Bab15. Anjing Yang Menggigit

1055 Kata
"Benar sekali, Pak Aksa." Pria bernama Aksa yang tak lain mertua dari Kahfi itu nampak diam sejenak. Lantas, bibir menyeringai. "Kahfi selingkuh? Dia tidak akan seberani itu." "Tapi, saya melihat dengan kepala sendiri. Kalau pak Kahfi dengan sekretarisnya ada main." Mata Aksa melirik ke arah pria tersebut yang nampak menginginkan sesuatu dari hasil memberikan laporan. "Bagaimana kalau saya mengawasi--" "Tuli! Telinga kamu letakkan di mana!" Direktur keuangan perusahaan Kahfi ini langsung bungkam dengan raut kaget karena dibentak. Dipastikan ayah mertua Kahfi ini sudah marah, tidak boleh disinggung lebih jauh. "Pergilah! Jangan katakan soal Kahfi dengan wanita itu di hadapanku." "Baik, Pak Aksa." Selagi Aksa terlihat lebih santai lagi, pria tersebut langsung pamit pergi. Sepeninggal direktur keuangan Kahfi itu, seorang pria muda berjalan mendekat sembari meletakkan secangkir air putih. "Dia datang lagi untuk melaporkan gerak gerik pak Kahfi?" Aksa meraih gelas dan minum sejenak. "Hm." Lantas mata menatap pada sang sekretaris. "Cari tahu siapa sekretaris Kahfi yang baru, lalu ada hubungan apa di antara mereka." "Baik, Pak." *** Atami baru saja selesai mandi dan bersiap untuk tidur, namun tenggorokannya yang terasa kering membuatnya memutuskan untuk mengambil air di dapur. Atami mulai keluar dari kamar, tapi langkah kakinya semakin pelan saat mendengar suara percakapan di lantai bawah. "Berikan ini di minuman Atami besok saat sarapan." Atami mengenali itu sebagai suara Intan. Niatan untuk menyapa pun akhirnya Atami urungkan, dirinya ingin mendengar lebih banyak percakapan di antara mereka. "Kalau boleh tahu ini apa ya, Bu Intan?" Intan terdengar menghela napas. "Kalau disuruh lakukan saja, jangan pakai tanya segala." "Tapi, Bu. Ini bukan racun, kan? Saya takut masuk penjara--" "Tenang saja, itu bukan racun. Selama kamu bisa memberikan dan memasstikan Atami meminumnya, kamu akan menerima uang lebih banyak." Atami mulai mengerti. Jadi, selama ini bukan hanya firasat saja, kalau ada orang yang mematai di rumah. Makanya Intan tahu alamat rumah ini, bahkan terkadang kegiatannya pun bisa tahu. "Rupanya biangnya pembantu," gumam Atami. Atami menuruni anak tangga dengan sengaja menekankan kaki, sehingga suara langkahnya bisa didengar dan membuat pembicaraan terhenti. Kini, mata Atami menemukan Intan yang sedang menatap ke arahnya dengan bibir yang tersenyum. Padahal sewaktu membuat rencana busuk untuk besok, suara terdengar kesal dan marah terhadapnya. "Atami," sebut Intan nampak menunggu Atami turun. "Ibu Intan malam-malam begini datang, apakah untuk menginap?" Atami bertanya dengan bibir yang tersenyum. Jika Intan saja bisa bermuka dua, maka dirinya memiliki tiga bahkan empat muka. Sementara, Intan yang mendengar ucapan Atami langsung tersenyum dan terlihat senang. "Memangnya aku boleh menginap di sini?" Kepala Atami mengangguk. "Tentu saja boleh, Bu Intan." Atami langsung bergerak mendekati Intan, lantas membantu wanita tersebut untuk menaiki anak tangga. Namun, sebelum naik matanya sempat menatap wajah pembantu yang bekerja untuk Intan. Dirinya juga baru menyadari, kalau ternyata Intan tidaklah sebaik yang dirinya kira. Sepertinya selain mertua dan kakak ipar, masih ada istri pertama dari suaminya yang memiliki sifat licik dan bersembunyi di balik senyuman serta kebaikan palsu. Sekitar tengah malam. Terdengar suara mesin mobil memasuki pekarangan rumah, ternyata Kahfi tetap memilih pulang ke rumah baru untuk menemui Atami. Kahfi memasuki rumah yang pintunya baru dikunci oleh pembantu setelah dia masuk. Padahal biasanya Atami akan langsung mengunci ketika tahu Kahfi akan datang. "Atami ke mana?" tanya Kahfi penasaran. "Ibu Atami ada di kamar, Pak." Setelah tahu keberadaan istri kedua, Kahfi dengan semangat langsung berjalan cepat dan menaiki anak tangga, meninggalkan pembantu yang memejamkan mata dan memiih kabur ketimbang kena marah. Sebab, yang menghuni kamar utama bukanlah Atami. "Atami," sebut Kahfi sembari membuka pintu kamar. Dahi Kahfi sempat mengerut dan merasa tertipu, ketika masuk dan tidak menemukan siapa pun di dalam kamar. Namun, bibir Kahfi langsung tersenyum dan bersiap untuk mengejek saat merasa ada yang memeluk dari belakang. "Kamu sudah pulang, Mas. Aku sudah menunggu lama." Ekspresi Kahfi langsung berubah datar, senyum pun hilang sudah karena mendengar suara Intan. Terburu dia berbalik dan berusaha mendorong Intan yang memeluk Kahfi dengan paksa. "Apa yang sedang kamu lakukan di kamar ini?" Intan tersenyum. "Atami mengizinkan aku menginap, bahkan membiarkan aku tidur di kamar ini." "Lalu, di mana Atami?" Mendengar suami masih saja mencari Atami, membuat Intan benar- benar muak. Rasa ingin menghilangkan Atami dari bumi semakin besar saja. Kahfi sendiri tidak ingin berdekatan dengan Intan, memutuskan untuk melepaskan diri dari Intan dengan paksa. "Mas, tidak bisakah kamu tidur di sini saja denganku?" Kahfi menatap Intan serius, lantas dia tersenyum sinis. "Loh, bukannya kamu sendiri yang ingin Atami hamil. Kenapa sekarang malah melarang kami tidur bersama?" Intan mengepalkan tangan. "Kamu berniat tidur dengannya, Mas?" Kahfi keluar dari kamar tanpa memberikan jawaban pada Intan yang terlihat kesal. "Ingat Mas, kalau masa depan kamu dan keluarga ada di tanganku." Intan yang tiba-tiba saja mengancam, membuat Kahfi langsung tertawa sumbang. Namun, dia memilih untuk tidak berdebat lagi dengan Intan. Tubuh Intan yang lemah langsung terduduk di sofa kecil. Sorot mata terlihat marah besar, wanita tersebut tahu betul kalau sang suami sedang tertarik dengan Atami. "Aku harus bertindak secepatnya, sebelum mas Kahfi benar-benar tergoda oleh Atami yang licik." *** Kahfi nampak mengerutkan dahi melihat Atami yang datang ke meja makan dengan mata mengawasi hidangan dan mempertanyakan posisi duduk. "Di mana ibu Intan akan duduk?" "Kamu bebas mau duduk di mana saja," komen Kahfi sembari menarik salah satu kursi di sebelah. "Ibu Intan duduk di sebelah Pak Kahfi." Kahfi melirik pembantu yang baru saja mengatur tempat duduk, padahal Intan saja belum turun sama sekali. Kepala Atami mengangguk mengerti, namun Kahfi yang hendak berkomentar lagi memilih diam sembari memandang heran ke arah Atami yang menukar gelas milik Intan dengan milik sendiri. Pembantu sampai menatap dengan kaget, bisa-bisanya dirinya melakukan hal tersebut. "Bu Atami." Tentu saja pembantu ingin protes, namun Atami tidak bisa membiarkannya. "Aku rasa anjing saja tidak menggigit pemiliknya. Kok, bisa-bisanya ada manusia yang menggigit sesamanya." Kahfi nampak tidak mengerti ke mana pembicaraan Atami. Namun, pembantu yang merasa telah bersekongkol dengan Intan di belakangnya merasa tersindir dan memilih diam saat Atami menatap. "Bu Intan," sapa Atami sembari tersenyum, "silakan duduk di sebelah Pak Kahfi." Mata Kahfi menatap Atami dengan tidak senang, karena ikut-ikutan mengatur posisi duduk. Sementara Intan merasa senang-senang saja, segera berjalan dan duduk di sisi Kahfi. "Minum dulu, Bu. Kata Pak Kahfi jusnya manis,'' ujar Atami membuat Kahfi menatap tajam. Tidak merasa mengatakan hal tersebut, sementara Atami menatap pada pembantu sembari tersenyum. Pembantu menggelengkan kepala, namun Intan yang terlalu senang tak memperhatikan hingga menyesap jus tersebut sembari tersenyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN