Liam melirik jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 19.20 menit. Liam menghentikan mobilnya di depan rumah berpagar hitam. Rumah sederhana ini lah tempat Dian di besarkan.
Dian membuka sabuk pengamannya, dan ia ingin secepatnya keluar dari sini. Suara klakson terdengar, Liam dan Dian lalu menoleh ke arah belakang. Liam mengerutkan dahi, karena ia melihat pencahaayan dari arah kaca belakang, meyorotinya.
Dian menepuk jidatnya, karena ia tahu itu adalah mobil orang tuanya. Ia ingin sekali membenturkan kepalanya, karena saat ini ia bersama si babon. Orang tuanya pasti akan bertanya-tanya kepadanya.
"Siapa?," tanya Liam,
Dian tidak menjawab pertanyaan Liam, ia lalu membuka hendel pintu. Liam melakukan hal yang sama, ia ingin tahu siapa yang mengkalson mobil itu. Liam memandang dua orang separuh baya di yang baru saja keluar dari mobil, dan memandang dirinya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Dian, yang berjalan menghampiri dua orang itu.
"Adek, kamu baru pulang," ucap wanita separuh baya itu. Wajah itu masih cantik walau usianya tidak muda lagi.
Mendengar percakapan itu, ia tahu bahwa ke dua orang itu adalah orang tua kekasihnya. Liam dengan tenang, lalu melangkah mendekati dua orang itu, sangat tidak sopan rasanya jika tidak menghampiri beliau.
"Iya," ucap Dian.
Sungguh ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, karena Liam kini berada di sampingnya.
Liam tahu bahwa laki-laki separuh baya itu memperhatikannnya. Liam mencoba tersenyum kepada laki-laki itu. Laki-laki itu membalas senyumannya.
"Kamu sama siapa dek?" Tanya mama Dian, wanita separuh baya itu juga memperhatikan Liam.
Wanita separuh baya itu, memperhatikan secara keseluruhan, laki-laki yang bersama putrinya. Laki-laki itu bertubuh tinggi, badannya bidang, rambutnya panjang sebahu, dan ia tidak percaya bahwa ada tato di lengan kiri itu.
Sekarang ia menilai bahwa laki-laki yang bersama putrinya itu berantakkan. Ia pikir putrinya menyukai laki-laki yang necis, berpakaian kantor, dan rambutnya tertata rapi. Tapi lihatlah putrinya bersama laki-laki yang di luar ekspetasinya. Ia ingin sekali menyadari putrinya yang cantik ini, bahwa pilihannya itu sangat buruk.
"Saya Wiliam tante, kekasih putri anda, Dian," ucap Liam, ia lalu mengulurkan tangannya kepada wanita separuh baya itu.
Dian seperti tersambar petir, mendengar apa yang keluar dari bibir laki-laki itu. Dengan berani menyebut bahwa dirinya kekasih. Apakah Liam sudah gila? Tidak tahu etika serta sopan satun, mengatakan secara jelas bahwa dia adalah kekasihnya. Pernyataan itu begitu terang-terangan dan penuh percaya diri. Ingin sekali ia membunuh laki-laki ini sekarang juga.
Tamat sudah riwayatnya, ke dua orang tuanya memandangnya dengan pandangan sulit di percaya. Ternyata laki-laki inilah kekasihnya. Oh Tidak, mau taruh di mana wajahnya ini.
"Saya ibu nya Dian, dan ini ayahnya Dian, senang berkenalan dengan anda," ucap mama lalu membalas uluran tangan Liam. Sedetik kemudian wanita separuh baya itu melepaskan uluran tangannya.
"Saya baru melihat anda," Ayah Dian mulai menyelidiki siapa laki-laki di hadapannya ini.
Dian akan berterima kasih kepada sang ayah jika berhasil, menentang hubungan ini. Ia pasti akan sujud sukur jika hubungannya landas sampai di sini.
"Ya, karena selama ini saya tinggal di New York, om. Jadi tidak pernah bertemu om dan tante," ucap Liam tenang.
"New York? Di Amerika itu?"
"Iya, om,"
"Lama tinggal di sana?"
"Ya, cukup lama om, sekitar empat belas tahun,"
"Lama juga ya disana. Apakah kamu bekerja?" Tanya Ayah penasaran.
Beliau hanya penasaran apa pekerjaan laki-laki itu. Masalahnya ia tidak ingin putrinya bebersama laki-laki berandalan seperti ini. Walaupun sedikit terkejut karena laki-laki itu tinggal di New York. Mungkin di New York, laki-laki itu hanya menganggur dan menjadi salah satu tunawisma di sana. Tapi melihat mobil di hadapannya, sangat tidak mungkin laki-laki itu kerja sembarangan. Laki-laki itu memang terlihat menyeramkan untuk seorang putrinya yang manja ini.
"Saya bekerja sebagai Engineer, di Jacobs Engineering Group New York, om,"
Mendengar Jacobs Group sang ayah lalu tersenyum. Ia sempat tidak percaya ternyata laki-laki di hadapannya ini bekerja di salah satu perusahaan terbesar di Amerika. Ia pernah membaca salah satu majalah bisnis, Jacobs Group merupakan perusahaan kontruksi papan atas. Semua insinyur mengidamkan bekerja di sana. Ia bahkan sulit percaya bahwa kekasih anaknya ini bisa mempunyai keahlian yang meyakinkan, sehingga mampu bekerja di sana. Perusahaan tersebut memiliki kantor di berbagai negara maju, dan perusahaan yang terpercaya. Baginya, itu merupakan hal yang luar biasa. Sepertinya ia tidak peduli lagi dengan penampilan laki-laki itu, karena beginilah cara mereka bekerja.
"Kamu hebat sekali bisa bekerja di sana. Ayo mari masuk, kita ngobrol di dalam," ucap ayah antusias.
Dian sulit percaya bahwa sang ayah begitu antusias terhadap Liam. Dian melirik Liam, Liam mengedipkan mata ke arahnya. Dengan tatapan itu ia dapat mengetahui bahwa dia bisa menaklukkan hati sang ayah.
"Maaf om, saya harus pulang. Karena tadi dari bandara saya langsung menjemput Dian. Saya harus pulang menemui ke dua orang tua saya,"
"Ya, tidak apa-apa, hati-hati di jalan," ucap ayah. Sang ayah lalu menarik istrinya, masuk ke dalam. Agar memberi privacy antara Liam dan Dian. Tentu saja ia setuju, jika Dian bersama permuda ini. Anaknya memang tidak salah memilih laki-laki terbaik untuk masa depannya.
Suasana mendadak gerah, melihat tingkah si babon ini. Bisa-bisanya sang ayah terlihat menyukai Liam. Liam lalu meraih jemari lentik itu.
"Aku pulang dulu," ucap Liam.
"Ya," gumam Dian.
Liam lalu mengecup kening Dian dengan sepenuh hati. Sedetik kemudian ia lepas kecupan itu. Padahal ia ingin sekali mencium bibir tipis itu, tapi apa daya, ke dua orang tua Dian masih memperhatikannya dari kejauhan. Liam melepaskan pelukannya dan berjalan mendekati mobil. Meninggalkan kekasihnya itu begitu saja.
Ada perasaan lega ketika pandangan Liam menghilang dari hadapannya.
*********
"Jadi itu pacar kamu dek,"
Langkah Dian terhenti, dan lalu menoleh ke arah sumber suara. Ia tahu bahwa bahwa pemilik suara itu adalah mama.
"Mama," ucap Dian pelan.
"Jadi, tipe pacar kamu selama ini yang tatoan, terus rambutnya gondrong itu," ucap mama Dian melirik putri bungsunya.
"Mama ...,"
"Kamu enggak serem sama laki-laki kayak gitu,"
"Ya, serem ma,"
"Terus kalau serem, kenapa di pacari laki-laki kayak gitu,"
"Dia maksa Dian ma,"
"Ya, kan kamu bisa nolak," wanita separuh baya itu mendekati putrinya.
"Enggak bisa ma, Dian takut,"
"Ya, kamu kan memang dasarnya penakut,"
"Jadi gimana dong ma," Dian mulai merengek dihadapan ibunya
"Ya udah mau gimana lagi. Jalani aja, kamu kan pacarnya. Tapi ingat loh, cukup dia aja yang tatoan, kamu jangan ikut-ikutan,"
"Ih mama ...!"
Wanita separuh baya itu tersenyum menatap putrinya, "jangan bilang, kamu ke New York kemarin, ketemu pacar kamu itu,"
"Ya, enggaklah ma," ucap Dian.
"Hati-hati loh dek, sama dia," ucapnya lagi mencoba memperingati putrinya.
"Ih, mama nakutin," Dian lalu berlalu begitu saja, dan berjalan menuju pintu kamar.
Sementara sang mama menggelengkan kepalanya, ia tersenyum melihat tingkah putrinya. Laki-laki bersama putrinya itu memang tidak buruk, begitu macho menurutnya.
********