Citra Perusahaan

1462 Kata
Lima belas Tahun Kemudian Di belakang panggung yang penuh dengan hiruk-pikuk persiapan, Karina dan Kanaya berdiri dengan perasaan gelisah yang semakin memuncak. Mereka menunggu dengan cemas, berharap model yang seharusnya membawakan kebaya rancangan Kanaya untuk acara lomba perancang segera muncul. Namun, waktu terus berjalan, dan model itu tak kunjung datang. Sementara itu, Chaperone panitia acara, sudah memberi isyarat agar Kanaya bersiap-siap, hanya dua peserta lagi sebelum giliran Kanaya. Karina menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya sebelum akhirnya berkata pelan, "Naya, kamu saja yang jadi modelnya. Kita tidak bisa menunggu lagi. Entah apa yang terjadi dengan model kita. Mengapa dia begitu tidak bertanggung jawab? Di malam final ini, dia malah tidak datang." Suara Karina terdengar kalut dan gelisah, penuh kekhawatiran. Kanaya menatap ibunya dengan wajah tegang, lalu mulai menggerakkan tangannya, membentuk kata-kata dengan bahasa isyarat, 'Aku tidak bisa, Mama. Aku hanya bisa menggambar desainnya dan kita bersama-sama mewujudkan kebaya ini. Tapi untuk memakainya di panggung, aku tidak bisa. Aku bukan model.' Gerakan tangannya tegas, namun terlihat goyah, mencerminkan keraguannya. Karina menatap dalam-dalam mata Kanaya, berusaha menyalurkan ketenangan yang sebenarnya tak sepenuhnya ia rasakan. Dengan suara lembut dan pelan, ia berkata lagi, memastikan dengan jelas agar Kanaya bisa memahami setiap perkataannya "Tapi, Naya, ini satu-satunya cara. Kamu harus tampil membawakan rancangannya. Kamu sudah sampai di final, semua perjuanganmu akan sia-sia jika kamu tidak tampil. Menang atau kalah bukan masalah sekarang. Kamu hanya perlu berjalan di panggung, maju mundur, tidak usah seperti peragawati profesional. Kebaya ini dibuat sesuai ukuranmu, dan Mama tahu kamu bisa. Kamu anak yang kuat, Naya. Pantang menyerah dan selalu bisa menemukan solusi. Ayo, Nara, Mama yakin kamu bisa. Jangan menyerah hanya karena modelmu tidak datang." Kanaya menatap ibunya dengan mata yang mulai berkaca-kaca, perasaannya campur aduk antara takut dan keberanian yang sedang ia kumpulkan. Naya tampak menghela nafas. Lalu dia menggerakkan tanganya lagi memberi isyarat pada mamanya 'Baiklah Ma. aku akan jalan seadanya saja, asalkan rancanganku ini bisa tampil di panggung , menang atau kalah tidak jadi masalah. Bantu aku, Mama , mengganti bajuku.' Dengan hati-hati, Karina membantu Kanaya mengenakan kebaya indah berwarna kuning keemasan yang mereka buat bersama. Kebaya itu membalut tubuh Naya dengan sempurna, menonjolkan kecantikan dan keanggunannya. Di usianya yang ke sembilan belas tahun, Naya tumbuh menjadi seorang gadis muda dengan tubuh proposional, tinggi semampai, dengan paras cantik yang memancarkan keteguhan dan ketekunan. Meski tidak bisa bersuara, Naya telah membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih prestasi. Sejak kecil, Karina telah melihat bakat luar biasa Kanaya di bidang seni. Saat bersekolah di SLB Budi Mulia, Kanaya selalu menjuarai lomba menggambar anak-anak , sebuah pencapaian yang membuat Karina bangga, tetapi juga menegaskan bahwa anaknya memiliki potensi besar yang harus diasah. Dengan dedikasi yang luar biasa, Kanaya menjalani berbagai terapi untuk mengatasi ketidakmampuannya berbicara. Dari belajar bahasa isyarat hingga membaca gerak bibir, setiap langkah yang diambil Kanaya adalah bukti ketangguhannya. Di sisi lain, Karina tak pernah lelah mendukung dan mendorong putrinya, meski harus berjuang keras menjalani hidup sebagai ibu tunggal dengan usaha jahit kecil rumahan di Bekasi. Ketika Kanaya memasuki SMP, ia memutuskan untuk pindah dari SLB ke sekolah umum. Meskipun tak memiliki teman yang memahami bahasa isyarat, ia tetap percaya diri dan fokus pada tujuannya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. 'Tidak apa, Mama, tidak ada teman, yang penting Kanaya bisa dapat ilmu,' Kanaya memberi isyarat, dengan senyum tegar yang selalu membuat Karina kagum. Tekadnya semakin bulat ketika memilih jurusan tata busana di SMK. Keputusan ini bukan hanya karena kecintaannya pada seni, tetapi juga keinginannya untuk membantu ibunya mengembangkan usaha jahit dan payet mereka yang saat ini masih kecil atau masih penjahit kampung istilah dari pelangann-pelanggannya. Karina selalu bermimpi agar usaha jahitnya bisa berkembang, dan Kanaya, dengan semangat yang tak pernah pudar, ingin mewujudkan mimpi itu. Kanaya percaya bahwa melalui keterampilan mendesain dan menjahit, ia bisa membantu ibunya menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk mereka berdua. 'Mendesain baju, menjahit, dan memayet tidak perlu suara, Ma. Yang diperlukan hanya ketekunan dan kesabaran' Kanaya mengatakan dengan bahasa isyarat meneguhkan tekadnya. Kini, semua kerja keras dan pengorbanan itu membawa mereka ke titik ini, di mana Kanaya berdiri sebagai finalis dalam lomba perancang busana yang diselenggarakan oleh Perkasa Tekstil Industries, sebuah perusahaan besar di bawah naungan PT Sejahtera Perkasa Group. Di balik panggung, Karina tak bisa menahan rasa haru. Ia melihat ke arah putrinya yang berdiri dengan anggun, siap untuk melangkah ke panggung dan menunjukkan hasil karyanya. Malam ini bukan sekadar tentang kebaya atau lomba semata. Ini adalah puncak dari perjalanan panjang penuh perjuangan, dedikasi, dan cinta antara ibu dan anak. Dan di dalam hati Karina, terbersit doa yang tulus semoga apapun hasilnya nanti, Kanaya tahu betapa bangganya ia kepada putrinya yang telah tumbuh menjadi sosok yang begitu kuat dan luar biasa, meskipun tanpa suara. Suara pembawa acara yang menggelegar memenuhi ruangan, menggema di seluruh sudut ballroom yang megah. “Inilah peserta selanjutnya, Kanaya, remaja berusia 19 tahun tamatan SMK Tata Busana Paramitha Bekasi, dengan rancangan yang diberi nama Anyelir Kuning di Balik Rembulan,” katanya, menarik perhatian semua yang hadir di acara final lomba perancang busana itu. Kanaya melangkah maju dengan gemetar, langkahnya ragu-ragu di awal. Seluruh perhatian tertuju padanya, penonton dan dewan juri tampak heran melihat seorang model yang tampak begitu gugup. Meskipun begitu, keindahan kebaya yang dikenakannya tidak dapat disangkal keindahannya. Kebaya itu berwarna kuning keemasan, dipenuhi payet yang membentuk pola bunga anyelir, memancarkan kilauan lembut di bawah cahaya panggung. Di bagian pinggang, sebuah payet besar berbentuk rembulan sabit memberikan sentuhan dramatis yang memukau, menambah kesan anggun dan misterius pada rancangan tersebut. Di balik panggung, Karina memandang dengan campuran kecemasan dan kebanggaan. Melihat kegugupan putrinya, dia tak bisa menahan diri. “Naya… ayo langkahkan kakimu, kamu pasti bisa!” teriaknya, suaranya penuh semangat dan harapan. Teriakan Karina menggema di hati Kanaya. Dia mengepalkan tangan, berusaha menenangkan diri. 'Anggap tidak ada orang, hanya ada diriku di ruangan ini' bisiknya dalam hati. Seolah mantra itu menyapu semua ketakutan, Kanaya mulai melangkah dengan lebih percaya diri. Perlahan, ballroom hotel yang penuh dengan tamu undangan dan juri seakan memudar dari pandangannya. Dalam bayangannya, hanya ada dirinya yang berani dan penuh tekad. Kanaya kini melangkah mantap di atas runway, kebaya kuning keemasan itu memeluk tubuhnya dengan sempurna, memancarkan keanggunan yang memikat semua mata. Setiap langkah yang diambilnya memperlihatkan detail payet berbentuk anyelir yang berkilauan di bawah lampu sorot, sementara rembulan sabit di pinggangnya seolah menari dengan gemerlap, membingkai tubuhnya dengan keindahan yang luar biasa. Tepuk tangan mulai terdengar dari beberapa sudut ruangan, semakin lama semakin ramai, mengiringi setiap langkah yang diambil Kanaya menuju ujung runway. Ketika akhirnya dia berbalik dan mulai berjalan kembali ke arah belakang panggung, tepuk tangan itu berubah menjadi gemuruh yang penuh apresiasi. Semua tamu yang hadir berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah, mengakui keindahan rancangan kebaya Kanaya . Saat dia menghilang ke balik tirai panggung, Karina yang menunggu dengan napas tertahan tak mampu lagi menahan air mata harunya. Begitu Kanaya muncul, Karina langsung memeluk putrinya dengan erat, air matanya bercucuran. “Mama bangga padamu, sayang. Mama sangat bangga,” bisiknya penuh emosional, perasaannya meluap-luap dengan kebanggaan dan cinta yang begitu dalam. Di ruang penjurian, suasana memanas saat lima orang juri terlibat dalam perdebatan sengit untuk menentukan pemenang. Masing-masing juri mengutarakan pendapatnya, memperjuangkan pilihan mereka. “Anyelir Kuning, milik Kanaya, memang indah dan sangat detail, tapi jika dia yang menang, apakah profil Kanaya cocok untuk perusahaan kita? Perusahaan kita adalah specialis kain-kain eksklusif, dan Kanaya hanya seorang gadis yang tamat dari SMK Paramitha Bekasi. Sementara dua finalis lainnya adalah lulusan Esmod dan Institut Français de la Mode di Prancis. Mereka lebih sesuai dengan citra perusahaan tekstil kita,” kata Sinta Perkasa, Direktur Marketing PT Sejahtera Perkasa Group “Memangnya ada syarat bahwa peserta harus lulusan Prancis?” suara baritone seorang lelaki menanggapi dengan nada tak setuju. “Tetap saja, Kanaya tidak cocok untuk juara pertama. Profilnya tidak sesuai dengan visi perusahaan kita, Win,” Sinta bersikeras, melontarkan pendapatnya kepada adik iparnya. “Sudah, sudah, cukup! Jangan ribut lagi. Kita lakukan voting saja. Siapa di antara ketiga finalis ini yang paling pantas jadi juara pertama,” ujar Daniel Perkasa, mencoba meredakan ketegangan antara istrinya dan adiknya Edwin Perkasa yang merupakan Direktur Operasional Perkasa Tekstil Industries Dua juri tamu lainnya mengangguk setuju, mereka tidak berani membantah kata-kata Daniel yang merupakan Wakil Komisaris PT. Sejahtera Perkasa Group, suatu perusahaan besar yang menaungi Perkasa Tekstil Industries. Voting pun segera dilakukan secara tertutup. Nama finalis yang dipilih untuk menjadi juara pertama dituliskan di atas kertas. Sementara itu, di balik panggung, Kanaya dan Karina duduk berdampingan, saling menggenggam tangan untuk memberi kekuatan. Bagi Karina, apa pun hasilnya, putrinya adalah pemenang sejati. Suara pembawa acara menggema di seluruh ruangan, “Baiklah, sesuai keputusan dari dewan juri, pemenang pertama lomba rancang busana PT Perkasa Tekstil Industries adalah…” Suasana hening sejenak, semua mata tertuju pada panggung, menanti dengan penuh harap.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN