siapa yang ngajarin boleh kabur saat pembicaraan lagi asyik?" biarpun kakaknya satu ini lucu luar biasa hingga mendekati menjengkelkan, tapi kalau sudah dilanda penasaran akan suatu hal, sampai mati ia harus menemukan jawabannya, tak peduli nasib yang ditanya. "Kak..."
"siapa?"
"pacar gue." Ia sudah pasrah akan direcoki seribu pertanyaan menjebak ala kak Bian, atau diomeli habis – habisan karna terjebak dilubang yang sama ntuk kedua kalinya. Duh... "Oh."
CUMAN ITU? "Nanti lo ajak kerumah, dek sesekali ntuk kenalan ama gue, kali aja hobi kita sama."
Ini jebakan bukan? "Lo gak nanya dia kayak gimana gitu, kak?"
"Ntar aja nanya ama orangnya langsung. Olahraganya apa?"
"dia hobi basket, sering ikut pertandingan bola juga, terus atlet Taekwondo,"
"Gue penasaran rasanya sparring ama dia kayak gimana dek. Pasti sangat seru." Ia merinding saat kak Bian mulai mengepalkan kedua tangan disertai tatapan siap bertanding dengan siapapun. Mengingat kakaknya adalah atlet Taekwondo tingkat Nasional, Ando tak ada apa – apanya ini. "Kak Erika kapan balik?"
"Katanya mau nginap dikosan selama 4 hari karna bakal pulang tengah malam mulu. Takutnya pagi nyampe rumah. Kenapa? Udah kangen ama dia?" hanya kak Erika yang bisa mengendalikan kak Bian yang terlihat senang dalam arti mengerikan. "Harus yah adu hantam ama Ando, kak?"
"Yap. Perkenalan ala pria kan kayak gitu. Udah yah, gue mau kekamar dulu, met malam adik cantik. jangan makan eskrim terlalu banyak ntar pagi mules. Ia nelangsa saat kakaknya mengelus kepalanya lalu bersinandung menaiki tangga menuju kamarnya. "kak Erika, tolongin gue..."
∞
Jangan mengharapkan yang mustahil.
Ando menghela napas sambil meletakkan kembali pigura kecil tentang keluarganya di laci kerja paling bawah. Semua karna Lista dengan keluarga sempurnanya. "Jangan bermimpi, Ando. Cukup syukuri yang ada."
'Biarpun kak Bian nyebelin banget, terkadang gemes pengen nonjok dia kalau sudah over kayak gini, gue gak bisa marah lama karna tau semua ini demi lindungin gue dari hal ia benci.'
'seperti?'
Lista terlihat salah tingkah saat itu hingga menjatuhkan ice cream conenya ke tanah – dengan sengaja. "Yah, jatuh. Gue masih mau..'
Ntuk saat ini, ia menghargai apa yang dirahasiakan Lista, karna ia juga melakukannya. "Gimana kalau kita beli lagi?'
"Kak.."
Lamunannya akan siang tadi terhenti ketika sosok gadis kecil sedang memeluk boneka teddy kesayangannya kini menarik tangan kanannya sambil menguap. "temenin bobo, kak. Lily ngantuk."
"Yuk." Ia menggendong Lily yang tertidur pulas di pundak kirinya, tak peduli bahwa ikal keritingnya mengganggu Ando.
Yah, inilah kebahagiaannya sekarang. Tak usah mengenang apalagi berharap.